Mr. Greenny melihat penampilan mereka bertiga dari bawah hingga atas untuk sekali lagi.

“Aku pikir kalian harus mengganti pakaian. Maaf harus mengatakannya, namun pakaian kalian terlihat kacau, terkhusus kau...,” Mr. Greenny memicingkan mata ke arah Ahera, mencoba mengingat-ingat nama gadis yang sedang ia tunjuk.

“Ahera,” sambung Ahera sendiri.

“Ya, kau Ahera. Normalnya para perempuan, muda atau tua memakai gaun. Dan hanya kesatria atau memang prajurit yang dapat memakai celana,” jelas Mr. Greenny.

“Tapi aku bukan kesatria atau prajurit dari mana pun Mr. Greenny,” Ahera meyakinkan.

“Iya aku tahu, wajahmu tidak berbohong. Kalau begitu kita akan turun di rumahku dahulu.”

“Untuk?” tanya Owain.

“Kalian tidak mungkin akan ke pusat kota malam-malam begini dengan pakaian yang kacau, walaupun ini belum tengah malam,” jelas Mr. Greenny.

“Mr. Greenny, kenapa kau membantu kami?” tanya Ahera meragukan.

“Aku tahu kalian remaja yang baik, bukan seorang penjahat apa lagi pembunuh.”

⁽⁽ଘ( ˊᵕˋ )ଓ⁾⁾

Setelah lima belas menit perjalanan meggunakan kereta kuda, mereka sampai di depan rumah Mr. Greenny.

Tampilan rumahnya terlihat nyaman, dengan tanaman Alamanda yang sudah tumbuh beberapa bunga berwarna kuning merambat di atas jendela depan rumahnya. Serta pintu kayunya yang berwarna putih gading terlihat melengkapi, dua lentera menghiasi sisi kanan dan kiri pintu.

“Rumah yang indah Mr. Greenny,” puji Gyldres yang berjalan di belakang Mr. Greenny. Sementara itu Ahera dan Owain berjalan beriringan di belakang Gyldres, mereka berbisik.

“Kau benar Ahera, ada bagusnya mengajak Gyldres. Dia pandai mengolah topik,” bisik Owain.

“Ya, dia patut sedikit di banggakan,” balas Ahera yang juga sama-sama berbisik.

Mr. Greenny membuka kenop pintu rumahnya, melepas topi trilby coklat tua miliknya dan menggantungkannya di gantungan topi kayu miliknya. Berjalan masuk lebih dalam, dua orang anak laki-laki dan perempuan menyapa Mr. Greenny.

“Ayah!” putri kecil Mr. Greenny berlari ke arahnya, ia melambungkan tubuh putrinya itu dan mencium kening putri kecilnya. Satu lagi, putranya mendekati dan menanyakan bagaimana hari ini.

“Hai, Ayah, bagaimana hari ini?” tanya putra Mr. Greenny.

“Ya, agak menjengkelkan,” Mr. Greenny tersenyum mengejek, lalu ia menurunkan tubuh putrinya yang masih ia gendong.

“Ayah, siapa mereka?” tanya putri Mr. Greenny.

“Ah, iya. Aku harus mengantarkan mereka ke pusat kota, di mana Bibi Samantha?” tanya Mr. Greenny kepada kedua anaknya.

“Dia sedang memasak,” jawab putranya.

“Itu kau Greenny?” tanya sekaligus teriakan perempuan dari lokasi yang lebih ke dalam lagi.

“Ya, ini aku!” sahut Mr. Greenny.

Seorang perempuan dengan wajah yang keriput gaun—pakaian normal perempuan kala itu keluar dari dapur dan menemui Mr. Greenny.

“Oh! Greenny, syukurlah kau sudah pulang, sekarang aku bisa pulang ke rumahku sendiri,” ujarnya sambil berjalan ke arah Mr. Greenny. “Sebentar, siapa mereka?” tanyanya.

“Mereka... mereka ingin ke pusat kota, jadi aku akan mengantarkan mereka,” jawab Mr. Greenny. “Namun bisakah kau pilihkan satu gaun milik Amelie? Perempuan itu harus mengganti bajunya,” jelas Mr. Greenny.

Vent et PassèWhere stories live. Discover now