Lalu lintas tidak terlalu ramai karena hari sudah mulai gelap. Biasanya kemacetan terjadi sekitar pukul lima hingga pukul enam, tapi sekarang sudah lewat dari pukul enam. Mobil berbelok ke kanan sebelum mereka menaiki jembatan pertama menuju rumah Dili. Tak lama kemudian, mobil Lana berhenti di depan pagar berwarna hijau yang terbuat dari susunan papan. Tampak sebuah rumah sederhana yang terbuat dari kayu dengan pekarangan yang tidak lebih luas dari halaman rumah Dili.
Seorang anak kecil mengintip dari kaca depan rumah sambil menempelkan tangannya pada kaca tersebut. Melihat dari tinggi badannya, Dili mengira-ngira bahwa umur anak kecil tersebut sekitar 3-4 tahun. Dia mengenakan baju lengan sejari berwarna biru muda yang dipadukan dengan celana pendek selutut berwarna senada. Rambut panjangnya tergerai, terlihat manis dengan hiasan bando pita yang juga berwarna biru seperti pakaiannya.
Bibir Dili melengkung ke atas. Entah kenapa anak kecil itu mengingatkannya dengan dirinya waktu kecil. Ibunya suka memakaikan aksesoris rambut pada Dili, juga memakaikan aksesoris lainnya seperti gelang dan kalung yang terbuat dari manik-manik berwarna-warni. Sayangnya waktu berjalan terlalu cepat, takdir memisahkan Dili dari ibunya pada usia yang masih sangat membutuhkan kasih sayang orang tua.
“Ana langsung pulang saja, ya. Tadinya mau mengajak ke rumah Aa, tapi besok kita berangkat pagi-pagi sekali, jadi lebih baik Ana istirahat secepatnya begitu sampai di rumah.”
Dili mengangguk, menyadari Khaidir dan anak kecil tersebut sudah lenyap dari pandangannya. Lana yang terburu-buru, memilih untuk tidak mampir ke rumah Khaidir, padahal Dili ingin sekali bertemu dengan gadis kecil yang membawanya kepada kenangan lama.
“Nanti kalau ada waktu luang kita mampir sekali-sekali. Sepertinya Ana tertarik sekali dengan adiknya Khaidir. Kalau dilihat-lihat, dia memang agak mirip dengan Ana waktu kecil,” hibur Lana menyadari tatapan Dili yang sejak tadi tidak beralih dari rumah Khaidir. Dili hanya membalasnya dengan senyuman.
Mobil mereka berbalik arah menuju jalan raya. Lana menambah volume musik di ponselnya untuk mengusir keheningan. 25 menit berlalu dengan begitu lambat, hingga mereka sampai di rumah Dili yang terletak di area yang tidak terlalu padat penduduk. Suasananya begitu damai, membuat perasaan menjadi tenang.
Terdapat beberapa pohon berbuah lebat di halaman Dili. Bahkan masih ada ayunan yang tergantung di salah satu dahannya. Ayunan sederhana yang terbuat dari ban bekas yang digantung dengan tali. Tempat bermain Dili, Kiya, dan Lana waktu kecil.
Dili segera turun dari mobil, disusul Lana yang langsung mendekat ke arah pohon mangga. Terlihat beberapa buah besar yang siap dipanen, juga beberapa buah kecil yang tidak terhitung jumlahnya.
“Petik saja kalau Aa mau. Kiya pasti senang dapat oleh-oleh mangga muda.”
Dili menyerahkan tongkat panjang yang bisa dipakai untuk memetik buah tersebut. Lana yang sudah lama tidak bermain di halaman rumah Dili, lebih memilih langsung memanjat pohon untuk memetik buahnya. Dia memberi aba-aba kepada Dili saat ingin menjatuhkan buah hasil petikannya. Mereka terlihat kompak bermain lempar tangkap buah, persis seperti saat mereka berdua masih kecil.
Memori indah yang justru terasa menyakitkan untuk Dili, mengingat bahwa dari dulu hingga sekarang, Lana hanya sebatas kakak baginya. Tidak boleh ada perasaan aneh yang bisa mengubah hubungan mereka.
______________________________________
"GOGENPEDIA"Denah SMA Cahaya Banua :
Tokoh yang terlibat :
1. Dili
2. Satria
3. Lana
4. Khaidir
YOU ARE READING
Good Generation (TERBIT✓)
Teen Fiction🥇#1 - Potensi 🥇#1 - Marathon 🥉#3 - Istimewa SMA Cahaya Banua adalah satu-satunya sekolah yang memiliki program kelas favorit. Program ini bertujuan untuk mengembangkan potensi para murid agar siap menjadi pelopor kemajuan bangsa di masa depan. ...
BAB 6
Start from the beginning