Prolog

236K 15.6K 293
                                    

Delapan tahun yang lalu...

Sabrina tersenyum senang melihat kertas yang ada di tangannya. Ia melipat kembali kertas tersebut dan memasukkan ke saku piyamanya. Ia mengaduk tehnya dengan bersenandung riang. Begitu terdengar pintu rumah terbuka, buru-buru ia menghampiri suaminya yang baru saja tiba.

"Mas, ada sesuatu yang mau aku kasih tau," ucap Sabrina senang. Ia sama sekali tak menyadari perubahan pada raut wajah suaminya.

Shailendra, atau biasa dipanggil Ale, mengeluarkan sesuatu dari tasnya dan melemparnya ke meja. "Apa itu?!" bentaknya dengan menunjuk lembaran foto yang tadi ia lempar.

Sabrina merasa bingung dan mengambil salah satu foto tersebut. Ia terkejut mendapati foto dirinya dengan Gilang, sahabat suaminya. Di foto tersebut posisinya sangat dekat dengan Gilang. Terlihat Gilang sedang duduk dan ia berdiri di sampingnya. Ia ingat, posisi sebenarnya tidak sedekat itu. Posisi itu saat ia akan berdiri dari kursinya. Jarak kursinya dengan Gilang memang dekat, tapi tidak sedekat yang ada di foto. Tapi jika dilihat sekilas dari foto, kepala Gilang menempel di perutnya, bahkan nyaris menyentuh dadanya. Tapi sebenarnya itu masih ada jarak antara dirinya dan Gilang. Pengambilan sudut foto yang salah membuatnya terlihat sangat dekat.

"Kamu gak bisa jelasin kan?" sentak Ale kasar.

Sabrina sadar dari keterkejutannya. "Mas, ini salah paham. Aku bisa jelasin." Sabrina mencoba menyentuh lengan suaminya berusaha menenangkan.

Ale menyentak tangan Sabrina kasar membuat Sabrina terjatuh. Kemudian ia jongkok menyamakan tingginya dengan Sabrina yang terjatuh di lantai. "Kamu gak perlu jelasin apa-apa. Karena aku sudah nanya langsung ke Gilang."

Sabrina tersenyum lembut. Ia merasa lega karena kesalapahaman yang terjadi sudah dijelaskan oleh Gilang. "Bagus dong, berarti Gilang sudah jelasin kesalahpahaman ini."

"Salah paham?" tanya Ale mencibir. "Gilang bilang, selama ini kalian memiliki hubungan di belakangku. Dia mengaku menyesal dan katanya kamu tidak mau meninggalkan dia," lanjut Ale.

Sabrina kaget mendapati fakta itu. "Mas, bukan seperti itu!" serunya panik. Cerita sesungguhnya bukan seperti itu. Ia tidak pernah memiliki hubungan apapun dengan Gilang. Ia heran, mengapa Gilang harus berbohong pada Ale.

"KAMU EMANG CEWEK MURAHAN YA. APA KURANGNYA AKU SEBAGAI SUAMI?!" teriak Ale tepat di depan wajah Sabrina.

"Tapi Mas...." Air mata Sabrina mulai menetes keluar. Jantungnya bergemuruh ketakutan melihat kemarahan suaminya.

"Harusnya aku percaya dengan ucapan Ibu untuk tidak menikahi kamu. Sekarang aku merasa menyesal menikahi kamu," ucap Ale sinis.

"Mas ini gak seperti yang kamu kira," ucap Sabrina terbata-bata. Air matanya tidak mau berhenti keluar.

"Sekarang, kamu kemasi barang kamu dan keluar dari sini!" seru Ale penuh emosi.

"Mas, tolong percaya aku. Apa yang dikatakan Gilang itu tidak benar." Sabrina mencoba menjelaskan.

Ale mendengus sinis. "Terus kamu mau bilang Gilang berbohong sama aku? Buat apa? Gilang itu sahabat baik aku." Ale berteriak hilang kendali. "Kamu perempuan gak tau diuntung, harusnya dari dulu aku ikutin kata Ibu untuk tidak menikahimu. Sekarang, aku gak mau lihat muka kamu lagi. Pergi!" bentak Ale. Setelah mengatakan itu, Ale masuk ke ruang kerjanya dan menutup pintunya dengan bantingan keras.

Sabrina menangis dengan keras. Suaminya yang sangat ia sayang dan percaya, saat ini meragukan dirinya. Selama pernikahan yang mereka jalani, tidak pernah sekalipun suaminya membentaknya seperti ini. Kini ia merasa hancur.

Dengan tertatih, Sabrina berjalan ke arah kamarnya. Ia mengeluarkan kopernya. Ia memasukkan semua baju-bajunya ke dalam koper. Ia menyisakan gaun-gaun yang pernah dibelikan suaminya. Ia melepas semua perhiasan yang ia dapat dari suaminya. Kartu kredit dan segala yang pernah diberikan suaminya padanya, ia tinggalkan semuanya.

Sabrina mengambil kertas dan menuliskan sesuatu di sana sambil terisak pelan.

Untuk Mas Ale

Terimakasih untuk 3 tahun pernikahan kita ini. Aku gak tau apa yang ngebuat kamu tidak mempercayaiku hari ini. Selama pernikahan ini, aku tidak pernah mengkhianatimu. Maafkan aku belum menjadi istri yang sempurna buat kamu.

Jika suatu saat kita bertemu lagi, aku mohon jangan sapa aku. Aku ingin kita menjadi dua orang asing yang tidak saling mengenal. Jujur, aku sakit hati dengan perlakuanmu hari ini. Kamu menuduhkan sesuatu yang tidak pernah aku perbuat. Kamu lebih mempercayai sahabatmu dibandingkan aku, istrimu.

Aku tinggalkan semua barang yang pernah kamu kasih ke aku. Aku gak ingin, kamu tuduh pencuri dikemudian hari. Oh ya, aku juga meninggalkan buku nikahku agar kamu bisa mengurus perceraian kita dengan cepat tanpa harus bertemu aku. Aku mempermudah semuanya untuk kamu, semoga kamu bahagia.

Sabrina menghapus air matanya kasar. Ia meletakkan surat tersebut bersama dengan buku nikah, perhiasan, kartu kredit dan kunci mobil pemberian Ale.

Dengan berbekal satu koper dan tabungan miliknya sendiri yang berjumlah terbatas. Ia melangkah keluar dari rumah dan memulai hidup barunya seorang diri di luar sana.

***

Sorry for typo and thankyou for reading❤

Author Note:
Tes... tes... mau coba cek ombak dulu, hehehe... Aku datang membawa cerita baruuu.

Semoga cerita ini bisa rajin update ya. Harapannya sih cerita ini ringan seperti cerita-ceritaku sebelumnya.

Hope you like it, and happy reading all🥰❤

Lubang [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang