Aku tidak melanjutkan ketika tubuhku dipeluk Ayah dan Bunda. Masih terdengar isakan Bunda.

"Tidak nak, tidak akan pernah kamu ngerepotin kami. Kamu anak kami, apapun dirimu, siapapun dirimu, bagaimana kelakuanmu tetap kamu putri kami." Kata Ayah. Aku mengangguk.

"Kejar cita-citamu, sembuhkan lukamu." Tubuhku menegang, kenapa Bunda mengerti? Aku semakin menangis dalam diam.

"Tenang bun, yah, Ori bakal pindah sama Ara."

Suara ka Ori dari ambang.pintu membuatku melotot! Dia ga peka atau gimana sih?

"Eh! Mana bisa! Gue kan mau mandiri, lo jangan ikut gue deh. Gue bisa sendiri," tukasku.

Tak!

"AW! ORI GILA!" Teriakku begitu ka Ori sukses menjitakku. Aku melihat ke arah Bunda yang melotot.

"Sejahat-jahatnya lo sama gue, tetap aja gue ga tega ninggalin lo di sana. Di negeri orang. Mana lo tahu, di sana misalnya lo butuh apa tapi lo ga bisa sendiri. Ga ada lagi yang bisa jemput lo." Aku menggeram.

"Ori, kamu serius?" Ucapan Ayah membuatku diam.

"Dia ga serius uncle, yang pergi bukan ori tapi Renan."

Astaga, apalagi ini?! Kenapa Renan dengan seenaknya bilang dia yang pergi?

"Lo berdua napa sih? Muncul kaya jelangkung, katanya juga mau ke rumah Kay," sergahku.

"Ga bisa Renan! Gue harus sama Ara, gue ga bisa ninggalin dia gara-gara dia!" Baru kali ini aku lihat ka Ori mengucapkannya penuh emosi.

"Ara! Ori! Renan! Kalian bertiga ga bisa seenaknya begitu, kalau memang Ara udah pilih kenapa kalian harus ikutan? Bagaimana sama kuliah kalian di sini?" Kata Ayah.

"Renan emang sengaja udah daftar di kampus Ara uncle, ga kaya Ori hanya baru rencana. Renan ga tega buat ninggalin Ara, uncle sama aunty kan tahu. Renan udah terbiasa kemana-mana, dan tahu tentang negara sana ssedikit. Jadi kalian ga perlu khawatir soal Ara. Karena, Renan bisa jadi Ori. Begitupun sebaliknya." Ucap Renan.

Aku melongo! Bagaimana semua ini bisa?!

Bunda berlari memeluk Renan, " Aunty, sangat berterima kasih sama kamu Renan. Aunty ga tahu gimana rasanya ditinggal kedua anak Aunty. Lalu apa mama sama papa kamu sudah tahu?"

"Belum ty, Renan nanti mau ngasih tahu. Aunty, jangan sedih ya. Nanti jadi jelek kaya nenek peot," ucap Renan dan memeluk balik Bunda

"Uncle, nanti juga akan bantu kamu. Tapi dude, jangan sebut istri tante ini peot ya, kalau kamu ga mau Uncle blokir kartu kredit kamu."

Renan gelagapan dan membuat tanda V, setelah itu Bunda dan Ayah langsung pergi ke dalam rumah. Karena besok mereka akan pergi ke surabaya.

Aku menghampiri ka Ori, "Ka?"

Ori menoleh, matanya sedikit merah, aku tahu itu walau cahaya sedikit.

"LO BEGO TAHU NAN! GUE HARUSNYA YANG NEMENIN ARA!"

Bug!

Ka Ori menonjok Renan tepat di wajahnya,

"Ckckck, lo masih ga bisa tahan emosi lo ya! Kan kita udah bicarain ini baik-baik, emang lo ga ngerasain perasaan orang tua lo apa?! HAH?! Udah ditinggal Ara, dan lo malah ikutan. Ya, masih mending gue aja. Lagian gue mau cari suasana baru." Renan bangkit dan sedikit meringis karena pipinya yang ditonjok.

"LO BERDUA KENAPA SIH? LO LAGI RI! DARI TADI EMOSI MULU! DAN LO NAN, GA DIPIKIR APA UCAPAN LO?! GUE MAU MANDIRI DI SANA!"

Mereka berdua bengong, dengan teriakkanku. Sementara aku menghela nafas panjang.

(Not) FriendzoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang