Senandung Senja 02

0 0 0
                                    

Selama jam pelajaran berlangsung, Senja tidak memerhatikan materi yang sedang diterangkan oleh gurunya di depan kelas. Gadis itu malah asyik dengan dunianya sendiri. Menelungkupkan kepala di atas meja sambil menggambar sesuatu di buku tulisnya.

Fajar merasa penasaran dengan apa yang sedang dilakukan oleh gadis yang duduk di sebelahnya itu. Dia tersenyum miring ketika melihat sesuatu yang digambar oleh Senja.

"Hei," bisik Fajar kepada Senja. Tetapi gadis itu berpura-pura tidak mendengarnya.

"Lo suka menggambar? Hobi kita sama. Gue juga suka menggambar," ucap Fajar masih dengan suara pelan karena takut didengar oleh gurunya.

Senja tak menyahuti. Dia tidak tertarik berbicara dengan siapa pun apa lagi dengan orang yang sok kenal dan sok dekat seperti yang dilakukan Fajar. Meski begitu, Fajar tidak mau menyerah.

Begitu bel istirahat pertama berbunyi dan siswa lainnya berhamburan ke luar kelas. Fajar merebut buku tulis Senja agar bisa melihat gambar yang dilukis oleh gadis itu dengan jelas.

"Wow, ternyata gambar yang lo bikin lebih bagus dari pada punya gue," ujar Fajar.

Kedua bola mata Senja membulat. Tak suka dengan kelancangan sikap Fajar yang sudah berani mengambil barang miliknya tanpa izin.

"Lo ... balikin buku gue!" ucap Senja dengan nada galak.

Dia hendak mengambil bukunya, tetapi Fajar tidak mau memberikannya. Cowok itu malah menyembunyikan buku Senja di balik punggung.

Senja mendecak kesal. Dia menatap tajam dengan sorot ketidaksukaannya kepada Fajar. "Gue bilang, balikin buku gue!" ucapnya penuh penekanan.

Fajar menghela napas panjang. Dengan berat hati dia akan memberikan buku itu kepada pemiliknya. Namun tiba-tiba muncul sebuah ide di kepalanya.

"Gue mau balikin buku ini ke lo, tapi ada syaratnya." Fajar tersenyum sambil memainkan kedua alisnya, menyebalkan.

Senja bergeming. Masih menatap tajam wajah cowok di hadapannya. Dalam hati dia berfikir, kenapa harus ada syarat untuk mengambil miliknya kembali?

"Gue balikin buku ini asal lo mau jadi teman gue. Gimana?" ucap Fajar lagi.

Gadis itu mengernyitkan alisnya menatap datar wajah Fajar. Sepersekian detik kemudian, dia pergi begitu saja tanpa menghiraukan suara Fajar yang terus memanggilnya. Dia tak tertarik lagi dengan bukunya.

Fajar bengong melihat sikap Senja yang teramat dingin. Baru kali ini ia bertemu dengan cewek yang sama sekali tidak tertarik padanya. Tak seperti kebanyakan gadis lain yang akan berlomba-lomba mencuri perhatiannya.

Cowok itu memegang dadanya yang bergetar aneh. Sebuah getaran singkat seperti arus listrik yang mengalir hanya sementara waktu.

"Pulse (Nadi)," gumamnya sambil tersenyum tipis menatap punggung Senja yang mulai menjauh dan menghilang di balik pintu.

***

Dari atas rooftop Fajar tak bisa mengalihkan pandangan dari objek yang sedari tadi menarik perhatiannya. Seorang gadis yang terlihat sedang menikmati kesendirian sambil mencoret-coret sesuatu di bukunya.

Dari banyaknya tempat yang ada di sekolah ini, gadis itu lebih memilih taman sebagai tempat mengistirahatkan otak setelah penat mencerna materi pelajaran. Seorang diri, tanpa ada teman yang menemani.

"Lo suka sama dia?" tanya Haris kepada Fajar.

Meski Fajar anak baru di SMA Angkasa, tapi cowok itu sudah memiliki banyak teman di sekolahnya. Hanya saja, Fajar ditempatkan di kelas berbeda dari teman-temannya.

Fajar menoleh sekilas menatap wajah Haris. "Lo kenal cewek itu?" bukan menjawab, Fajar malah balik bertanya.

"Satu sekolah ini kenal sama dia. Tiga bulan yang lalu sempat beredar kabar kalau dia membunuh adiknya sendiri," jelas Haris.

Fajar tertarik untuk menggali lebih banyak lagi informasi tentang Senja. Dia mengernyitkan kedua alisnya sehingga terlihat jelas guratan di dahinya.

"Maksud lo, cewek kayak dia itu pembunuh?" tanya Fajar serius. Dia memalingkan kembali wajahnya untuk melihat gadis yang masih asyik dengan aktivitasnya sendiri.

Haris menganggukkan kepalanya membenarkan ucapan Fajar. "Ya. Gue gak tahu kabar itu benar atau enggak. Yang jelas sejak saat itu semua orang gak mau deket-deket sama tuh cewek."

Fajar bergeming, tak langsung menyahuti perkataan temannya. Dia melihat Senja dengan tatapan yang sulit diartikan.

Haris berbalik untuk duduk di kursi yang ada di rooftop sambil menyalakan rokoknya. Cowok itu sudah terbiasa merokok, bahkan walau sering ketahuan oleh guru dan mendapat hukuman, Haris dan teman-teman lainnya tidak merasa kapok.

"Lo percaya?" tanya Fajar secara tiba-tiba.

Haris yang sedang menyesap asap rokok itu mengernyit tak mengerti maksud pertanyaan Fajar baru saja.

"Lo percaya dia seorang pembunuh adiknya sendiri?" tanya Fajar lagi. Kali ini ia mengatakan dengan jelas.

"Percaya gak percaya, sih. Gak ada bukti yang menguatkan dia pelakunya. Tapi kalau mendengar latar belakang tuh cewek yang selama ini gak dianggap anak sama ayahnya sendiri, gue percaya dia bisa senekad itu," jelas Haris sambil meniupkan asap rokok ke udara.

Fajar menghela napas panjang. Dia kembali menatap Senja sebelum gadis itu pergi dan menghilang dari pandangannya.

Entah, hati kecilnya merasa tak percaya dengan gosip yang baru saja ia dengar tentang Senja. Mungkinkah seorang gadis dengan sorot teduh bercampur sendu yang selalu ditutupi dengan sikap cuek dan dingin itu berani menyakiti seseorang? Apa lagi yang ia sakiti ialah adiknya sendiri. Pikir Fajar.

Senandung SenjaWhere stories live. Discover now