Part 9

5K 389 1
                                    

Dimmy dan Zee berlari-larian menuju kamar asrama Dimmy, King, Ray, dan Celmo. Kekhawatiran nampak jelas tertera di wajah mereka berdua. Saat mereka sedang asyik-asyiknya berlari, ponsel Dimmy bergetar, pertanda ada telepon dari seseorang. Dimmy yang kebetulan sedang memegang ponselnya melirik sekilas dan membaca nama seseorang yang meneleponnya di saat-saat genting seperti ini. Ternyata Celmo. Dimmy berhenti tiba-tiba sembari menahan lengan Zee untuk berhenti juga.

"Aduuhh!! Kenapa sih?!" omel Zee karena ditahan secara tiba-tiba. Dimmy hanya meletakkan telunjuk kanannya di depan bibirnya, lalu mulai berbicara dengan Celmo lewat ponsel. Zee hanya memperhatikan. Firasatnya mulai memburuk.

"Halo, kenapa, Cel?" tanya Dimmy setelah ia mengatur napasnya yang sempat ngos-ngosan.

"Dim, lo di mana? Cepet pulang! Jangan urusin hukuman dulu!" terdengar suara Celmo di seberang sana. Dimmy merasa nada kepanikan di antara suara Celmo yang selalu terdengar seperti orang yang sedang mengomel.

"Ini lagi mau pulang. Ada apaan?" jawab Dimmy, kembali bertanya. Firasatnya makin buruk.

"Lo jangan banyak nanya, pokoknya pulang sekarang! Si Kingstone gawat parah nih! Gue sama Ray bingung harus apa. Pokoknya entar gue ceritain detailnya!"

Kedua mata Dimmy melebar. Benar dugaannya. Pasti King. "Oke, oke, gue lagi otw ini juga, tunggu bentar!" klik. Tuuut ... tuuutt ... sambungan terputus. Celmo langsung menutup teleponnya kala Dimmy mengatakan demikian. Dimmy menatap layar ponselnya sekilas, lalu memandang Zee yang terlihat penasaran. Tanpa ba-bi-bu lagi, Dimmy langsung menarik tangan gadis itu dan berlari menuju kamar asramanya.


"Eh? Kenapa lo bawa dia?" Ray langsung bertanya dengan wajah heran begitu melihat Dimmy yang membuka pintu kamar asrama mereka dengan keras sambil menggandeng tangan kiri Zee. Dimmy yang baru menyadari bahwa sedari tadi ia menggandeng tangan Zee langsung melepaskannya. Zee hanya diam tak peduli. Sementara Celmo hanya menatap mereka berdua dengan tatapan tajam miliknya.

"N-nggak ... dia..." Dimmy bingung harus menjawab apa. "Ah, udah deh! Si King kenapa?" Dimmy langsung meringsek masuk ke kamar asramanya sambil menghampiri ranjang King. Anak itu terbaring lemah sambil menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.

Zee yang melihat itu ikut-ikutan masuk ke dalam. Ia sempat melirik keempat ranjang yang ada di sana. Yang paling rapi dan bersprei biru muda dengan selimut biru dongker pasti milik Celmo. Yang bersprei putih dengan lambang tim sepak bola Real Madrid dan di atasnya penuh oleh ponsel, PSP, playstation, iPad, MP3 player, CD musik dan film, dan CD game, pasti milik Ray. Yang bersprei hitam dan selimutnya corak tartan (kotak-kotak) berwarna hitam putih, yang paling berantakan, pasti milik Dimmy. Bahkan selimutnya setengah terjatuh ke lantai. Sementara yang ditiduri King bersprei merah polos dengan selimut cokelat muda.

"Dia kenapa?" tanya Dimmy kepada Celmo yang duduk di pinggir ranjang King.

"Dia keliatan pucet banget sejak pulang tadi. Dia juga pulang telat. Pas nyampe langsung kayak gini, ditanya kenapa gak jawab. Dan ini..." Celmo menunjukkan sesuatu dari meja kecil yang memisahkan antara ranjang King dengan ranjangnya. Satu strip obat sakit kepala yang isinya berjumlah 8 butir tablet yang telah habis. Zee yang melihat itu langsung menutup mulutnya dengan sebelah tangan. Matanya terbelalak tak percaya. Obat itu adalah obat pemberiannya!

Dimmy meraih bekas obat itu, lalu melirik Zee sekilas. "Sebetulnya siapa sih yang ngasih obat itu ke King? Bego banget! King gak mungkin ke UKS, dia paling anti sama tempat kayak gitu. Gara-gara tu orang, King bisa—"

"Ray, udah diem!" Dimmy sedikit membentak Ray dan memotong ucapannya. Ray bungkam seketika. Raut wajahnya terlihat amat kesal, tetapi ia berusaha menahannya. Zee yang merasa tersindir hanya bisa diam. Dimmy beralih ke King. Perlahan, ia membuka selimut yang menutupi wajah King. Tak ada perlawanan. Terlihat wajah King yang benar-benar pucat dan matanya yang lebih merah dari biasanya. Ia hanya diam sambil menatap kosong. "King? Lo ... minum semua ini?" Dimmy bertanya hati-hati sambil menunjukkan bekas strip obat itu. King melirik sekilas, lalu mengalihkan pandangannya lagi. "Kingstone, seharusnya lo nggak—"

Achilleo AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang