7. Side A : Malam Pertama

1K 198 11
                                    

Pesta semalam, tidak seperti bayangan Karla. Mulanya, ia membayangkan dirinya akan tenggelam diantara ribuan tamu undangan yang hadir. Tamu yang sama sekali terasa asing baginya.

Nyatanya, perkiraannya meleset jauh.

Ketika konferensi pers diadakan, waktu dimana Sam dan Aileen menghilang, pihak Widjaja dan Hardja sama sekali belum menyebarkan undangan untuk para relasi mereka. Undangan awal dengan nama Aileen Hardja dan Samuel Widjaja.

Sebuah keberuntungan, mungkin saja.

Lalu, vendor pernikahan bergerak cepat. Mencetak undangan susulan dengan jumlah sangat terbatas. Ditujukan hanya kepada relasi terdekat kedua keluarga.

Kali ini, yang tercantum adalah nama Karla yang bersisian dengan nama Dimas Tjakra, tentu saja. Satu hal yang sungguh-sungguh mengganjal pikirannya. Dimas Tjakra tidak memperkenalkan satu orang pun bernama Tjakra kepadanya. Yang berdiri di pelaminan adalah Oesman Hardja bersama istrinya, bukan orang tua Dimas.

Bukankah ... itu terlihat dan terdengar sedikit aneh? Apakah Dimas yatim piatu? Apakah Dimas anak tunggal? Atau ... apakah Dimas adalah anak pungut Oesman Hardja? 

Laki-laki tua itu tersenyum sama lebarnya dengan Om Herawan. Jauh lebih lebar dari senyuman kedua pengantin.

Semua ini terasa janggal sejak awal. Karla belum punya waktu untuk menanyakan hal itu kepada Dimas. Karla hanya merasa sedang jetlag.

Yess, she's officially married to Dimas Tjakra, now.

Bagaimana dengan yang namanya malam pertama?

Jangan mimpi!

Tentu saja, tidak akan pernah ada yang namanya malam pertama. Seusai pesta, mereka menginap di hotel yang sama dengan tempat diadakannya resepsi. Sunday Sunset Hotel. Lagi-lagi, di kamar pengantin yang mulanya disediakan untuk Aileen dan Sam. Salah satu kamar dengan rate paling mahal per malamnya.

Namun, ada sesuatu yang mengganjal pikiran. Ketika berjalan menuju aisle, Karla seakan-akan melihat sosok Aileen di antara tamu undangan yang hadir. Perempuan manja itu, tidak mungkin Karla salah lihat. Aileen adalah sejenis perempuan dengan kecantikan di atas rata-rata. Meski tengah menyamar pun, Aileen akan mudah dikenali.

Mungkinkah ... mungkinkah Aileen akan melompat ke depan dan menghalangi pernikahan Dimas dan Karla karena sebenarnya Aileen dan Dimas saling mencintai?

Mungkinkah ... A

"Kamu tidak membersihkan diri?"

Karla seketika terlonjak dari lamunannya. Jantungnya berdentum-dentum memburu.

Ia pun bertingkah seakan-akan sedang sibuk mencari-cari sesuatu yang teramat penting bagi kehidupan segala jenis makhluk hidup di semesta raya. Padahal, yang sedang ia cari adalah semprotan merica dan alat penyengat listrik di dalam tas miliknya.

Dimas keluar dari kamar mandi. Lelaki itu sudah mengenakan kaus polos, dengan celana pendek sepanjang lutut. Ia mengeringkan rambut dengan sehelai handuk, sambil menatap Karla keheranan. "Apa itu?"

Dimas mendekat, membuat Karla cepat-cepat meraih semprotan merica. Ia bangkit, mengadang langkah lelaki itu dengan mengarahkan benda kecil yang sanggup membuat mata perih dan memerah, tepat di depan wajah Dimas.

"Semprotan merica?" Dahi Dimas berkerut. "Kamu pikir aku orang mesum?"

"Hanya untuk berjaga-jaga." Karla menyahut cepat.

"Berjaga-jaga dari apa?"

"Siapa yang bisa menjamin bahwa lo nggak punya pikiran buruk?"

"Pikiran buruk apa?" Alis Dimas terangkat. Ia lalu berdecak. "It's not funny, Karla. Singkirkan benda itu dari hadapanku." Tangan Dimas terulur.

"M-maju selangkah lagi, gue bakal ngebunuh lo." Karla semakin erat mencengkeram benda kecil tersebut. Seakan-akan, ia tengah menggenggam revolver. Dulu, Sam pernah mengajarinya menembak. Dan kali ini, Karla merasa sangat menyesal kenapa dulu ia hanya bermain-main saja ketika Sam dan Alex berniat mengajarinya sungguh-sungguh..

"Memangnya ... kamu yakin benda dengan wadah rapuh itu bisa membunuhku?" Dimas berbisik, melangkah perlahan. Kedua ujung kaki mereka kini nyaris tak berjarak.

"B-berhenti." Karla menahan napas. Aroma mint segar menguar dari tubuh lelaki itu. Bulir bening menetes dari helai-helai rambutnya yang tampak lembap. Dari jarak sedekat ini, Karla baru menyadari bahwa bola mata Dimas berwarna kecokelat-cokelatan.

"Ganti baju kamu. Pasti tidak akan nyaman tidur dengan kebaya," Dimas berkata cepat. Lelaki itu tiba-tiba membuang wajah, berjalan gegas menjauhi Karla. "Kamu bisa tidur di atas ranjang setelah berganti baju."

"Gue nggak mau tidur sama lo!" Karla memekik.

"Come on, Karla. Ini sudah malam. Jangan berteriak seperti anak kecil."

"Don't you dare ... "

"Aku tidak sedang mengajakmu tidur bersama, oke?" Dimas menghela napas. "Singkirkan gagasan mesum itu dari kepalamu."

Tidak. Tidak mungkin bisa. Hanya pria impoten dan gay saja yang sama sekali tidak bereaksi, ketika berada di dalam sebuah kamar terkunci, bersama dengan seorang perempuan cantik. Setidaknya, Karla lebih dari yakin bahwa dia termasuk dalam kategori perempuan cantik.

Karla belum sempat menjawab ketika Dimas justru merebahkan tubuhnya di sofa di sisi sebuah jendela kaca besar. Lelaki itu menutup mata dengan salah satu lengan yang ditumpukan di atas dahi. "Good night, Mrs. Tjakra."

Sinting

Tuan dan Nyonya Tjakra [ REPUBLISH ]Where stories live. Discover now