Part 11

5.3K 380 1
                                    

Celmo yang hendak membuka pintu kamarnya terhenti sesaat. Ia terus memperhatikan plester bermotif Stitch yang lucu itu dan juga sapu tangannya. Ia berpikir cukup lama, lalu menghela napas dan memasukkan sapu tangan berwarna biru dongker itu di saku celananya.

Celmo langsung menyerahkan plester tadi ke Dimmy yang habis mandi. Dimmy menatap Celmo dengan tajam, lalu tatapannya beralih ke plester yang ia pegang. "Dari Mackenzee. Dia bilang lo harus cepet-cepet obatin lukanya, biar gak infeksi. Obat merahnya ada di meja belajar gue kalo lo butuh," jelas Celmo.

Dimmy menerima plester itu dengan ragu-ragu. Ia memandangnya sesaat, tiba-tiba pikirannya tertuju pada Zee. Apa gue tadi terlalu kasar sama dia? ucap Dimmy dalam hati. Ia kembali menatap Celmo, lalu melempar plester itu ke meja kecil di sebelah ranjangnya, sok tidak peduli. Ia berjalan ke arah cermin berukuran sedang yang tergantung dekat jendela dan berpura-pura mengelap rambutnya yang basah sehabis mandi, lalu menyisirnya. Celmo yang melihat itu berkata dengan jengkel menghadapi sikap cuek Dimmy. "Zee baik. Buktinya dia khawatir sama lo."

"Ya terus?" Dimmy ikut-ikutan jengkel.

Celmo hanya menatapnya dengan datar. "Lo gak usah mikir kalo gue suka sama dia. Nggak, Dim. Gue udah pernah bilang kan kalo gue gak mungkin suka sama cewek kayak dia? Dia bukan tipe gue. Lo tenang aja," tukas Celmo, setelah dia membaca apa yang ada di pikiran Dimmy. Dimmy menunduk, mencerna kata-kata Celmo. Terdengar meyakinkan.

Dimmy menatap Celmo agak lama, lalu mulai membuka mulutnya, "Lo janji kan sama gue? Jangan pernah deketin dia lagi."

Celmo terdiam beberapa saat sambil menggenggam dengan erat sapu tangan milik Dimmy yang ia kantongi, lalu mengangguk dengan yakin. 'Sorry Dim, gue bohong sama lo. Gue janji bakal dukung lo buat dia. Sorry gue gak bisa ngasih sapu tangan ini ke lo. Gue cuma gak mau kita berantem gara-gara ini, karena lo sahabat gue yang paling baik dan bisa nerima keadaan gue yang kayak gini.'


Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Celmo terus-menerus berpindah posisi tidur. Bahkan tadi ia sempat berpindah ke ranjang milik King yang kosong, karena yang punya ranjang masih dirawat di ruang kesehatan. Tetapi sekarang ia sudah kembali ke kasurnya lagi.

Celmo meraba-raba ke bawah bantalnya, lalu mengeluarkan sesuatu. Ya, sapu tangan itu. Ia tidak berniat sama sekali mengembalikan sapu tangan itu kepada Dimmy, entah mengapa.

Suasana kamar sudah gelap, hanya menyisakan sebuah lampu tidur di pojok ruangan yang sinarnya keremangan. Ray dan Dimmy juga sepertinya sudah terlelap, padahal besok hari Sabtu, anak-anak yang tidak ada ekskul besok libur. Mungkin mereka berdua lelah seharian kejar-kejaran.

Celmo mengangkat sapu tangan itu tinggi-tinggi, teringat perkataan Zee yang memintanya untuk mengembalikan sapu tangan itu kepada Dimmy, akan tetapi ia tidak melakukan apa yang sudah diamanatkan padanya. Ia mengepalkan tangannya, yang membuat sapu tangan itu ikut mengkerut. Entah mengapa ia terus-terusan merasa bersalah kepada Dimmy.

Mackenzee ... maaf, ujar Celmo dalah hati. Pikirannya melayang pada kejadian beberapa tahun yang lalu saat ia masih duduk di bangku SMP....


*Flashback On

"BOKAP GUE GAK GILA!!!" bentak anak berumur 13 tahun itu dengan penuh kemarahan. Teman-temannya yang sibuk mengejek malah menertawakannya.

"Liat, si Kecil sekarang udah berani ngebentak kita ... enaknya diapain nih?" koor seorang anak laki-laki yang tubuhnya lebih besar darinya. Anak itu memberi kode kepada kedua temannya, lalu menyeringai jahat saat kedua temannya itu melayangkan pukulan yang bertubi-tubi di sekujur tubuhnya. "Enak?" anak itu mendekati si Kecil, Celmo. Ia menarik paksa rambut Celmo kecil sambil tertawa jahat melihat wajahnya yang babak belur.

Achilleo AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang