***

Alfaro masuk kesebuah unit apartemen dengan membawa sebuah kantung kresek di tangannya yang berisi dua porsi bubur ayam.

"Mana bubur ayamnya?" Ujar Clarisa saat tau bahwa Alfaro telah datang.

Pria itu memberikan bubur ayam ditangannya pada Clarisa.

"Aku mau ngomong." Ucap Alfaro setelah selesai memakan buburnya.

Wanita itu memutar bola matanya malas. "Kamu kan emang masih ngomong sekarang." Ketus Clarisa.

"Serius!"

"Iya iya, udah apa mau ngomong apa."

"Aku bukan anak ayah sama ibu."

Kening Clarisa mengerut tak paham akan ucapan pria didepannya. "Gimana-gimana?"

"Aku bukan anak ayah Gara sana ibu Gea. Aku cuma anak angkat dari panti asuhan." Jelas Alfaro lagi.

"Oh." Tangan Clarisa mengambil buah jeruk didepannya dengan santai, otaknya masih belum mencerna ucapan Alfaro.

Setelah memegang buah itu ditangannya Clarisa baru sadar, matanya terbelalak kaget. "H-hah? Jadi kamu bukan dari keluarga Bramstya?"

Alfaro mengangguk pelan menjawabnya.

Wanita itu menggelengkan kepalanya tak percaya. "Hahaha kamu pasti bohong, kamu pasti mau ngasih  surprise buat aku kan? Sumpah deh ini ga lucu buat dijadiin prank."

"Aku serius Cla."

"Tapi kamu tetep kaya kan? Iya kan?"

Alfaro menggeleng lemah. "Aku dipecat sama ayah, aku udah bukan lagi keluarga mereka karna aku udah buat kesalahan fatal."

Clarisa menggebrak meja makan dengan keras. "GIMANA BISA BEGITU HAH?"

"Gak cuma itu, Lesya juga sudah gugat cerai aku di pengadilan. Rumah itu sudah dijual oleh ayah dan uang hasilnya harus dibagi dua."

"Kamu pasti dapet warisan kan? Tanah, rumah atau apalah itu."

"Aku cuma diberi apartemen ini sama mobil yang kubawa sekarang."

Clarisa mematung mendengarnya. Jadi dia harus hidup pas-pasan lagi?

"Kamu masih punya uang kan?"

"Uang ini hanya cukup untuk lahiran kamu dan hidup dua bulan kedepan."

"ENGGAK! AKU GAK MAU JADI MISKIN LAGI." Clarisa berteriak sambil menjatuhkan piring di depannya.

"BODOH! AKU ITU MAU SAMA KAMU SUPAYA GAK HIDUP MELARAT LAGI. TAPI APA INI."

Alfaro yang sudah tak tahan memendam emosinya pun akhirnya meledak.

"INI JUGA SALAH KAMU SIALAN. GARA-GARA KAMU HAMIL AKU HARUS BERCERAI DENGAN ISTRIKU DAN KEHILANGAN PEKERJAANKU!"

Mereka berdua terus berdebat dan saling menyalahkan.

"Brakk."

"Prakk."

Semua yang ada diatas meja makan pecah tak beraturan. Sudah cukup dia memendam emosinya tadi sekarang Alfaro tidak bisa mengontrolnya.

"Shit."

Memikirkan dia kehilangan Lesya dari hidupnya membuat kemarahan Alfaro semakin bertambah.

Tanpa memikirkan Clarisa yang sekarang telah duduk dilantai sambil menangis, pria itu pergi ke salah satu kamar yang ada disana.

Jujur saja jika Clarisa tidak sedang mengandung mungkin Alfaro tak akan segan untuk main fisik.

Dia mengambil sebotol Vodka yang ada didalam salah satu lemari kecil lalu meminumnya langsung.

"Lesya maafkan aku hiks."

"Jangan tinggalkan aku."

"Aku minta maaf sayang."

"Jangan bercerai, aku menyayangimu aku tak mau kita pisah."

"Hahaha."

"Aku gak mungkin anak pungut."

"Bukan bukan aku bukan anak pungut."

"Hiks bajingan!"

"Gara-gara wanita itu semuanya jadi kacau."

"Apa aku harus membunuh wanita itu agar Lesya tidak menceraikanku."

"Enggak. Ini gak adil untuk hidupku."

"Arrgkh"

Alfaro terus meracau tak jelas karena efek alkohol dalam tubuhnya.
Hari ini didalam kamar pria itu benar-benar kacau seperti orang tak waras.

Kamarnya sudah seperti kapal pecah. Alfaro berjongkok di pojok kamar sambil menarik-narik rambutnya sendiri.

Diluar kamar Clarisa masih menangis dilantai. Dia tidak ikhlas jika harus kembali miskin.

Dia mendekati Alfaro agar hidupnya mapan dan sekarang malah seperti ini yang dia dapatkan.

Dan sialnya dia juga harus mengandung anak pria itu. Pikiran Clarisa sudah dipenuhi segala macam cara untuk menggugurkan kandungannya.

Dia tidak peduli bagaimana reaksi Alfaro nantinya, yang dia pedulikan sekarang adalah bagaimana hidupnya bisa menjadi kaya jika tanpa adanya anak ini.

-
-
-
-
-

Bersambung...

Beda Raga [End]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum