Merasa terancam, Aurel pun mundur. Dia tetap mempertahankan tatapan nyalangnya karena takut diserang jika ia menunjukkan rasa takutnya.

Bagaimana tidak takut? Mereka semua laki-laki, bahkan umurnya mencapai dua tahun di atasnya. Aurel yang hanya seorang gadis kecil lemah mana mampu melawan mereka.

"Oh, berani lu sama gua?!" Bocah laki-laki yang sebelumnya Aurel jambak itu maju, mendorong tubuh Aurel hingga keseimbangannya goyah dan terjatuh di tanah samping trotoar.

"Ahahahahaaa, digituin aja udah takut."

"Pergi kalian!" sentak Aurel dengan suara lantang. Tangan Aurel mengambil pasir di atas tanah yang ia duduki, lalu melemparkannya pada anak-anak nakal itu berkali-kali.

"Pergi! Nggak usah main main sini lagi!"

"Aduh mata gua sakit, Itik!" Aurel diseret, dia ikut dipukuli hingga wajahnya berdarah.

"Udah, Din. Udah, ntar Mamaknya dateng heh, ada motor lewat tadi."

"Cabut-cabut...," Anak-anak itu pergi dari sana.

"Uhuuukkk," Elvan terbatuk, lalu bangkit dan membersihkan pakaiannya yang kotor dengan cap kaki tiga.

Aurel ikut terbatuk, tetapi terlalu dibesar-besarkan, seolah ingin pamer pada Elvan jika ia sudah menolongnya.

Tangan Aurel terangkat, sangat ingin Elvan menariknya dan membantu gadis itu berdiri. Tetapi, Elvan malah pergi.

"HEEEEEHHH!" pekik Aurel duduk di trotoar, dia memutar setengah tubuhnya menatap punggung Elvan yang menjauh. "Udah aku tolongin, jahat banget kamu!"

Elvan berbalik. "Aku kan nggak pernah minta ditolongin, salah kamu sendiri yang suka ikut campur."

DASA (END)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum