Buku 3: Si Lancang | Chapter 43

777 90 6
                                    

Alam fana seperti sebuah neraka, dosa tak terampuni bagi orang yang mencintai sangat dalam. - Prasasti


Sheng Lingyuan berkeliaran di sekitar distrik metropolitan Dongchuan untuk waktu yang lama. Dari alun-alun di depan hotel, dia berjalan kaki hingga mencapai sungai di dalam kota. Sore hari, perahu-perahu wisata di atas air seperti pangsit di dalam pot. Itu hampir seramai pelabuhan pengiriman, namun masih ada orang yang berkerumun di depan loket tiket. Di sepanjang pantai, sesekali ada musik dari pengamen dan band-band kecil. Angin malam mengangkat sehelai rambut di pelipis Sheng Lengyuan. Itu masih basah dengan bau teh susu.

Sheng Lingyuan duduk di bangku taman dan menatap ke seberang air di sisi lain, memberikan persetujuan diam-diamnya pada fotografer hipster muda yang memasukkannya sebagai bagian dari komposisi dalam fotografi malam mereka.

Memegang cokelat panas yang dia terima karena menjual senyumnya, dia mulai berpikir bahwa itu kesepakatan yang busuk. Benda ini lengket dan memualkan, dengan rasa manis yang luar biasa muncul dari rasa pahitnya, rasanya bahkan tidak sebagus 'air hitam' yang bergelembung. Namun dia tidak tahan untuk membuangnya. Satu teguk pada satu waktu, dia menghabiskan seluruh isi cangkir. Terlepas dari rasanya yang tragis, benda itu setidaknya mengenyangkan. Jika ini pada tahun-tahun kelaparan, itu bisa menyelamatkan sebuah kehidupan. Sebagian besar tahun-tahun masa kecilnya adalah tahun-tahun kelaparan, dia telah memenuhi rasa laparnya. Meski sudah lama bisa pergi tanpa makan, tetap saja dia tidak mau menyia-nyiakannya.

Pada pukul 19:30, beberapa titik lampu menyala, dan program khusus musim turis puncak Dongchuan akan segera dimulai. Itu adalah pertunjukan opera di atas air. Secara teknis, opera termasuk dalam "seni tradisional", tapi kakek tua tu bahkan lebih "tradisional" daripada tradisl itu sendiri. Apa yang disebut Divisi Bunga dan Divisi Elegan* terlalu trendi baginya. Jadi dia menatap kosong ke lengan baju lebar dan panjang para pemain, ditarik bernyanyi bersama dengan anak anak dalam estetika Barat——wajah tercengang di wajah mereka masih muda seperti biasa.

*Gaya opera dan Tiongkok abad ke-18.


Orang-orang muda itu memotret dengan kamera mereka dan mulai mengedit foto-foto Itu di tempat. Sementara itu, pikiran Sheng Lingyuan berkelana ke masa lalu saat dia mendengarkan lagu opera.

Dia baru ingat bahwa di seberang sungai inilah kepala suku tua menjemputnya tahun Itu.

Tiga ribu tahun yang lalu, sungai bagian dalam kota metropolis Dongchuan adalah batas suku Cenayang. Batu-batu di bawah dasar sungai penuh dengan mantra. Hutan lebat berjajar di sisi sungai, dan di dalamnya ada mantra sihir yang menyusup seperti kabut yang meresap. Tidak hanya manusia, tapi bahkan serangga dan binatang buas akan tinggal jauh dari sisi sungai. Banyak rumor mengerikan dan menakutkan tentang sungai ini beredar.

Namun hari ini, itu telah menjadi tempat kegaduhan.

Kepala suku tua itu memiliki hati yang baik. Setiap kali dia memikirkan kemalangan saudara-saudara mereka di ras Manusia, dia akan selalu menghela nafas dengan sedih karena aturan leluhur melarangnya untuk keluar dari pasifismenya dan menjadi penyelamat dunia. Jika Penatua melihat pemandangan hari ini, apa dia akan puas dengan kebahagiaan?

Atau akankah dia mengubah kepahitannya menjadi kegilaan seperti Aluojin?

Sheng Lingyuan duduk dalam pikirannya di tepi sungai sampai larut malam. Kegaduhan telah hilang saat lampu sungai berkurang. Dia berdiri dan membuang cangkirnya yang kosong ke tempat sampah di pinggir jalan, persis seperti yang dilakukan orang-orang biasa itu. Kemudian, dia mengikuti aroma mantra Cenayang yang dia tulis sendiri dan menghilang ke dalam malam.

Xiao Zheng tinggal di salah satu kamar di rumah sakit. Ketika lampu dimatikan, seorang perawat datang untuk memeriksanya dan jendela, lalu kemball untuk beristirahat. Hanya ada tik-tok halus dari jam yang tersisa dl ruangan itu. Setelah beberapa saat, ketika tidak ada lagi suara bahkan di lorong, Xiao Zheng tiba-tiba membuka matanya yang tidak lelah sedikit pun dan mengeluarkan sesuatu dari bawah bantalnya 'Mantra Cenayang' yang diberikan Xuan Ji padanya.

[BL] Lie Huo Jiao Chou (烈火澆愁) Oleh PriestWhere stories live. Discover now