• 7 •

339 72 7
                                    


Libur semester telah tiba. Namun Seka lebih memilih mengurung diri di kamar dan streaming mv tubatu di laptopnya dibandingkan bermain ke luar rumah seperti teman-temannya yang lain.

Bundanya sempat memarahi Seka, menyuruhnya untuk pergi ke luar dengan Arjuna. Tapi setelah Seka menceritakan apa yang dia alami minus pembullyan. Akhirnya Bunda Seka memahami dan membiarkan anak satu-satunya itu bergalau ria di kamar.

Galau? Ya, dia masih sering uring-uringan karena oknum bernama Arjuna.

Padahal dia sudah berniat move on satu minggu sebelumnya, tapi malah selcanya dengan Arjuna dijadikan lockscreen ponselnya.

"Kan masih proses," itulah yang selalu Seka katakan saat dijulidi Bundanya.

Seka menurunkan selimut dari kepalanya, kemudian menoleh ke meja kecil di samping kasurnya yang hampir penuh dengan sampah plastik bekas snack.

"Laper," gumam Seka.

"Bundaaa!" seru Seka memanggil Bundanya.

Sekali, dua kali, hingga tiga kali Bundanya dipanggil, namun tak ada satupun panggilan Seka yang direspon.

Dengan berat hati, Seka mengangkat tubuhnya dan menyeretnya untuk keluar kamar, mencari sosok Bundanya yang ternyata tidak di rumah setelah Seka memutari seisi rumah.

"Huft, ramyeonku habis pula," dengus Seka sambil memperhatikan isi lemari es.

Dia melirik pintu lemari es, menarik segelas susu dan meminumnya dengan rakus.

"Ke Indojuni aja deh, beli toppoki instan,"

Seka berlari kecil kembali ke kamar, menyambar hoodie abu-abu kesayangannya dan segera mengambil sepeda motor yang untungnya terparkir di garasi rumah.

Seka memang bisa mengendarai sepeda motor, tapi jarak dekat saja. Seperti keliling kompleks atau ke Indojuni yang jaraknya hanya beberapa belas meter, kalau untuk ke sekolah yang jaraknya hampir tiga kilometer sih Seka angkat tangan, lebih baik diantar.

Untuk pergi ke Indojuni, Seka lebih memilih lewat jalan tikus, memutari kompleks yang jalannya sepi pengendara. Sambil menyeimbangkan sepedanya, Seka bergumam, menyanyikan lagu tubatu yang karena sering dia dengarkan jadi terngiang-ngiang di otaknya.

"Say you love me, say you love me, segyeui kkeutkkaji~"

"Hahh kapan ya kak Juna say love me," gumam Seka melantur.

Tak lama, dia sampai di Indojuni. Saat itu perasaanya tidak enak. Dalam hatinya seolah ada yang memaksa agar dia cepat-cepat membeli apa yang dia perlu beli dan segera pulang ke rumah.

Tapi, namanya juga Seka, bodo amat sama kata hati, yang penting nafsu terpenuhi, nafsu belanja maksudnya.

Niat awalnya yang sekedar ingin membeli toppoki instan, tapi tangannya itu terasa sangat gatal untuk mengambil barang -makanan- lain sampai keranjang belanjanya penuh.

"Buset, gini katanya mau diet? Es krim aja belinya empat ...

"Halah diet diet tai kucing, bodo amat sama diet, kalau laper ya makan," gumam Seka pada dirinya sendiri sambil menenteng keranjang belanjanya ke kasir.

Sambil menunggu kasir selesai menghitung semua belanjaanya, Seka mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan terhenti saat retina matanya menangkap sesuatu.

Tepatnya adalah sesosok yang sangat dikenali oleh Seka, yang selama satu bulan belakangan membuatnya uring-uringan setengah mati.

Arjuna, siapa lagi?

Seka mendengus, dunia benar-benar suka bercanda dengannya. Setelah tak bertemu hampir dua minggu karena libur sekolah, setelah dia memutuskan untuk menghapus sosok yang tak sengaja singgah di hatinya, dunia malah membuat mereka bertemu pandang.

Sayang, bukannya senang, Seka malah harus menerima sakit hati.

Pasalnya, Arjuna tidak sendiri. Dia sedang duduk di atas sepeda motornya. Di sampingnya, ada seorang gadis berdiri dengan rambut pirang yang terurai, cantik. Dia sedang berbincang dengan Arjuna.

Ditambah lagi, dengan santainya, Arjuna menepuk-nepuk pucuk kepala gadis itu dengan lembut, sesekali bibirnya terbuka untuk tertawa.

Sakit hati? Tentu saja! Tapi Seka bisa apa? Dia hanya bisa mengigit bibir bawahnya dengan keras. Dia cukup tau diri jika dia bukan siapapun bagi Arjuna untuk merasa marah.

"Totalnya 179,450 ribu ya,"

"Loh mbak, ini kartu pontanya!"

"Maaf Kak, udah terlanjur, tadi saya panggil panggil Kakaknya nggak nyaut, ya sudah,"

Seka mendengus, mau menyalahkan Mbak Kasir tapi dia yang salah karena terlalu fokus dengan Arjuna dan gadis pirang itu.

Seka menyerahkan dua lembar uang seratus ribu, "Ya udah mbak, ini, kembali 20,000 aja, sisanya buat donasi,"

"Baik, Kak,"

Setelah Seka menerima kembalian sekaligus struk belanja, dia segera keluar dari Indojuni dengan menenteng dua plastik besar berisi berbagai macam barang yang sekitar 85% nya adalah makanan.

Jujur Seka malu karena harus melewati Arjuna dan gadis itu dengan menenteng belanjaannya yang super banyak itu. Alhasil, dia bahkan tidak berani mengintip sosok Arjuna sesentipun, dia terus menundukkan kepalanya.

Tanpa mengatakan apapun, dia segera menyalakan mesin sepeda motornya dan segera pergi dari sana.

Agak sial, saat Seka memutar motor, ada pengendara yang tiba-tiba memarkir sepeda di depannya.

"Haduh, Mas! Mbok ya minggiran dikit! Udah tau Saya lewat kok malah berenti disini!" omel Seka.

"Iya, Mas, maap, tak kirain Masnya langsung mundur gak pakek muter,"

Seka mendengus, tak ingin membalas pengendara itu, dia segera memutar stang dan langsung pulang ke rumah.

Saat itu, Seka tak menatap Arjuna sama sekali, sehingga dia tak sadar, Arjuna sedikit mengangkat sebelah bibirnya sambil terus menatap Seka.

Begitupun dengan si gadis, dia tertawa terbahak setelah Seka meninggalkan area Indojuni.

~•~

~•~

Bonus  :

Si gadis pirang

Si gadis pirang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Memories [Yeonbin]Where stories live. Discover now