.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Bodoh!"

Seseorang yang tengah berbaring dengan berbantalkan lengannya tersentak dan dengan cepat menegakan tubuh saat mendengar suara yang sangat ia hapal. Kepalanya sedikit pening karena gerakannya yang tiba-tiba. Namun rahangnya mengeras melihat sosok itu nyata di hadapannya. Meski di selimuti kemarahan, tak bisa dipungkiri di balik mata tajamnya terselip kekhawatiran yang sangat jelas.

"Bagaimana bisa? Siapa yang mengantarmu?"

Haechan, sosok yang ditanya, ia memutar bola matanya mendengar pertanyaan itu.

"Sendirian, tentu saja. Memang siapa yang berani mengantar atau memberi tau kalau kau sendiri memerintahkan mereka untuk diam, Raja!"

Perlahan wajahnya melembut melihat kekesalan yang timbul dari wajah Ratunya. Raja Mark mengisyaratkan Haechan untuk mendekatkan kepadanya, tentu saja hal itu tidak ditiruti. Haechan masih saja berdiam di dekat pintu gubuk itu.

"Ratu Haechan, kemarilah."

"Tidak."

"Haechan..."

"Kau memaksa!"

Tidak ada nada memaksa sebetulnya dalam perkataan Raja Mark, biarlah Haechan menganggapnya seperti itu.

Kaki Haechan berjalan pelan menghampiri Raja Mark, melemparkan dirinya ke dalam rengkuhan hangat dari suaminya. Ia bahkan tidak sadar jika air mata sudah berlomba-lomba turun melewati pipinya.

"Ssttt, Ratu Haechan, tatap mataku sebentar."

Awalnya Ratu itu menolak. Ia menggeleng keras di ceruk leher Raja Mark. Namun dengan kelembutan Raja Mark, ia berhasil membujuk Ratunya itu.

"Kenapa menangis, hm?"

"Kau bodoh! Kenapa tidak pulang? Kenapa tidak datang menjemputku? Setidaknya berikan kabar! Kau membuatku khawatir, Raja..."

Tangisan Haechan semakin keras, ia bisa ikut merasakan sakit dari tangisan itu. Memang salahnya. Haechan benar, ia harusnya memberi kabar. Ratu dan rakyatnya pasti mengkhawatirkan dirinya.

Tapi ia juga mempunyai alasan. Ada sesuatu yang membuatnya tidak bisa langsung kembali ke istana.

Setelah pertempuran itu selesai ia dibuat tersadar. Pasukannya habis lebih banyak dari yang ia perkiraan, bahkan yang terluka pun sangat banyak. Ada titik di hatinya yang merasa bersalah. Sebelumnya ia tidak pernah merasakan yang seperti ini, ia selalu menganggap memang itulah tugas mereka, mereka dilatih untuk hal seperti ini. Rasa bersalah itulah yang membuatnya memilih untuk tinggal di sini, merenungi segalanya dan menenangkan hatinya. Ia memerintahkan perdana menteri Lucas untuk diam dan mengambil alih pekerjaannya untuk sementara waktu. Alasan lain ia tidak meminta perdana menteri Lucas untuk membawa Haechan kembali ke Aludra adalah karena ia yakin Haechan akan lebih aman di istana Altair selama ia tidak ada. Tapi ia tidak menyangka kalau Ratunya akan berada di sini sekarang.

"Maafkan aku, Ratu Haechan."

"Kau harusnya memberitahuku, aku bisa menemanimu!"

"Tidak, itu hanya akan membahayakan mu. Tempat ini tidak aman, lebih baik kau di istana. Dan Ratu Haechan, kau belum menjawab pertanyaan ku."

"Yang mana?"

Raja Mark menghela nafasnya, ia membawa Haechan untuk duduk di ranjang kayu tempatnya berbaring tadi.

"Bagaimana kau bisa kemari, Ratu Haechan?"

"Bagaimana? Karena aku pintar. Meski perdana menteri bungkam tapi tingkahnya mencurigakan. Ia selalu kembali petang atau bahkan malam, aku selalu memperhatikannya. Sepatu yang ia gunakan juga terkadang dipenuhi oleh tanah. Dari sana aku menebak, dia menemuimu di dalam hutan."

"Hanya itu? Jadi kau berkeliling ke dalam hutan?"

"Tidak, itu akan memakan waktu. Aku sengaja membaluri kaki kuda miliknya dengan cat agar aku tau kemana arah yang ia tempuh. Sepertinya dia tidak menyadari itu."

"Bagaimana dengan penjaga lain? Mereka tidak mungkin membiarkanmu pergi begitu saja."

Senyuman Haechan melebar mengingat bagaimana ia mengelabuhi para penjaga lainnya. Bahagia sekali bisa melakukan itu.

"Pasukan Aludra kuat, tapi tidak terlalu pintar. Tidak sulit melewati mereka, aku dan Bruce melewati mereka dengan mudah."

"Jangan lakukan itu lagi, Ratu. Kau bisa membahayakan dirimu dan juga bayi kita."

"Ya, aku tidak akan melakukannya lagi."

Raja Mark gemas sekali dengan Ratunya ini. Ia mengukung tubuh Haechan di bawahnya, menciumi bibir manis itu dengan lembut.

Raja Mark merindukan Ratunya, ia merindukan Haechan. Rindunya sangat-sangat banyak sampai ia sendiripun tidak mengetahui sebanyak apa rindunya itu.

"Aku mencintaimu, Ratu Haechan."


















***



Pengennya end disini tapi kayanya belum deh. Di part depan aja ya?😂

MARK✓Where stories live. Discover now