Kupikir, dia akan menjadi saingan terberatku.

"Dan yang terakhir,

Renjun, 6."

Aku sudah mendugannya, tapi tetap saja, itu adalah nilai paling rendah yang pernah kudapatkan.

Dengan langkah yang berat aku maju untuk mengambil hasil jawabanku. Semuanya menatapku dengan tatapan merendahkan, aku tahu, ini memang biasa terjadi.

"Renjun, di kelas ini hanya dirimu yang memiliki nilai ini, dan hanya kau, yang paling banyak absen bulan ini."

Ucapannya menusuk-ku tepat, tapi itu memang benar adanya.

"Maaf, Saya akan belajar lebih giat lagi."

Tanganku melipat ke belakang, pandanganku turun tidak berani menatap mata sang guru.

Aku merasakan pundak-ku diremas oleh beliau, sontak aku mendongak karena kaget.

"Belajar saja tidak akan cukup, setidaknya kau harus mengikuti kursus di beberapa pelajaran untuk melebihi teman-temanmu."

Tapi, aku tidak punya uang untuk semua itu. Biaya saat ini saja sudah sangat memberatkanku.

"Jika peringkatmu tidak memenuhi syarat, kau tidak akan lulus."

Itu benar, dan aku tahu.

Genggamannya terlepas, di balik kaca lensanya, dia sedang menatapku sama seperti cara murid-murid di sini memandangku.

Dia mengucapkan sesuatu, dalam volume suara yang lebih kecil, tapi aku tetap dapat mendengarnya.

"Kau yang memaksakan diri."

"Ingat di mana kau berada."

Untuk beberapa detik aku terdiam, apa maksudnya aku tidak tahu di mana tempatku? Apa aku terlalu naif untuk berada di sini?

Tapi dia tetaplah guru, aku menundukan pandanganku.

"Saya akan mengingatnya."

-

"Renjun? Kenapa belum pulang?"

Aku hampir saja jatuh dari kursi karena kaget dengan suara yang tiba-tiba muncul di tengah kesunyian, apa lagi saat ini sudah jam pulang.

Naim, pria ini selalu datang tanpa suara. Seperti hantu.

"Sebentar lagi aku akan pulang," Aku menenangkan diriku, mengambil bukuku yang terjatuh karenanya.

Setelah kelas selesai, aku memutuskan untuk menyerap materi di perpustakaan sekolah. Tapi rasanya percuma, semuanya sulit kupahami.

Setelah bertanya pada teman-teman di kelas pun, mereka tidak memberitahuku, itu adalah hal yang wajar.

"Sebentar itu kapan?"

Aku juga tidak tahu.

"Sampai aku dapat mengerti." Jawabku.

"Kau tidak mengerti di bagian mana?"

"Kau tidak perlu, pulanglah, aku tidak ingin menahanmu di sini." Aku membalikkan badanku membelakanginya, melihat lembaran buku yang kubolak balik.

"Tapi aku mau kok?"

Tiba-tiba saja dia sudah ada di sampingku, mengambil kursi dan duduk di sana, lalu memperhatikan tumpukan buku yang berserakan di meja. Oh, setelah ini aku akan merapikannya.

"Apa?"

"Beritahu aku apa saja yang tidak kau mengerti, aku akan mengajarimu." Dia mengambil buku yang ada di tanganku, melihat secara rinci bagian yang susah kupahami.

"Jika kau hanya berkutik dengan buku-buku di sini, percuma saja, kau tidak akan paham, kau hanya akan membuang waktumu."

Dia mengambil kertas kosong dan pulpen, lalu mengajariku beberapa cara mudah versi miliknya. Semuanya terlihat mudah saat dia menjelaskan.

"Terima kasih."

Sungguh, sangat.

-

Kembali lagi di sini, apartemen Haechan yang kutinggali.

Aku masih canggung dengannya, tapi sedikit berkurang setelah kejadian malam itu. (part IX)

"Haechan? Kau kenapa?"

Dia memelukku sangat erat, jujur, tubuhnya tidak bisa terbilang ringan.

Tak kunjung lepas, dia masih menyandarkan dirinya padaku.
"Sesak .... Haechan, aku tidak bisa bergerak." Aku berusaha mendorongnya sekuat tenaga, tapi tak kusangka tenaganya sebesar ini.

".... Eomma ...."

Satu kata itu membungkamku. Apa dia sedang mengigau? Apa dia sedang merindukan ibunya?

Butuh beberapa lama sampai dia sedikit memberiku sedikit ruang untuk mengantarnya ke kamarnya.

Dengan hati-hati aku melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku, aku pulang sedikit terlambat hari ini, jadi mungkin saja sekarang dia sedang tidur.

Kamar mandi di ruang tengah sudah selesai dengan perbaikannya, Haechan bilang dia sudah memanggil tukang dan membuang patung lilin yang hancur waktu itu. Sekarang tidak ada yang disembunyikan lagi, aku merasa sedikit tenang.

Aku membawa baju ganti, jadi aku tidak keluar dengan keadaan telanjang dada, tapi yang membuatku bingung adalah, Haechan ternyata tidak tidur.

Dia membawa tas hitam di punggungnya, dan juga topi. Dia mau pergi ke mana malam-malam begini?

"Kau mau ke mana?"

"Kau mau ke mana?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

To be continued.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 04, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Mr. Naim [ jaemren ]Where stories live. Discover now