02. Buat apa Menikah

2.4K 243 34
                                    


Apartemen dengan luas 30 meter persegi yang berisikan dua kamar tidur tertata cukup lapang. Zeta meniadakan meja makan dan meja bar stool di dekat dapur seperti saran pengembang di brosur apartemen. Zeta juga memilih tidak meletakkan sofa di depan TV, sehingga hanya ada karpet luas terbentang dari depan TV sampai dekat dapur. Akibatnya, semua aktivitas terpusat di depan TV.

"Ini kita nggak mau beli meja makan? Dua kursi saja untuk taruh di dekat dapur."

Riga baru saja mengambil makanan dari dapur dan bersiap duduk dengan posisi bersila di depan TV. Ada satu coffee table terletak tepat di depan rak TV yang memiliki banyak fungsi. Untuk tempat laptop saat harus kerja menggunakan meja, tempat meletakkan camilan-camilan saat movie night atau ya untuk tempat taruh piring dan gelas saat makan seperti sekarang.

"Sayang ah. Kita juga lebih sering makan di luar. Nanti jadi pajangan saja itu meja makan." Zeta menyusul duduk di sebelah Riga membawa makanannya sendiri.

"Sarapan dan makan siang memang jarang di rumah, tapi makan malam kan kita sering di rumah, Ta."

"Lo tahu nggak harga meja makan berapa?"

"Susah amat pertanyaannya."

Zeta mengambil ponselnya, lalu mengetik di mesin pencari. "Nih coba lo lihat," Zeta menyodorkan ponselnya agar Riga bisa melihat apa yang dicarinya baru saja. "Meja makan dua kursi di IKEA harganya hampir satu juta. Mana nggak bagus lagi modelnya, nggak matching sama desain apartemen. Yang lumayan bagus, harganya hampir tiga juta. Gila kali meja makan saja segitu. Tiga juta tuh bisa buat makan siang di mall setiap hari selama sebulan."

"Gue nggak sangka lo perhitungan banget."

"Harus. Mending uangnya kita pakai buat beli perabotan untuk rumah baru nanti. KPR sudah disetujui nih, akhirnya."

"Eh, yang benar?"

"Beneran. Martha kasih tahu gue tadi, akhirnya KPR kita approve juga. Nggak sia-sia kita gabungin tabungan untuk DP dan slip gaji, jadi bisa dapat tenor yang cukup lama dengan kredit besar."

"Wah, harus kita traktir nih teman lo."

"Ya, nanti gue ajak Martha sama Ben ketemuan," balas Zeta menyebutkan nama suami Martha sekaligus. Entah ada apa dengan pasangan menikah, kalau mengundang satu pasti pasangannya ikut datang. Seperti ada aturan tidak tertulis saja datangnya harus satu paket.

"Ngomong-ngomong, dia nggak curiga?"

Zeta beralih dari mengamati harga meja makan di IKEA melalui ponsel, ke arah Riga. "Curiga apa?"

"Pernikahan kita."

"Kayaknya nggak," balas Zeta cuek, melanjutkan kegiatan makannya yang terhenti sebelumnya.

"Dia kan instingnya tajam banget dari dulu. Nggak heran sekarang kerjaannya lancar banget di Bank. Pasti canggih dia mengendus mana kreditur yang lancar mana yang berpotensi macet."

Zeta ketawa. Riga memang cukup mengenal teman-temannya dengan baik. Hampir dua puluh tahun mengenal satu sama lain tentu sekaligus teman-teman masing-masing pasti berperan membuat Zeta dan Riga sudah saling tahu satu sama lain.

"Nggak curiga dia. Dia malah komentar harusnya kita bisa ambil rumah yang lebih gede saja sekalian. Kayaknya kalau sudah masalah cuan, insting dia yang lain mati. Teman-teman lo sendiri gimana kemarin pas reuni? Ada yang curiga?"

"Mana ada," balas Riga cepat. "Lo kan tahu tuh anak-anak sumbu pendek kayak gimana cara pikirnya. Mana banyak yang belum nikah, jadi pada curiga kalau lo itu gue sirep."

Pisah Boleh Cerai Jangan [TAMAT]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora