✧ ✨ೃ༄New Life*ੈ✩🌤

92 14 0
                                    

Angin malam yang dingin semakin terasa saat jarum jam menunjukan pukul setengah sebelas malam ini. Wanita dengan perkiraan umur tiga puluh delapan tahunan itu sudah menguap beberapa kali di depan layar handphone nya, menunggu seseorang meneleponnya.

I hope you okay
Kabari mom besok ya, selamat malam.

Itulah kalimat terakhir yang ia ketik di layar ponselnya malam ini, kemudian ia menarik selimutnya sampai ke leher dan masuk ke alam mimpi.

✧ ೃ༄*ੈ✩

Sinar matahari pagi menyingsing lewat jendela kaca diruangan lantai tiga rumah sakit ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sinar matahari pagi menyingsing lewat jendela kaca diruangan lantai tiga rumah sakit ini. Ia menyipitkan matanya silau ditambah rasa nyeri dikepalanya yang tak kunjung reda. Dengan usahanya sendiri ia membenarkan posisinya menjadi duduk dan bersandar ke headboard rumah sakit yang ia yakini masih kalah nyaman dengan miliknya dulu. Tepatnya menebak-nebak.

Pasti seseorang membukanya.

Tebaknya saat melihat gorden yang bertugas sebagai penutup jendela itu justru terbuka dan membiarkan cahaya matahari masuk.

Ia memandangi sekeliling, dan sialnya tak ada satupun orang disana yang bisa ia mintai tolong untuk membawakan makanan, perut nya melilit saat ini.
Berusaha menahan lapar, gadis itu pun memandangi seseorang dibalik gorden sebagai pembatas yang mungkin lupa ditutup tadi malam.

Ia mencoba mengingat namanya seperti yang disebutkan dokter tadi malam.
Sial, tidak ada waktu untuk mengingat apapun perutnya sudah sangat lapar saat ini. Ia memandangi nakas disebelah kasur yang ia tempati, hanya ada air putih. Tak membutuhkan waktu lama ia meraih gelas itu dan menenggaknya habis.

Pagi hari ini seperti pagi pertama selama hidupnya, ia melamun mencoba menebak-nebak apa yang terjadi sebelumnya kepadanya-dan seseorang disebelahnya, dan mengapa bisa barengan?

Meletakan kembali gelasnya yang sudah kosong ke nakas. Alih-alih meletakan, kepalanya justru tak bisa diajak kompromi, terus berdenyut menghasilkan rasa nyeri yang semakin bertambah. Alhasil gelas yang tak berdosa itu yang seharusnya berada di nakas justru berada di lantai dengan bentuk yang sudah tak beraturan, ya sebut saja pecah.

"astaga!" pekik nya dengan suara yang sebisa mungkin ia keluarkan. Tanpa disadari itu kata pertama yang ia sebutkan hari ini.

Tak ingin merasa bersalah ia mencoba untuk turun dan memunguti pecahan kaca tersebut. Nasibnya baik, sesaat kemudian seorang perawat dan dokter memasuki ruangannya, maksudnya ruangannya dan ruangan pria di seberangnya.

"Mrs. [Name]! Apa yang terjadi?" tanya perawat khawatir.

"m-maafkan aku" jawab [Name] cepat.

EPIPHANY | lpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang