BAB 3: SETELAH KAU PERGI?

44 9 7
                                    

Maaf, bukannya aku melupakan. Namun, takdir Allah yang menentukan.
—Tulus Putra Bagaskara

***

DALAM temaramnya cahaya lampu jalan. Aini berjalan seorang diri mengusir rasa sakit yang bersemayam di dalam hatinya. Ia menghela napas panjang kemudian mengembuskannya kasar.

Aini rasa, saat ini tidak ada gunanya lagi untuk menunggu, jika seseorang itu ternyata sudah pergi bersama orang lain. Lalu, untuk apa ia bersedih? Harusnya ia bisa menerima itu dengan kelapangan hatinya, bukan terus merusak diri sendiri dengan kesedihan yang tidak berkesudahan.

Hanya ada kesunyian yang menemani langkahnya dalam kegelapan malam. Aini berhenti berjalan, ketika netranya tidak sengaja menemukan seseorang yang tengah menatapnya.

"Ya Allah, kenapa pertemukan hamba dengannya lagi?"

"Ini tidak seharusnya terjadi."

Wanita itu memutar dan berjalan dengan cepat. Niat hati ingin mencari angin, ia malah di hadapkan oleh masalah besar.

"Tenang Aini, tenang." Wanita itu berjalan normal lagi. "Apes banget hari ini," katanya frustrasi.

"Jangan sampai dia kejar aku."

Hati wanita itu sangat tidak karuan. Harus pergi ke mana lagi ia sekarang? Kakinya sudah lelah dan ia butuh istirahat sebentar. Langkahnya makin tak beraturan. Sebenarnya tujuan wanita itu ingin ke mana sih?

Mata Aini berbinar. Ia mempunyai alibi untuk menghindari manusia yang telah kembali tetapi malah menyakiti. "Bagas!" panggilnya.

Kontan pria itu menoleh dan menatap ke arah Aini. Ia melambaikan tangannya dan tersenyum. Setelah Aini sampai di sebuah tongkrongan, ia langsung menghampiri Bagas dan bisa bernapas lega.

Kening pria itu mengernyit. "Kenapa? Kok kayak abis dikejar hantu?" tanya Bagas bingung.

Aini mencoba menutupi. "Nggak kok. Kebetulan lewat sini, eh ketemu kamu. Boleh gabung, kan?" Wanita itu berbohong.

"Boleh, apa sih yang nggak boleh buat kamu."

Aini tersenyum. Bagas memang sangat baik, dan ia bisa diandalkan dalam hal apa pun. Tidak kalah tampan dengan Tulus. Bahkan tidak kalah pintar dari pria itu juga.

"Makasih banyak."

Aini membalikkan tubuhnya. Ia sekilas melihat Tulus yang sedang menatapnya dari kejauhan. Wanita itu terpaksa menghindar, karena ia tidak ingin dicap menjadi perusak hubungan orang. Tulus hanya masa lalunya dan ia harus mencari masa depannya.

"Kita duduk di situ, yuk?" ajak Bagas. Aini mengangguk dan berjalan mengikuti Bagas di belakangnya. "Kamu lagi ada masalah ya?" tanya pria itu ketika mendaratkan bokongnya di kursi. Aini menggeleng cepat.

"Anggika yang bilang sama aku. Kamu sehabis pulang dari kampus nangis katanya. Ada apa, Aini?" Bagas masih berusaha membujuk wanita itu untuk menceritakan semuanya.

"Bukannya kamu baru aja ketemu Dokter Tulus, ya? Kok malah sedih, harusnya senang dong?"

Bagas merasakan perubahan raut wajah Aini. Ia merasa bersalah telah menanyai wanita itu dengan beberapa pertanyaannya. "Sorry, didn't mean to make you sad. At least if you tell me, who knows your heart will calm down," ucap Bagas.

Setulus Cinta Aini 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang