"Diem!!!" bentaknya karena aku sedari tadi tidak bisa diam saat di obati. Aku hanya memanyunkan bibirku dan membiarkan dia berbuat seenaknya terhadap wajahku. "Ini yang terakhir," ujarnya lagi. Suaranya lebih pelan daripada sebelumnya.

Setelah itu Mas Satya mengambil plester dan meletakkannya pada dahiku dan pipiku. Begitu selesai, tangannya tidak langsung menyingkir dari wajahku. Melainkan mengelus plesternya terlebih dahulu.

"Jangan ikut campur lagi!!!" Ucapnya sedikit menekan tiap kata. Barulah setelah itu tangannya menyingkir dari wajahku.

Aku terdiam sebentar. Dia benar benar membuatku bingung. Tadi pagi Mas Satya mengacuhkanku. Sekarang dia justru memperingatiku untuk tidak ikut campur dalam urusannya. Belum lagi dia mengobati luka luka yang ada di wajahku. Padahal dia bisa menyuruh petugas lain untuk mengobatiku alih alih membuang waktunya hanya untuk mengobatiku. Seharusnya jika dia benar benar serius mengacuhkanku, kenapa tidak cuek saja atas apa yang terjadi padaku?

"Kenapa sih Mas Satya sabar banget menghadapi manusia seperti itu?" Pertanyaanku bertepatan dengan Mas Satya yang berdiri dari duduknya. "Seharusnya Mas Satya lawan jangan cuma diam saat di rendahkan seperti itu," lanjutku mengomel.

Dia menatapku sebentar lalu menatap ke sekitar. Orang orang nampak sibuk dengan tugasnya masing masing. Tanpa aba aba Mas Satya bergerak cepat mendekatiku kembali. Tangannya yang berotot dan kokoh mengurungku dalam kukungannya. Aku langsung terdiam karena gerakannya yang tiba tiba itu.

Jika di film film biasanya seseorang akan mundur jika salah satunya memajukan wajahnya. Maka dari itu agar Mas Satya melepasku dari kukungannya, aku langsung memajukan wajahku. Tapi dia justru tidak mundur satu senti pun. Dengan pandangan tajamnya, dia memajukan wajahnya. Membuatku refleks mundur hingga punggungku mepet pada pembatas besi di halte. Seketika itu juga tanganku gemetaran, kakiku terasa membeku dan wajahku terasa kaku. Dia tersenyum miring merasa menang dalam permainan ini.

"Saya sebenarnya tidak sabar tapi saya selalu mencoba. Saya selalu ingat posisi saya sebagai apa disini. Saya komandan yang harus menjaga sikap saya dan menjaga nama baik instansi saya," ucapnya sambil menatap kedua mataku lekat lekat.

Aku mengerjapkan kedua mataku lalu menghadap ke samping asal tidak menatap mata tajamnya itu. "Ma-mas Satya bisa tidak kita ngomong dengan cara biasa saja gak harus begini?" cicitku.

"Mau tidak mau sabar itu menjadi kewajiban Bina," ucapnya lagi mengabaikan permintaanku sebelumnya. Aku meliriknya. "Jika kamu tersulut emosi bisa saja kamu direkam oleh orang lain dan diputar balikkan faktanya menjadi hoax. Walaupun sudah jelas posisinya bukan kamu yang salah. Terkadang menahan emosi itu lebih baik daripada emosi itu membuatmu terjerumus ke dalam jurang yang bahkan tidak kamu ketahui. Letaknya bisa muncul tiba tiba disekitar kita."

"Mas...."rengekku. Karena sedari tadi dia mengurungku di bawah kuasanya. Aku takut orang orang melihat kami dan berfikir yang aneh aneh. Apalagi kondisinya Mas Satya menggunakan seragam lengkap. Sesuai ucapannya bisa saja seseorang merekamnya dan memutar balikkan fakta yang dapat merusak nama baik instansi.

Mas Satya menjauhkan dirinya dariku. Tapi tatapannya masih menatap kedua mataku lekat lekat. "Kalo kamu tidak sabar dalam menghadapi hal seperti ini. Bagaimana jika akhirnya kamu menghadapi hal yang lebih parah dari ini?" tanyanya.

Aku terdiam. Entah yang dimaksud adalah aku yang emosi pada ibu ibu tadi. Atau aku yang dikurung di bawah kuasanya.

Yang mana yang dia maksud? Otakku tidak bisa berfikir.

*****

8 mei 2021.

"ANJING!!!"

Dibalik Bina [#1.BSS] [Terbit E-book]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora