Tak Semudah Itu

8 2 0
                                    

"Sudah melepas, tapi belum ikhlas, not don't want, hanya saja membiasakan diri tanpa kehadiran seseorang yang sudah lama tinggal, tak semudah itu"

~Adirha~

_

_

_

~Happy Reading~

Berkutik dengan laptop selama dua jam rupanya membuat jemari meminta untuk berhenti sejenak, namun kedua netra menolak, karena yang dilihat bukan tumpukan tugas, melainkan foto-foto Adirha saat di pantai waktu itu.

Andra yang tengah asyik dengan laptopnya ini, meneduhkan diri di depan tenda Adirha.

"Kebiasaan, poto Adirha di liatin terus," beo Lendra-teman sebangku-yang menghampirinya.

"Muka-muka abis di ghosting nih kayaknya," terka Andra yang memang Lendra sering di ghosting.

"Tau aje, lo," sahut Lendra dengan tertawa di ujung kalimatnya.

"Hari gini, masih aja percaya sama yang virtual, mending kalo jadian," ejek Andra yang masih memainkan tangannya di depan laptop.

"Gue nya aja yang berekspektasi terlalu tinggi ke dia," sela Lendra.

"Kenalan, bercanda, suka, berharap, di ghosting," ujar Andra menyebutkan kegiatan chatan yang sering Lendra ceritakan.

"Dia ngetik pakai jari, lah gue balasnya pakai hati, emang ya dia cuma gabut, kebetulan ada gue," sambung Lendra yang tertawa terbahak-bahak.

"Sangat bodoh sekali, kawan," celoteh Andra yang ikut tergelak, seolah tawa Lendra menular.

Andra menutup laptopnya dan menaruh di dalam tenda Adirha, laki-laki yang duduk di sampingnya ini masih menampakkan wajah korban ghosting.

Andra beranjak dari rumput yang ia duduki tadi, dengan kedua tangan di masukan ke dalam saku celana, dan melangkahkan kaki ke arah sungai, meninggalkan korban ghosting itu duduk sendirian.

"Woy Dra, lo mao kemana?" tanya Lendra dengan nada sedikit di naikan.

Andra yang mulai jauh dari pandangannya, menoleh sekejap hanya untuk memastikan kalau dirinya mendengar panggilan Lendra, namun tak menjawab pertanyaannya, melainkan kembali melangkah.

"Sok cool lo"

🐵

Siput berjalan lamban di bawah Andra, kakinya tak ingin menunggu lama untuk siput itu sampai ke tujuan, menyusuli Adirha yang sudah dua jam tak kunjung kembali ke tenda.

Gemericik itu menemaninya untuk melompat dari batu besar yang satu ke batu besar yang lainnya, namun batang hidung Adirha belum terabsen di netra Andra.

"Dhir, Dhira," panggil Andra yang terus berulang kali.

Sekelilingnya tak bantu menjawab, hanya angin berlalu yang membuat bola matanya melihat ke arah selipan batu-batu besar, botol minum yang Adirha bawa berada di sana, dengan beberapa tangkai daun yang menghalangi arus berjalan.

Membelalak melihat botol minum itu, dengan tangan yang meraih botol minum dan meneriaki Adirha.

Terlintas pikiran negatif mulai bermunculan di benak Andra, dengan segera ia hilangkan pikiran negatif itu.

Andra mengelilingi sungai perkemahan ini, senja semakin menurun dari arah Barat, begitupun harapan Andra untuk menemukan Adirha, cukup lama ia mencari Adirha namun belum menemukannya juga.

Namun batu kecil di hadapannya yang ia tendang, membuat kedua matanya melihat tangan di atas arus air, Adirha terbawa arus dengan terengap-engap sehingga yang terlihat hanya tangannya yang melambai-lambai, mengisyaratkan meminta tolong.

"Adirha!" panggil Andra yang segera berlari untuk membantu Adirha.

Tanpa berpikir panjang, Andra menceburkan diri ke sungai dengan pakaian yang masih terpasang di tubuhnya.

Melawan arus yang kian menerjang tubuh Andra, membawanya jauh dari tempat perkemahan.

Sesegera mungkin dia menangkap tubuh kecil Adirha yang melemas, hampir tak berdaya.

Dahan pohon yang tersangkut di antara bebatuan, membantu Andra untuk menepi ke tepi sungai.

Menerbaringkan tubuh kecil Adirha di rerumputan, tak memikirkan pakaian yang basah dan bercucuran air.

"Dirha, bangun Dir," ujar Andra panik seraya menggoyang-goyangkan pipi Adirha yang masih tak sadarkan diri.

"Tolong!" teriak Andra seraya menggendong Adirha untuk dibawa ke tenda.

Berulang kali meminta tolong, namun burung hantu sudah membunyikan suaranya.

Cahaya senter dari arah yang berlawanan, membuatnya segera meminta tolong, rupanya teman-teman dan Bu Meli mencari Andra dan Adirha.

"Andra!" teriak Bu Meli yang menghampiri Andra.

"Kamu gakpapa?" tanya Bu Meli.

"Adirha pingsan? Kita bawa Adirha ke tenda ya," ucap Bu Meli dengan nada paniknya, diangguki para siswa.

🐵

Secangkir teh hangat melingkar di telapak tangan Adirha, dirinya telah sadar dari pingsan.

Menghilangkan aura dingin sejak senja berpamitan, tempat perkemahan ini lebih enak saat malam hari, duduk di depan tenda menjadi pilihan Adirha.

"Diem mulu kayak limbat." Andra datang tanpa di undang, dengan jaket tebal menutupi tubuhnya.

"Gakpapa, daripada Andra ngomong mulu kayak tukang obat," balas Adirha dengan meneguk teh hangat.

Andra dan Adirha tergelak bersama.

"Kenapa sih tadi sampai kebawa arus?" tanya Andra yang menghentikan gelakannya ke topik yang lebih serius.

"Tadi kayak ada yang dorong aku, tapi aku gak tau siapa yang ngedorong," jelas Adirha.

"Hah? Ada yang dorong kamu?" tanya Andra tak percaya.

"Iya," jawab Adirha singkat.

"Ini pasti ulah Rara, sama sahabat-sahabatnya," pikir batin Andra yang langsung terpusat ke Rara.

"Dra!" panggil Adirha yang menyadarkan Andra dari lamunannya.

🐵

~Thank You For Reading~
Next?
1 Agustus 2021

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 01, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Adhira (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang