DevAy|31🤓

616 74 7
                                    

⚠️Baca sampai selesai! Karena ini banyak narasinya ⚠️

Note: Ini author panjangin loh part-nya, masa gak di hargain<>

Selamat membaca 😚

~~~
"Nih makan!" suruh Nicole sembari menyodorkan dua piring dan dua gelas air putih yang beralas nampan itu di lantai. Dina dan Vani mulai membukakan tali ikatan Ayla dan Melya. Oh tentu tidak dengan cara yang ceroboh, Nicole sudah menyuruh bodyguardnya untuk menyingkirkan benda-benda yang berbahaya di dalam ruang rahasianya itu. Makanya, setelah melepaskan ikatan dari tubuh Ayla dan Melya dia tidak merasa khawatir sedikit pun.

"Gue gak mau makan," tolak Ayla.

"Terserah, yang penting gue udah ngasih lo makan. Ya, walaupun lo gak menghargai pemberian gue itu."

"Ay, lo harus makan. Gimana kita bisa selamat kalau lo ngerusak diri lo kayak gini," bisik Melya.

"Oke, kalian di beri waktu selama lima belas menit untuk meregangkan badan kalian. Setelah itu, kalian akan di ikat kembali." Trio micin itu pun pergi keluar, tak lupa mengunci pintu dengan kunci yang sangat amat di jaga oleh Nicole. Takut, jika di antara dua temannya itu ada yang berkhianat.

"Ayo, Ayla. Di makan," ujar Melya. Ayla memejam, menghela nafas lalu mulai menyendok makanan yang ada di hadapannya itu.

Lima belas menit telah berlalu, seperti yang di katakan Nicole. Dia kembali ke ruang rahasianya dan menyuruh Dina dan Vani mengikat tubuh Ayla dan Melya kembali ke kursi kayu.

***
"Udah tiga tahun lo gak pulang-pulang, Ay. Lo di mana sih," monolog Devan yang tengah berada di balkon kamarnya. Meratapi bintang dan bulan yang sangat indah. Tapi, tak sempurna bila tak ada Ayla di sisinya. Mengapa di saat dia sangat mencintai Ayla, justru gadis itu tidak bersamanya? Shit!

"Den, makan dulu. Udah setiap Senin Kamis Den puasa, sekarang buka dulu Den."

Bi Nur memang sering mengingatkan Devan untuk buka puasa. Tapi, seperti biasanya dia menolak. Kadangkala dia hanya makan seminggu tiga kali. Selera makannya hilang sejak kepergian Ayla yang entah kemana. Sudah, dia sudah mencari ke tempat-tempat yang sering di kunjungi Ayla. Bahkan dia sudah ke tempat Nicole, tapi kalian tau apa yang di dapat? Nihil! Bahkan tombol untuk membuka ruangan itu sudah di ganti dengan fotonya. Jika foto itu di tekan, maka pintu yang seperti life itu akan terbuka dengan sendirinya.

"Bentar lagi, Bu."

Hening, sunyi, sepi, sedih, kecewa. Itu semua yang dirasakan oleh Devan setiap hari. Perusahaan nya memanglah sukses, hanya saja kesuksesannya itu tidak berarti apa-apa. Bahkan sekarang dia melanjutkan kuliah tanpa adanya Ayla. Dia berharap, saat perpisahan sekolah, yang mewarnai baju SMA-nya itu ialah Ayla. Tapi, baju itu bahkan tidak ada warna, alasannya? Dia ingin Ayla yang menaruh warna di bajunya itu.

Bi Nur pun pergi kembali ke dapur. Devan? Dia masih menatap bintang dan bulan itu dengan tatapan kosong. Bayangkan, jika kalian sedang mencintai seseorang dengan segenap hati kalian, setelah itu orang itu tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Sakit? Tentu. Kecewa? Pasti. Bingung? Apalagi.

"Lo di mana, Ay. Gue kangen banget sama ocehan lo, kenapa lo tega ninggalin gue. Seandainya masih ada kesempatan buat gue untuk terus bersama lo. Gue janji bakal jagain lo sampai kapanpun, dan gak akan menyia-nyiakan lo," lirih Devan. Tak terasa buliran bening itu kembali mengalir. Beginilah keadaan seorang Devan di dalam kesendirian nya. Merenung, meratapi nasibnya, menyesal.

Devan pun masuk ke kamarnya, mematikan lampu, menutup mata perlahan dan datang menemui alam mimpi, yang selalu membawanya kepada Ayla.

***
"Kak, Ayla rindu. Gimana caranya Ayla bisa ketemu kak Devan lagi. Ayla capek kak di sini terus, Ayla bosen. Ayla salah, Ayla nyesel, apa kak Devan bahagia sama keadaan kak Devan sekarang? Kenapa kak Devan gak nyari Ayla? Apa kak Devan udah gak peduli lagi sama Ayla? Ayla butuh kak Devan, Ayla rindu," monolog Ayla, air matanya kembali lolos. Hal itu selalu saja membuat Melya menangis. Terharu dengan kisah cinta saudari kembarnya itu. Bahkan Ayla juga tidak makan bila tiba hari Senin dan Kamis.

DevAy {SELESAI}Where stories live. Discover now