9

5.9K 176 11
                                    

Meski telah kuputus sambungan video call tadi, Mas Wisnu tak menyerah sampai di situ saja. Puluhan panggilan berikutnya terus berdatangan tanpa lelah. Tangisan ini kian menganak sungai bagaikan hujan lebat di penghujung bulan September. Sesak dada ini bagai ditimpa oleh beban berpuluh kilogram. Betapa sulit untuk terdefinisikan. Satu sisi aku begitu mencintai Mas Wisnu, tetapi di sisi lain sebisa mungkin kami harus saling menjauh agar tak terjadi konflik antara aku dan duo betina iblis. Sudah cukup dalam luka yang mereka cipta. Tak kuat batin ini jika didera siksa tanpa kepastian akhir bahagia. 

Beberapa pesan dari nomor baru milik Mas Wisnu pun menyerbu kotak masuk WhatsApp. Tak lagi kuhirau. Namun, meski mencoba untuk tak acuh, tetap saja hati ini mendesak agar menerima cinta dari lelaki baik hati itu. Tuhan, apa yang harus kulakukan? Keputusan tepat seperti apa yang harus diambil ketika dalam situasi pelik macam begini?

Sekilas kuintip salah satu pesan Mas Wisnu yang dapat terbaca dari jendela notifikasi. Kata-kata itu begitu menyentuh relung hati, membuat pertahanan ambruk seketika. 

[Izinkan Mas untuk membahagiakanmu, Dek. Kita terlanjur jauh melangkah.]

Tertegun diri ini sejenak. Jiwa yang semula dingin membeku akibat perilaku kejam berpuluh tahun lamanya, seketika leleh tersentuh selaksa tutur yang terlontar dari dia yang kudamba. Hangat peluknya pun melekat di ingatan, begitu erat seakan tak mau lepas barang sedetik. Entah bagaimana, tiba-tiba seolah bermain irama nada cinta yang begitu romantis sekaligus menyayat hati, terdengar di kedua kuping. Aku menyerah. Mas Wisnu sempurna membuat benteng ini luluh bertekuk lutut minta ampun.

Panggilan video masuk lagi untuk kesekian puluh kalinya. Kuhapus jejak air mata di pipi. Perlahan, kuatur napas yang semula terengah akibat guguan pilu. 

“Halo?” Sekuat tenaga aku menyiapkan diri mengucap kata-kata yang begitu berat untuk diungkap.

“Dek....” Air mata Mas Wisnu berlinang. Jelas, dia bukan lelaki cengeng. Dia bukan banci yang takut istri lalu mudah membuang air mata sia-sia. Mas Wisnu hanya sedang mengungkapkan begitu dia serius akan apa yang telah diucapnya.

“I-iya, Mas. Aku... A-ku mau mendampingimu.” Bibir ini bergetar. Ucapan barusan adalah hal paling jujur yang keluar dari dalamnya palung hati. Sungguh-sungguh aku tak ingkar jika diri ini begitu menginginkan sosok penyayangnya. 

“Kita akan menikah, Dek. Mas akan usahakan semuanya. Kamu sabar dulu, ya? Berikan alamatmu saat ini. Mas akan segera ke sana saat situasi mulai aman.” Mas Wisnu menyeka krisrtal yang jatuh dari pelupuknya. Lelaki itu kini kembali tegar dengan suara yang mulai normal. 

Aku hanya dapat mengangguk kecil sembari tersenyum. Andaikan dia ada di sini, sudah barang tentu tubuhnya kulekap tanpa mau dilepas. Hanya membayangkan saja, jiwa ini terasa begitu tenang dan damai. Mas Wisnu, apakah memang kau adalah jodoh yang telah Tuhan siapkan untukku? 

***

Kujalani hari-hari baru dengan penuh semangat yang sebelumnya tak pernah dirasakan. Nyala gairah hidup bagaikan obor abadi yang tak kunjung padam, meski embusan angin bertiup dengan kencang. Hasrat untuk maju begitu kental dalam tiap kali diri bernapas. Dalam hati, telah kutekadkan untuk bahagia tanpa ada satu pun yang mampu menghalangi.

Tak terduga, semenjak pindah mengekost, usaha yang kurintis malah semakin lancar dan laris manis. Omset penjualan semakin meningkat dan aku memberanikan diri untuk menyetok barang dari supplier dalam jumlah lebih banyak. Kamar kost sampai bertambah fungsi, selain menjadi tempat beristirahat, juga turut kusulap sebagai ‘gudang’ stok gamis dan sepatu. Ratusan pieces gamis dan kerudung ludes hanya dalam waktu tiga hari. Pesanan sepatu yang semula hanya dua sampai lima buah per minggu, kini menjadi sepuluh pasang hanya dalam sehari. Luar biasa! Apa jangan-jangan, kesialan hidup yang selama ini sering merundung adalah buah dari kebersamaan dengan Ibu dan Mbak Mel? Entahlah, tapi yang pasti, saat kami berjauhan hidupku malah lebih bahagia dan sukses dari pada sebelumnya.

Maaf Kurebut Suamimu, MbakWhere stories live. Discover now