Aku menggeleng, tanpa sadar tanganku sudah mengenggam kuat sendok yang aku bawa! Wanita itu!

"Ra?! Hei!" Lambaian tangan di depanku membuatkusadar. Lo ga boleh emosi ara!, Tekanku dalam hati.

"I'm okay," sahutku.

NO I'M NOT OKAY!

"Udah ga usah diliatin," sahutan Mozi membuatku menghadap kepadanya. Sepertinya Mozi sadar siapa yang aku perhatikan.

"Harus pamer?" Aku tertawa mengejek, rasanya ingin aku jambak wanita itu! Ingin aku tarik rambutnya, sehingga dia sadar sakitnya aku.

"Lo kalau kenapa-kenapa ya bilang, jangan ditahan." Usapan lembut di tanganku membuatku menatap ka Ori. Aku menatapnya sendu, ada kabut menyelimuti. Sepertinya aku akan menangis.

"Sorry, gue gapapa. Makan aja lagi." Kataku. Riani pun tersenyum dan memulai makan kembali. Aku menoleh ke Mozi yang tersenyum, seolah menguatkanku. Dan ka Ori dengan tatapan khawatirnya.

Kami pun melanjutkan makan dalam dia. Sementara aku masih mencoba untuk menetralkan hatiku yang menggebu-gebu. Rasa sesak, kecewa, iri, itu menjadi satu dalam perasaanku setiap kali aku melihat wanita. Ya, wanita yang memegang posisi penting dalam hidup dia. Vera Chintya Aranata. Cih! Rasanya sebut namanya saja aku tidak sudi. Seharusnya dia mengerti aku! Seharusnya dia sadar, bahwa Kay milik aku. Tapi tidak, Kay membuat tembok itu. Tembok yang menghalangiku lagi untuk masuk ke dunianya karena wanita itu.

"Woi!"

Gebrakan meja membuatku menoleh. Kay dengan senyuman tanpa dosanya kini sudah berada dihadapanku dengan wanita itu. Aku pun melihat sekilas, tatapan matanya yang seperti bersalah. Ah tidak, aku tidak boleh emosi. Aku masih punya akal sehat, untuk tidak melakukan hal jahat. Rasanya lebih baik menjahati diri sendiri daripada orang lain.

"Eh lo ri! Mau makan juga?" Tanya ka Ori baik.

"Iya, eh kenalin ini--"

"Cewek Kay." Potongku dan memasukkan mie kwitiaw ke dalam mulutku.

"Bo..leh gabung?"

Huh? Emang meja lain ga ada?

Sementara Kay menatapku yang tidak bisa kuartikan. Aku hanya datar, pemandangan di luar jendela lebih menarik dari pada mereka berdua.

"Boleh lah nat! Lagian mereka ini sohib gue," ujar Kay.

"Iya gabung aja kali." Kata Mozi. Setan! Harusnya mereka ga gabung dan menganggu acara makanku.

Terdengan bangku yang bergeser, aku rasakan seseorang sudah ada di sampingku.

"Ra?" Suara wanita itu yang kecil membuatku menaikkan alis. Tidak menjawab dan memilih makan kembali. Suara yang berasal dari mereka membuatku tidak ingin berbicara, apalagi nada Kay yang terdengar begitu senang.

Aku menghela nafas, seharusnya aku bisa mengontrol emosiku lebih jauh. Tapi rasanya sulit sekali. Ku rasa, oksigen di sekitarku menyempit. Rasanya jika aku berada di sini akan kehabisan oksigen.

"Gue selesai." Kataku, langssung bangkit dan melangkahkan kaki keluar restoraran. Terdengar suara mereka yang memanggilku! Bodo amat!

"RA! RA! TUNGGU!" Suara Kay membuatku menoleh. Sama seperti tadi, menaikkan alisku.

"Please, lo kenapa sih kayaknya ga suka sama si Nata?"

Aku mendengus, Nata? Lagian mana ada sih yang suka?! Harus dihadapi sama wanita yang secara ga langsung nempatin hati orang yang ada di hati lo?

"Gue kenyang."

Aku berjalan lagi, kurasakan cengkraman ditanganku yang membuatku otomatis berbalik.

(Not) FriendzoneWhere stories live. Discover now