Artikel 13: "Aturan Menginap di Kantor Saat Pandemi"

210 70 2
                                    

"HAH? NGINEP DI KANTOR?"

Aku mendelik dan menatap Satya sambil mengerutkan kening. Sungguh, aku betul-betul tidak mengerti apa yang ada di kepala laki-laki ajaib yang satu ini!

Saat kami berangkat dari kosan selepas makan pagi yang kesiangan tadi, Satya tidak mengatakan apa-apa. Dia malah mengajakku untuk menemaninya liputan, mewawancarai narasumber untuk artikel profil tokoh yang akan tayang besok, serta meliput sebuah pameran teknologi yang diadakan di gedung Landmark Braga. Satya memang jurnalis untuk bidang teknologi dan informasi di HypeBandung dan, walau kesal, aku mengakui dia memang cocok untuk mengulas bidang tersebut. Ulasan Satya selalu mudah dipahami oleh siapa pun, termasuk awam sepertiku.

Sewaktu mengikuti Satya liputan, aku tidak sempat menanyakan apa yang dia maksud dengan "aku punya teori tentang ini" saat di kosan tadi. Sedikit banyak kegiatan turun langsung ke lapangan ini membuatku merindukan masa-masa sebelum aku terjebak di section urban legend. Alhasil aku malah keasyikan membantu Satya meliput dan bahkan aku membantunya mengumpulkan beberapa bahan artikel sekaligus.

Barulah saat kami makan malam di dekat stasiun, aku sempat menyinggung soal teorinya itu. Namun, Satya malah bungkam dan mengatakan, "Tunggu aja." Bahkan sampai kami selesai makan, dia masih saja menghindari pertanyaan itu. Menyebalkan! Sungguh, tadinya aku sempat berharap Satya punya rencana yang uwow—yang akan melepaskanku dari gangguan Pieter. Namun, harusnya aku tahu. Jangan berharap lebih dari laki-laki ini. Serius!

"Lo serius soal nginep di kantor?" aku kembali memastikan ajakannya tadi. Saat ini memang kami sudah merapat di gedung kantor Hype Bandung yang terlihat lengang. Wajar saja mengingat sekarang sudah pukul tujuh malam sih!

"Gue serius," kata Satya santai. "Yuk!"

Walau masih tak mengerti jalan pikirannya, aku memutuskan untuk diam dan menurut saja. Bagaimanapun Satya cukup berjasa menemaniku semalam. Jadi, ya sudah. Untuk sementara aku menurut saja.

Pintu depan Hype Bandung sudah terkunci, jadi Satya mengajakku untuk masuk lewat pintu samping. Seorang satpam berjaga di area itu.

"Tunggu di sini, San!" kata Satya sebelum melesat untuk bicara dengan satpam itu. Jarakku terlalu jauh untuk mendengarkan percakapan mereka, tapi aku bisa melihat satpam itu mengangguk-angguk mengerti.

"Langsung saja ke lantai empat, Kang Satya," kata satpam itu. Kali ini suaranya cukup keras sehingga terdengar jelas olehku. "Kang Candi sudah ada di atas. Inget, tetep jaga jarak ya! Kan masih corona ini teh"

"Beres, Pak!" jawab Satya penuh semangat, kemudian memberi kode padaku untuk mengikutinya. Namun, aku malah berdiri diam dengan mulut terbuka lebar. Pikiranku mendadak kosong.

Ca... Ca... CANDI ADA DI SINI?

* * * * *

"WAH, Sat! Lo serius bawa Sani?" Seruan itu terdengar begitu aku dan Satya keluar lift. Rupanya Candi sudah menyambut kami. Ekspresinya terlihat kaget, tapi tetap menunjukkan keramahan seperti biasa. "Halo, Sani," sapa Candi saat dia betul-betul melihatku. "Kami nggak nyangka Satya bakal ngajakin kamu nginep malam ini. Kejutan banget ya!" Senyum lebar tersungging di bibir kemerahan itu, membuat lesung pipinya tercetak jelas. Manis banget, ya ampun!

Eh, tapi....

Kami?

Saat itulah aku baru mengedarkan pandang ke sekeliling lantai empat. Lantai ini biasa digunakan oleh para jurnalis tetap untuk bekerja. Tak heran di lantai ini terdapat beberapa meja kerja dengan komputer yang disusun berderet, sementara di bagian ujung ada ruang pimpinan redaksi—ruangan Candi, maksudku. Aku tahu beberapa jurnalis ada yang suka bekerja hingga larut malam untuk mengejar berita. Namun, baru kali ini aku betul-betul melihat ada yang bekerja hingga jam kantor selesai. Maklum, aku baru sebatas jadi kontributor lepas dan belum betul-betul merasakan bekerja di kantor, sih.

"Halo, Cantik!" [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang