12. Persiapan adalah Kunci

Start from the beginning
                                    

"Bau melati." Zeta mengernyitkan keningnya.

"Berarti bukan karena kamar gue berantakan kan, memang lo sewot saja sama melati yang tak pernah salah." Riga nyengir.

"Kok dari semua aturan, lo malah komentar yang terakhir doang."

"Gue ya selama lo sudah setuju melakukan, sebenarnya mau lo kasih syarat apapun selama nggak membahayakan jiwa raga gue, tentu saja akan gue turuti." Riga menaikkan sebelah alisnya ketika menengok sebentar ke arah Zeta.

"Dih, mesum."

"Nggak apa, mesum-mesum begini berhasil jadi suami kamu."

"Gelo."

"Kalau kegilaan ini bisa membuatmu tergila-gila padaku, aku tidak keberatan."

"Lo belum minum obat atau gimana sih?

"Menghabiskan waktu bersamamu, adalah obat terbaik untukku."

Zeta mulai bergidik. "Lo kangen gombalin cewek ya?"

Riga ketawa. "Emang lo nggak suka digombalin? Cewek kan senang dikasih kata-kata manis gitu."

"Kalau lo yang gombalin, yang ada bikin geli kali."

"Masak? Nggak bikin tersipu gitu? Sama sekali?" Riga mencuri pandang ke arah Zeta, menunjukkan keheranannya.

Zeta menghela napas. "Gue kenal lo sudah lama ya, semua trik lo gue sudah tahu kali, Ga. Nggak ada yang baru. Outdated semua."

"Damn." Riga menggoyangkan kepala dengan berlebihan.

"Sudah deh, mending kemampuan lo itu diarahkan dengan mencari-cari gaya pemanasan yang cocok untuk kita. Gue sudah cari beberapa teknik pemanasan tanpa perlu ciuman, tetapi siapa tahu lo menemukan yang lebih oke dan nyaman buat lo juga."

"Gue nggak perlu nyaman, Ta. Paling penting, keluar semua ini yang sudah tertahan lama."

"Riga geloooo," teriak Zeta yang dibalas dengan tawa Riga.

"Urusan cari gaya itu gampang, yang penting lo temani gue belajar."

"Hah? Belajar apa?"

"Belajar untuk menjadi yang terbaik untuk kamu."

Zeta melempar tempat tisu ke arah Riga.

***

Harum lavender menguar di sekeliling Zeta. Menghirup aromanya dalam-dalam, Zeta merasakan pikirannya lebih tenang dan rileks. Untung saja dari beberapa aroma yang ia tawarkan kepada Riga, Riga akhirnya cocok dengan bau lavender. Setelah sebelumnya menolak bau greentea karena membuatnya lapar, atau bau jeruk karena mengingatkannya akan pengalaman buruk minum obat rasa jeruk waktu kecil.

Kalau mau jujur, saat ini Zeta sungguh gelisah dan cemas. Beberapa kali ia menahan dirinya untuk menggigit kuku-kukunya. Ia sengaja melakukan manicure agar merasa sayang setiap kali keinginan menggigit kuku itu muncul. Namun hari ini, keinginan itu begitu kuat sampai Zeta mengalihkannya dengan menata kamarnya.

Setelah memastikan bau lavender tercium sempurna di setiap sudut kamar, Zata mengambil ponsel dan menyalakan playlist yang sudah dibuatnya beberapa hari yang lalu berdasarkan artikel yang ia baca di Cosmopolitan. Zeta kemudian menyambungkan ponselnya dengan bluetooth speaker dan lantunan musik-musik instrumental mulai terdengar jelas.

Melihat ke sekeliling kamar sekali lagi, Zeta memastikan tidak ada detail terlewat. Aromaterapi sudah terbakar, musik sudah menyala, sprei tempat tidur sudah diganti dan lampu kamar telah dibuat redup berkat lampu kecil yang terpasang di kedua sisi tempat tidur.

Sekarang kecemasan dan kegelisahan Zeta kembali bertandang.

Mbak Zeta tahu kelinci kan? Mulutnya kecil. Nah, coba kerutkan bibir dan mulai bernapas dengan mulut.

Ucapan Carlo tiba-tiba terlintas di ingatannya. Saran Carlo ketika dalam salah satu sesi pilates, Zeta terlihat terengah-engah dan mulai kehabisan napas. Sama seperti kondisinya saat ini.

Setelah mempraktekkan apa yang disarankan Carlo, Zeta mulai tenang. Ia menuju cermin besar yang menempel dengan lemari bajunya. Bersiap untuk langkah terakhir yang akan dilakukannya malam ini seorang diri.

Di depan cermin, Zeta menutup kedua matanya lalu menarik napas kemudian menghembuskannya perlahan. Ia mengulang aktivitas tersebut beberapa kali, sampai akhirnya membuka matanya kembali.

Zeta melihat tepat ke arah cermin. Lingkar pinggang dan pahanya jelas sekali lebih kecil dibandingkan dua bulan yang lalu. Perutnya pun terlihat rata. Zeta memutar badannya untuk bisa melihat efek pilates, joging dan makan teratur yang dipraktekkannya sejauh ini.

Setelah puas, ia memegang pinggangnya dan meraih ujung dari tali kimono.

"Biar gue yang buka."

Zeta menengok ke arah sumber suara dan melihat Riga sudah berdiri di pintu kamar.

"Biarkan gue yang buka ya," pinta Riga sekali lagi. Ia mendekati Zeta dan berdiri tepat di belakangnya. Menatap lurus ke cermin, Riga mengambil tali kimono Zeta dan melepaskan simpulnya.

Kimono sutra berwarna ungu itu terjatuh ke lantai.

Riga memeluk Zeta dari belakang dan berbisik pelan, "Terima kasih untuk malam yang akan kita lalui."

Zeta membiarkan dirinya terbuai dalam pelukan Riga. Ia tahu malam ini akan berjalan sangat panjang.

***

Coba tolong dong tinggalkan komentar, jangan senyum-senyum sendiri begitu yaa ^^

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Coba tolong dong tinggalkan komentar, jangan senyum-senyum sendiri begitu yaa ^^

Pisah Boleh Cerai Jangan [TAMAT]Where stories live. Discover now