06

4 3 0
                                    

The Story Behind The Story

PART 6

Setelah kesadaran ku kembali sempurna, ku edarkan pandangan ke sekeliling. Ternyata matahari telah condong ke barat. Selama itukah aku tidak sadarkan diri? Reynal yang melihat ekspresi ku mengerti, lalu menjawab.

“Kamu sudah nggak sadarkan diri sepenjang hari. Tadi kamu pingsan, kemudian kamu malah langsung berdiri dan nunjuk-nunjuk ke kamarmu. Hampir copot jantungku karena kaget.”

“Yakin karena kaget?” tanyaku meledeknya. Aku yakin dia sangat ketakutan saat itu. Dia 'kan penakut.

“Aish, dengerin dulu,” ujarnya geram karena aku memotong ceritanya.

Ku anggukan kepala dan dia mulai menyambung ceritanya.

“Lalu, kamu bilang, ‘baca, baca, baca,’ setelah itu kamu pingsan lagi. Sudah ku siram pake air, kamu nggak bangun juga. Ya sudah ku biarkan saja.”

“Pantes bajuku lembab. Terus kenapa kamu tadi nabok pipiku?”

“Karena kamu ngigo, teriak-teriak nggak jelas. Ya ku tabok, biar sadar, biar setannya keluar,” jawabannya dengan sedikit terkekeh di ujung kalimatnya.

“Emangnya kamu kira aku kerasukan?”

“Lah iya, kamu tuh kerasukan arwahnya Bryan. Mungkin karena kamu dulu durhaka sama dia. Kamu 'kan bawel, cerewet, suka bikin kesel.”

“Enak aja.”

Namun ku teringat sesuatu setelah mendengar cerita Reynal tadi. Dia mengatakan bahwa aku menunjuk ke kamar dan mengatakan baca bukan? Langsung ku berlari ke kamar menghiraukan teriak Reynal memanggil-manggil namaku karena tiba-tiba berlari setelah pingsan sepanjang hari.

“Woi! Kamu kerasukan lagi?” teriaknya, kerasukan lagi? Enak saja tuh mulut.

Sampai di kamar ku cari koper dan mengambil sesuatu dari sana dan membawanya ke Reynal.

“Map apaan nih?”

“Ini ku ambil dari kamar ayah yang ada di rumah bibi. Sebenarnya aku udah pernah ketemu sama arwahnya Bryan tapi dalam mimpi. Waktu itu wajahnya tidak terlihat begitu jelas karena gelap. Dan lagi pula, itu hanya mimpi 'kan,” Reynal mendengarkan ceritaku dengan seksama tanpa ada niatan untuk memotong sedikitpun.

“Di mimpi itu dia meminta tolong padaku.”

“Tolong apa?” tanya Reynal penasaran.

“Keadilan, dia memintaku untuk memberinya keadilan dan kemudian menunjuk ke arah laci meja kerja ayah dan menyuruhku membaca map yang ada di dalamnya. Belum selesai aku membaca, aku keburu bangun. Pas bangun, ku cek lacinya dan benar saja, aku menemukan ini.”

“Coba ku baca,” Reynal mengulur tangannya mengambil map di tanganku.

Dia membaca lembar-lembar kertas di dalamnya dengan sangat teliti. Aku beringsut dan duduk di sebelahnya. Ikut membaca apa yang ada di dalam map itu.

“Ini berita tentang kebakaran di rumahku bukan?”

“Ya, ini rumahmu. Kebakaran ini terjadi 20 tahun yang lalu.”

Semua huruf dan kata di Koran telah kami baca. Sekarang tinggal catatan ayah. Aku merasa sedikit enggan, karena itu catatan ayahku.

“Haruskah kita juga membaca ini?”

“Tentu saja, kamu ingin memberikan keadilan untuk kakakmu bukan?”

Aku hanya bisa mengangguk untuk itu. Melihat itu, Reynal melanjutkan aktivitasnya. Kami tidak menemukan sesuatu yang aneh dari catatan itu. Itu hanya catatan tentang perubahan ayah yang terancam bangkrut 20 tahun yang lalu.

The Story Behind The StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang