Teman Setelah Putus

14.2K 1K 159
                                    

Setelah drama dengan Mama di ruang keluarga, aku masuk ke kamarku dengan wajah sembab dan rambut agak berantakan. Tungkai kakiku terasa lemah karena campuran lelah fisik dan mental. Aku jadi menaruh tasku sembarang di kasur, tidak peduli berapa kali tubuhku terantuk furnitur, sangat cuek dan lelah.

Setibanya di kamar mandiku yang menyambut dengan atmosfer lembab, aku menyalakan air dengan memutar kerannya tanpa selera. Asal-asalan, hampir seperti menampar putaran shower tersebut.

Air mengucur dari shower dan membasahi tubuhku yang berdiri dengan baju komplit—crop tee putih dengan gambar Eiffel dan skinny jeans biru. Aku berdiri beberapa saat, hingga semua beban tak lagi sanggup kutanggung dan aku merosot jatuh ke lantai kamar mandi. Memeluk lututku dan membiarkan air membasahi seluruh tubuhku. Kosong.

Air-air itu merembes melewati mataku dan mulutku. Aku terus memeluk lutut dan memaksa diri untuk tidak menangis lagi.

Dan akhirnya aku menangis. Aku tersedu-sedu. Parah, moodku rusak dan dadaku perih. Perih pertama yang kurasakan sepanjang hidupku, seumur hidupku selama sembilan belas tahun.

Dalam hati aku berpikir... apa yang salah? Apa yang berbeda dari kami? Apa yang salah? Siapa yang salah? Kenapa? Kenapa dia memilih untuk pergi saat aku percaya kalau ini semua akan berjalan dengan baik?

Dinginnya malam membuatku tersadar kalau aku harus mulai mandi normal. Jadi, aku melepas semua pakaianku dan meraih botol shower gel varian green tea milikku. Dan uniknya, sebuah ingatan tentang celotehan temanku di Path muncul begitu saja di otakku yang sedang berduka :

Sekarang semua orang apa-apa green tea. Kue cubit dikasih green tea laku, es krim dikasih green tea laku. Mungkin jomblo harus disiram green tea dulu kali ya biar laku?

Waktu itu aku menertawakannya dan memberi komentar "najis lu, jadi jomblo ngenes abis wkwk" dan dia menjawab "songong lu kampret. Suatu saat lu bakal ngerti perasaan hati yang sepi ini #tsah!"

Dan doa jomblo pada malam minggu selalu didengar Yang Maha Kuasa. Sekarang aku jomblo. Dan mungkin sedikit lagi aku bisa merasakan apa yang dia rasakan.

Daniel Adiwijaya.

Kini dia sendiri dan bebas.

Kini tidak ada lagi cewek cerewet yang menanyakan kabarnya saat dia sedang main futsal bersama teman-teman kampusnya. Tidak ada lagi yang meneleponnya tiap malam dan menceramahinya tentang betapa pentingnya air putih baginya. Jadi dia bebas, lepas, dan tidak membutuhkan aku lagi. Karena aku sudah beda, dan dia harus mencari yang baru.

Mereka bilang, ketika sesuatu sudah tidak pas lagi, kita harus pindah.

Aku benci prinsip itu.

Aku berharap seandainya semua orang tidak terlalu mudah mencinta, dan berpikir perasaan adalah sebuah celana dalam sekali pakai. Ketika sudah tidak cocok, buang. Aku berharap di ujung bumi ini ada yang mengerti prinsipku... bahwa aku memilih seseorang dan tidak akan mencoba menerima yang lain di hatiku, karena aku mencintainya dan cinta itu bukan mainan.

Kalau tidak bisa menerima kelemahannya, buat apa mencintainya sejak awal?

Kalau ingin sesuatu yang sempurna, kenapa tidak berusaha menyempurnakannya?

Tapi aku hanya bisa tertawa sarkastik pada refleksi diriku di depan kaca yang memiliki mata bengkak dan memerah. Hehehe, hidup di abad berapa, Cantik?

Aku mengambil handuk untuk membelit tubuhku. Masih dengan gerakan semi-zombie, aku menyalakan AC dan membaringkan tubuhku yang basah di kasur dengan wajah tertutup bantal. Rasanya nikmat saat AC mengelus-elus kulitmu yang basah. Garing-garing gimana gitu.

Breakeven: A Sad Opening StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang