• 2 •

545 86 8
                                    

Saat itu matahari sedang senang-senangnya menunjukkan diri. Awanpun tak sanggup menahan sinar kebahagiaan matahari yang menembus masuk ke dalam bumi.

Seka tidak terkejut namun tidak pernah terbiasa dengan suhu udara di Surabaya saat siang hari, sangat panas, ditambah lagi polusi yang dihasilkan dari kendaraan bermotor di jalan raya menambah kesan panas.

Seka berdiri dengan memajukan bibirnya. Jarinya sibuk menekan ponsel di tangannya. Berharap ada seseorang yang sedari tadi dia tunggu segera mengangkutnya dari hukuman alam -panas- atau minimal, membalas pesannya.

"Halo adek manis, kok sendirian aja?"

Seka berjengit, terkejut karena tiba-tiba ada pemuda yang adalah siswa sepertinya, mengajaknya bicara.

Bukannya geer atau terlalu pede dengan mengatakan dirinya manis. Tapi orang itu memberhentikan sepeda motornya tepat di depannya. Bukankah sangat jelas jika pemuda itu mengajaknya bicara?

"Ehmm, maaf? Kakaknya ngomong sama Saya?" tanya Seka sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Nggak Dek, ngomong sama bapak satpam," jawab pemuda itu sambil mengangkat dagunya, menunjuk pos satpam.

Spontan, Seka menoleh ke belakang. Namun tak menemukan siapapun.

"Ya sama Kamu,"

Seka ber-oh. Dia sedikit takut sebenarnya. Ada pemuda yang tiba-tiba menyebutmu manis di siang bolong, bukankah itu menyeramkan?

"Nunggu jemputan, ta?" tanya pemuda itu.

Seka mengangguk pelan, "I... Iya Kak,"

"Bareng Kakak aja gimana?" tawar pemuda itu.

Seka terdiam. Di kepalanya terbesit pikiran buruk tentang pemuda di depannya. Bagaimana kalau dia mau diculik? Bagaimana kalau nanti dia dibuang ke tempat antah berantah? Masalahnya, Seka itu agak buta tempat.

"Em.. tapi, Kakak siapa ya?"

Pemuda itu melongo mendapat pertanyaan Seka.

"Ada ya anak Smala yang nggak kenal aku," gumam pemuda itu.

Seka mengerutkan keningnya, di dalam hatinya dia sudah mencibir, mencela pemuda di depannya. Memangnya dia siapa sampai semua orang harus mengenalnya.

"Ya udah kenalin, Aku Arjuna, panggil aja Juna, Arjun, terserah. Dipanggil sayang juga nggak papa, hahaha," ujar pemuda yang akhirnya Seka ketahui bernama Arjuna itu dengan nada bercanda di akhirnya.

Kerutan di kening Seka bertambah, merasa illfeel.

'Ganteng, sih, tapi kok.. '

"Maaf, bercanda. Aku Arjuna, dua belas Mipa satu,"

Seka mengangguk pelan. Perasaan illfeel nya masih ada, sedikit. Namun satu hal yang dia tahu. Pemuda ini bukan pemuda jahat, sepertinya. Terlihat dari nada bicaranya yang santai dan enak didengar.

"Aku Seka, sebelas Ips dua, salam kenal Kak Juna," sapa Seka sambil sedikit membungkukkan badanya.

Pemandangan yang aneh memang. Berkenalan di luar sekolah saat siang hari.

Arjuna mengangguk, "Aku nawarin lagi nih, mau bareng nggak?"

Seka menggigit bibirnya. Dia ingin menerima tawaran kakak kelasnya itu karena dia sudah tidak tahan menunggu di bawah terik matahari -walaupun sebenarnya dia ada di bawah pohon yang besar-.

Tapi bagaimana jika Ayahnya tiba-tiba menjemputnya? Iya, sedari tadi dia menunggu Ayahnya. Selain itu, rumahnya sangat jauh dari sekolahnya. Bagaimana jika nanti kakak kelasnya itu kerepotan?

Memories [Yeonbin]Where stories live. Discover now