"Iya-iya."

Bersamaan dengan hilangnya Lio dari pandangan, Ponsel Avra berdering, dia menatap benda pipih itu agak lama.

"Angkat aja, Kak. Siapa tau, Mama lo khawatir," titah Dani seolah mengerti ekspresi Kakak kelasnya.

Benar juga. Segera Avra menggeser ikon hijau lalu menempelkan ponselnya ke telinga, "Assalamualaikum, Ma."

"Waalaikumsalam, kamu dimana?"

"Di ... di rumah ... di rumah sakit."

"Jenguk pacarmu? Udah mama duga." Avika—Mama Avra—terkekeh sinis diseberang sana. "Sekarang kamu berani gak izin sama Mama? Siapa yang ngajarin?"

Kedua netra Avra memejam erat. Astaga, dia tak berselera untuk adu mulut. "Maaf Ma, tapi kalau aku izin, apa Mama peduli? Bukannya Mama lebih suka prioritasin kertas-kertas itu?"

"Jaga mulut kamu! Mama gak pernah mendidik anak jadi pembangkang! Sekarang, Ardi udah jemput kamu."

"Tapi—"

Tut. Tut. Tut.

Panggilan antara anak dan ibu itu terputus. Lebih tepatnya, sang Ibu yang memutuskan secara sepihak.

Sial.

***

Sementara, diluar Rumah Sakit, Lian nampak berkendara sendirian menggunakan mobil miliknya. Gadis pecinta Om-om itu sengaja datang terlambat, karena sibuk mengerjakan tugas Bahasa Inggris.

Saat akan berbelok kedalam area parkiran, tiba-tiba mobilnya ditabrak oleh seseorang. Tidak kencang, namun sanggup mendorong kendaraannya. "Eh, eh, woi! Apaan nih?"

Dengan gerakan tak sabaran, gadis itu melepas sabuk pengaman lalu turun dari mobil kesayangannya. Dia berjalan dengan wajah yang memerah sebab menahan amarah—tapi jatuhnya malah jadi lucu.

Tuk. Tuk. Tuk. Tuk.

Mobil berwarna silver itu diketuk Lian. Dan saat jendelanya terbuka, gadis itu reflek membolakan matanya, "Wah ... Om-Om. Eh astaghfirullah, sadar Lian!"

Lian berdehem, berusaha tidak terpesona dengan pria dewasa yang kini memandangnya intens. "Om, tanggung jawab! Mobil saya lecet, tuh! Main tubruk-tubruk aja, dikira lagi main gokart kali."

"Maaf, gak sengaja,"

Hanya itu yang diucapkan pria tadi, sebelum akhirnya melesat pergi ke dalam rumah sakit.

"Ihhh, apaan banget, sih, tuh orang! Ngeselin." Lian menghentak hentakkan kakinya kesal. Namun, dia baru mengingat sesuatu, "Om itu mirip sama orang yang—ah, iya gua inget! Dia kan yang di rumah Aprak itu. Eh, tapi dia ngapain di sini?"

"Aish, ngapain gua mikirin itu."

Kepala Lian menggeleng. Mending mikir Haechan, daripada Om itu. Masih muda, ganteng, tukang ngegas lagi, ahh ... cocok sekali menjadi mantu bundanya.

"Lepasin! Gue gak mau pulang sama lo!"

Kali ini, Lian terkesiap. Lamunannya tentang Haechan tiba-tiba ambyar ditengah jalan. Dia melihat Avra tengah ditarik paksa oleh pria tadi.

"Eh eh, apaan, nih? Lepasin tangan temen saya, Om!" Lian berusaha melepas cengkraman pria itu, meskipun hasilnya nihil.

Elmor dan Dani kemudian datang dengan napas tak teratur. Mungkin kelelahan karena berlari mengejar. "Le ... pa ... sin ... Kak Avra."

"Tidak, dia harus ikut saya!"

Lagi-lagi, pria itu menarik lengan Avra agar mengikuti langkahnya. Sedangkan Lian juga masih berusaha menghalangi jalan Ardi meski harus rela terdorong.

"Lepasin tangan temen saya, Om! Kalau nggak ...,"

"Kalau nggak apa? Apa yang mau kamu lakukan pada saya?" tantang Pria itu. Setelahnya, dia kembali mendorong tubuh Lian sampai hampir terhuyung, untung saja ada Dani dan Elmor yang menyokong.

"Udah, Kak. Biarin Kak Avra sama Om itu, nanti dia makin di kasarin kalau Kakak nyuruh lepas." Dani mengelus bahu Lian agar Kakak kelasnya itu tenang.

Bukannya diam, Lian malah berlari ke arah Ardi dan Avra, setelahnya dia pun menendang 'aset pribadi' pria itu.

Bugh!

"Awwwh, sakit!" erang Ardi sembari memegang selangkangannya.

"Atau saya akan ngelakuin itu!" lagi, Lian menendang, kali ini sasarannya dada. Untung saja dia memakai celana jeans.

Bugh!

Tubuh Ardi limbung kebelakang, dan tanpa menyia-nyiakan waktu, Elmor dan Dani menggiring Avra masuk kedalam mobil Lian. Meninggalkan Lian yang masih memandang tubuh lawannya.

Usai menghela napas, Lian melangkah maju mendekati Ardi yang masih mengerang kesakitan. Dia berjongkok di sampingnya lalu menepuk pipi pria itu berulang kali, "Makanya Om ... jadi cowok jangan berani sama cewek doang."

***

Mobil itu melaju cukup kencang dijalanan sepi. Mengabaikan angin yang menerbangkan rambutnya.

"Tadi itu siapa lo, Prak?" Lian bertanya demikian dengan raut wajah datar.

Elmor yang duduk disamping Avra menaikkan satu alisnya. Ternyata sepupunya itu bisa berubah menjadi dingin juga.

Yang ditanya terlihat masih sibuk menenangkan diri dengan meminum air mineral dari dalam botol, "Itu ... itu cowok yang mau dijodohin sama gue."

Cittt.

Lian spontan menginjak rem mendadak. Hingga kepalanya hampir menyosor setir.

"Wah, bahaya, udah gue aja Kak yang nyetir. Gue belum mau mati muda, ya!" Ujar Dani sembari mengelus dadanya.

"Enak aja, kalau lo nyetir, yang ada polisi tidur lo tubruk sampai bangun!" Lian melirik sinis adik kelasnya. Kemudian dia beralih menatap Avra, "Lo ... serius mau dijodohin?"

"Iya."

Sungguh diluar dugaan, Lian justru memberi selamat, "Woah selamat, ya! Doain gua supaya cepet nyusul sama Haechan."

Lian tetaplah Lian.

To Be Continue

Fall In Love Of ConcertWhere stories live. Discover now