Letters To A Sacred Soul

Start from the beginning
                                    

Kutatap punggungmu yang kian menjauh. Dua tanganmu tersimpan pada masing-masing kantong di sisi kanan dan kiri celemekmu--pasti karena udara akhir musim gugur yang dingin. Tak lama, sosokmu melesat ke sebalik bunga-bunga yang rimbun, sementara aku di sini sibuk mengemas gitar tuaku dan hasil yang kudapat hari ini, sembari menerka-nerka; betulkah kau akan kutemui lagi esok hari?

Ternyata kau tak main-main dengan ucapanmu. Di penghujung hari berikutnya, saat mentari terbenam malu-malu ke ufuk Barat, kau sudah berdiri kembali di hadapanku seraya memberi setangkai bunga berkelopak merah muda, yang kemudian baru kutahu bernama Gerbera Daisy. Katamu, maknanya ialah keceriaan dan kebahagiaan, cocok untuk pria sepertiku, dan sebaiknya disimpan dalam bejana berisi air separuh agar tak mudah layu. Setelahnya, kau pun membungkuk sopan, berpamitan seperti sebelumnya. Dan aku pun mengulang hal yang sama seperti tempo hari; mengemas gitar tuaku lagi, bersiap pulang ke rumah kayu kecil yang kelewat sederhana di pinggiran kota.

.

.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.

.

"Pink Carnation."

Ini adalah ketujuh kalinya kau serahkan setangkai bunga padaku, masih berlatar mentari yang telah bergulir lamat-lamat ke peraduannya, juga orang-orang berbau kubikel sempit yang monoton dan pendingin ruangan sentral, berlalu-lalang di sebalik punggungmu. Biasanya turut kau ucap makna yang terselip dari sekuntum yang kau genggam itu, dan tak jarang obrolan ringan sambut-menyambut, tertutur dari mulutku dan mulutmu. Namun kali ini kau memilih diam, meski tetap tersenyum saat aku menerimanya. Ah, Hyunji, perlukah kuberitahu bahwa sudah dua kali senyum menawanmu singgah di mimpiku?

"Artinya?" tanyaku penasaran.

Tahu-tahu kau menunduk. Pipimu merona sampai-sampai hampir sewarna dengan bunga yang telah berada dalam genggamanku. Perlahan, kau angkat kembali wajahmu. "Jangan hiraukan artinya. Kurasa hari ini Pink Carnation cocok untukmu."

Begitu saja, kau memilih membungkuk lagi padaku. Lalu kusadari kita akan kembali dipisahkan oleh gelap malam untuk yang ketujuh kalinya. Padahal, aku menginginkan kedekatan yang lebih dari sekadar musisi jalanan dan pendengar setianya di lima menit terakhir. Ingin lebih mengenal dirimu. Sudah berapa lama kau bekerja di toko bunga itu? Di mana kau tinggal? Mengapa kau selalu tertarik mendengarkan laguku di lima menit terakhir? Maka sebelum kau benar-benar beranjak menjauh dariku, mau tak mau dan sesopan mungkin, kuraih pergelangan tanganmu.

"Tunggu dulu," sergahku. Dan kuakui aku sedikit terkejut, entah karena keberanianku yang tiba-tiba, atau karena wajahmu yang seketika menoleh dan berjarak tak lebih sejengkal dari wajahku. Namun perban yang membalut pergelangan tanganmu nyatanya mutlak mencuri rasa penasaranku.

"Hyunji, apa kau terluka?"

Secepat kilat kau tarik tanganmu dan lekas memberi jarak sehasta lebih sedikit dariku. "Bukan apa-apa," jawabmu singkat. Tapi tentu saja aku tak percaya. Ayolah, Hyunji, kau pikir aku sebodoh itu?

BELAMOUR 3.0Where stories live. Discover now