02

6 4 0
                                    

The Story Behind The Story

Part 2

Sebuah kesalahan besar dengan mengganti genre, itu lebih membuatku semakin buntu. Tapi anehnya mulutku bergerak sendiri, seperti ada yang menggerakannya.

Okey, aku terlalu melebih-lebihkannya.

Aku kembali melanjutkan  film horor yang sempat kuhentikan tadi, sebenarnya aku sangat tidak yakin melakukan ini, tapi demi keselamatan hidupku dari ocehan Reynal. Aku harus melakukannya.

”Shit.” Aku langsung berteriak panik saat melihat ada makluk aneh yang mendadak muncul di benda segiempat itu, maksudku televisi. Aku memang sangat lebay dalam hal ini.

Aku mencoba mengatur napasku, dan tiba-tiba suara di benda segiempat itu argh maksudku televisi semakin besar padahal aku tidak menyentuh remote controlnya sama sekali.

Rasa panikku semakin memuncak, badanku merinding seketika dan jangan ditanya kakiku sangat gemetaran, help.

Aku langsung memukul televisinya dengan kursi, tidak peduli kalau benda segiempat itu rusak, lebih baik lagi kalau rusak.

”It’s not helping me, shit!”

Aku menghela napasku pelan sembari sesekali mengigit kuku tanganku. Keluar zona nyaman apanya? Buru-buru buat cerita horror, ngelihat setan aja mungkin aku sudah mati di tempat duluan.

Tapi anehnya, kenapa otakku sangat mendukung genre ini, padahal dulu otak ini nggak mau menyentuh genre ini.

Aku kembali menatap layar yang ada di hadapanku sambil sesekali menguap, setelah tiga hari tiga malam aku bergadang, akhirnya untuk hari ini aku berhasil melanjutkan ceritaku. Walau hanya beberapa kata saja, kinda pround of myself.

Untuk lebih mendapatkan feel dalam menulis, aku lebih memilih untuk menulis di ruangan yang gelap-gelap, itulah alasan kenapa Racel selalu memarahiku, katanya aku terlalu memaksakkan diri.

Tapi untuk kali ini tidak, setelah kejadian tadi itu cukup membuatku sangat takut. Bahkan bulu-bulu di tanganku masih berdiri sampai sekarang.

”Holy shit!”Aku mengumpat kaget, saat mendengar salah satu gelas kesayanganku jatuh dari ketinggian 1 meter.

”Huft, rip my glass.”Aku berjongkok sembari merapikan beberapa pecahan gelas. “Bagaimana kau bisa jatuh dari atas ini?” Karena malas berpikir, aku langsung saja membereskannya dan melanjutkan pekerjaanku sebelum Reynal kampret itu kembali menagi ceritaku bak renternir.

Tepat setelah aku menyebut namanya, ponselku langsung berdering. Dan yap sudah bisa kalian tebak siapa yang menelepon.

”Rey, I told you million time, don’t call me when I—“

”Open the door.”

”What?”

”Just open the damn door, I bought you some food.”Aku terdiam sejenak masih berusaha mencerna apa yang terjadi, dan sedetik kemudian aku baru menangkap apa yang dikatakan Reynal.

Dengan langkah pelan aku membuka pintu rumahku dan membiarkan Reynal masuk, suatu kejadian langka Reynal aka my editor came to my house and bring bunch of food.

“Apa yang membuat kamu datang ke sini?” Aku kembali mendudukan diriku di depan layar laptop.

“Hanya ingin melihat perkembanganmu, seperti dengan bergantinya genre itu cukup membantu, huh.”

”Yeah, a bit.”

“Bi, lampu kamu kenapa, ‘sih? I mean look lampumu gak berhenti berkedap-kedip itu membuatku cukup merinding.” Reynal berdigik ngeri sembari memeluk dirinya sendiri.

“Mungkin lampunya lagi gabut.“

“Lampu mana bisa gabut ogeb.“ Reynal langsung memukul kepalaku yang sangat berharga ini.

“Rey! Jangan pukul kepala berharga aku dong, nanti aku nggak bisa namatin naskah baru tau rasa.” Aku mengerucutkan bibirku sambil mengacungkan jari tengahku ke arahnya.

Terdengar helaan napas dari mulutnya, Reynal menjatuhkan dirinya di atas kasurku, dia emang begitu nggak ada akhlaknya untung dia editorku kalau nggak udah kutendang ke planet pluto dia.

“Hey, apa foto itu emang ada di sana atau aku baru saja melihatnya.” Reynal menunjuk salah foto yang berada di bagian pojok.

Aku kembali memutar badanku dan mengikuti arah telunjuk Reynal, ”I ... I don’t think so.”

Crangg

”Holy moly.”Aku kembali mengumpat saat salah satu bingkai fotoku terjatuh di sana ada aku dan kakakku—Bryan, he died ten years ago.

”It’s weird.”

“Apanya? Itu hanya foto, maybe ada angin ....”

”No, it’s not making sense.”

”What are you talking about.” Reynal bangkit dari tidurnya dan mendudukan dirinya berhadapan denganku.

”I dunno ... first the lamp, second the glass and last the photo ....”

”I dont understand.”

“Aku tau, semenjak tadi pagi aku memutuskan untuk menulis genre horor banyak hal aneh yang terjadi. Awalnya aku mengira hanya kebetulan saja tapi semakin lama itu menjadi tidak masuk akal, I know it’s insane ... bagaimana kalau itu hantu?” Aku berteriak panik kalang kabut.

”Do you believe that shit?”

”Who knows, maybe they want to help me.”

“Atau ... mereka mau menganggumu.” Reynal langsung tersenyum kayak setan, keknya Reynal ini kembaran setan deh. Soalnya mirip banget.

Aku memutar mataku malas dan kembali melanjutkan aktifitasku, sebelum otakku ini kembali buntu.

TBC

°sherly (shstyles) shstyles_

The Story Behind The StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang