BAB 5: MENYUSURI WAKTU

36 8 2
                                    

Terkesan murah, tapi percayalah setiap usaha kita akan ada ganjaran yang menanti.

***

Tak selamanya hidup akan bahagia, ada kalanya kita menyerah tanpa berjuang terlebih dahulu. Di sinilah Tulus berada, di sebuah tempat yang lumayan menjadi icon di negara ini. Dengan perasaannya yang ngambang, pria itu terus menatap kolam yang berisikan berbagai macam ikan di dalam.

Seperti yang sudah ia ketahui sebelumnya, ada banyak hal yang ingin ia sampaikan kepada wanita yang sekarang sedang menghindarinya secara terang-terangan tanpa alasan yang jelas, tetapi ia tahu penyebabnya.

Pria itu sedang menunggu sahabatnya sedari dari. Siapa lagi kalau bukan Fian orangnya. Mengetahui pria itu datang ke negara ini untuk mengantar Echa bertemu Aini, ia mengambil kesempatan untuk berjumpa dan memintanya sebuah pendapat. Sekarang, tak ada lagi sebuah perasaan yang ia tunggu sampai kapan pun. Semuanya telah pergi bersama apa yang sudah dilakukannya.

"Kok lama, apa mungkin Fian nggak jadi dateng?"

"Mungkin ada urusan lain. Gue tunggu aja sebentar lagi."

"Tapi, kenapa perasaan gue nggak enak ya?"

Tulus mengusir perasaan buruknya itu. Ia hanya ingin Fian cepat datang dan bertemu dengannya. Tak berselang lama orang yang ditunggunya pun tiba. Pria itu tidak datang sendirian melainkan bersama Echa tentunya.

"Gue kira lo bukan dateng ke sini. Kalau gue tahu mungkin kita terbang bareng ke  sininya," kata Fian yang menjabat tangan Tulus.

"Acaranya ngedadak banget. Ini gue aja buru- buru datengnya ke sini. Mana sempet ngabarin lo."

"Iya juga sih." Fian mengangguk paham.

Echa yang sejak tadi memperhatikan, langsung bertanya kepada Tulus kenapa menyuruh mereka untuk menemuinya. Wanita itu sebenarnya sudah tahu, hanya saja ingin tahu dari perspektif pria itu sendiri.

"Kenapa ngajak kita ke sini, kak?" tanya Echa. Namun, pria itu tak menjawab.

Tulus memimpin di depan, saat ini mereka berada di taman kota yang sangat ramai pada malam ini. Pria itu mengembuskan napasnya kasar, setelah sampai di salah satu tempat favorit banyak orang, ketiganya memutuskan untuk duduk di kursi yang telah disediakan.

"Lo ngapain ngajak kita ketemuan di sini?" tanya Fian.

Tulus menatap pria itu, kemudian diam. "Gue mau tanya sama lo."

"Apa?" Fian mengernyit bingung.

"Berengsek nggak sih gue mainin perasaan Aini?"

Pertanyaan itu membuat Echa menatap Tulus. Wanita itu memejamkan matanya kemudian meyakinkan dirinya untuk ikut bicara dalam hal ini. Ia tidak mau sahabatnya terus menerus merasakan sakit hanya karena perbuatan Tulus yang di luar kendali dirinya sendiri.

"Kalau boleh jujur antara iya sama nggak, Kak," ucap Echa.

Tulus beralih menatap wanita itu. "Alasannya?"

"Karena kamu nggak bisa nolak permintaan mama kamu, kan? Di sisi lain juga kamu nggak bisa memilih 2 pilihan sekaligus. Nanti salah seorang dari mereka nggak bakal nerima dan ujung-ujungnya nahan sakit juga."

Setulus Cinta Aini 2जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें