Arvendon

29 5 1
                                    

Perahu sudah berhenti di salah satu dermaga. Semua orang yang ada di dermaga masih sibuk berlalu lalang dengan sepeda dan keranjang besar. Aktivitas dan suara ramai yang hampir dipenuhi transaksi berupa ikan laut dari berbagai jenis, besar atau kecil dengan jenis uang koin perak terus terjadi.

Ahera, Owain, dan juga Gyldres turun dari perahu, menapakkan sepatu mereka di pasir yang berkerikil. Kecuali Gyldres, ia tidak memakai sepatu. Tidak ada satu pun orang yang memperhatikan mereka seperti orang asing, semua sibuk dengan aktivitas masing-masing.

“Di mana ini?” Owain bertanya-tanya.

Ahera menggeleng pelan, lalu ia mendekati salah satu penjual ikan.

“Permisi, apa kau tahu di mana arah pusat kota?” tanya Ahera.

Pria dewasa berusia tiga puluh dua itu menoleh ke sumber suara Ahera, melihat dari ujung sepatu hingga ujung rambut, kemudia mulutnya sedikit terbuka, perlahan alisnya mengerut. Melihat pakaian yang di pakai oleh Ahera saat ini, juga sebuah pedang dan alat memanah yang ia bawa.

"Nona, kau kesatria dari bangsawan mana?” pria itu balik bertanya.

Owain dan Gyldres yang sudah berdiri di samping Ahera mendengar pertanyaan itu, mereka berdua menolehkan kepala menghadap Ahera, sementara Ahera menoleh ke kanan dan kiri mengisyaratkan jika mereka berdua harus bersikap santai.

“Maaf, namun aku bukan kesatria dari bangsawan manapun,” ia tersenyum kecut.

“Tunggu sebentar. Apa yang di samping kanan dan kiri juga temanmu?”

Ahera mengangguk, “iya. Mereka teman dekatku.”

Pria itu langsung tergesa-gesa melayani satu pembeli yang membeli satu timbangan penuh dengan ikan. Setelah dua puluh koin di berikan, pria itu langsung memberisi dagangannya.

“Maaf jika kami menganggu. Aku dan temanku akan segera pergi,” lontar Ahera.

“Tidak, aku tidak terganggu,” pria itu mengusap peluh keringat di dahinya dengan lengan panjang warna putih lusuh miliknya.

“Tunggulah sebentar, aku akan mengantarmu ke pusat kota. Lagi pula sudah malam, aku ingin cepat-cepat pulang ke rumah dan istirahat,” jelasnya. Setelah semua selesai, ia memakai mantel coklat tua dan topi trilby miliknya.

⁽⁽ଘ( ˊᵕˋ )ଓ⁾⁾

Pria dewasa itu menghentikan salah satu kereta kuda kosong, memberikan sepuluh koin perak pada kusir yang memakai mantel, kemeja, dan topi jenis bowler miliknya. Semua berwarna hitam layaknya menghilang di kegelapan malam.

“Antar aku ke pusat kota,” ujarnya.

“Silah kan naik,” kata kusir itu.

Ia membuka pintu dan menyuruh Ahera, Owain, dan Gyldres naik terlebih dahulu. Setelah semua duduk, kusir itu memacu kudanya agar memulai jalan.

Dengan duduk berimpitan, Ahera di tengah, Owain di sisi kanan, dan Gyldres di sisi kiri. Semetara di depan mereka, pria dewasa tua itu melepas topi trilby coklat tuanya.

“Perkenalkan namaku James Greenny,” pria itu mengulurkan tangan kirinya. Gyldres melihat dua teman barunya—Ahera dan Owain itu justru terdiam, dengan sigap ia menyambar tangan kiri milik Mr. Greenny dengan tangan kirinya.

“Hai, Mr. Greenny, aku Gyldres, senang bertemu denganmu,” ujarnya dengan senyuman berusaha tidak terjadi suasana canggung.

“Selamat datang di Arvendon.”

Mr. Greenny membalas dengan senyuman juga.

“Perempuan yang kau bilang kesatria, dia bernama Ahera, dan di sebelahnya bernama Owain,” lanjut Gyldres.

Vent et PassèWhere stories live. Discover now