Ia tidak melawan. Tentu saja, yang sedang memberinya pukulan adalah seseorang yang ia hormati sekaligus sahabatnya. Lagipula ia memahami dengan jelas bahwa ini adalah kesalahan mereka, ia dan Ratu Renjun.

Ratu Renjun sendiri sudah terisak sejak pukulan pertama mulai dihempaskan raja Mark kepada perdana menteri Lucas. Siapa yang tega melihat orang yang disayang merasakan sakit?

"Kau tau? Jika tidak mengingat semua jasamu aku bisa langsung membunuh kalian saat ini juga! Kau, ratu Renjun, seharusnya kau berterima kasih kepadaku karena membawamu kemari dan menjadikanmu sebagai ratuku. Jika tidak, mungkin saat ini kau sudah menjadi budak."

Ratu Renjun sedikit meringis merasakan cengkraman tangan raja Mark pada pipinya. Begitu kuat, bahkan ia yakin bahwa itu akan berbekas.

"Akan aku urus perpisahan kita, ratu Renjun. Aku berikan kalian hukuman pengasingan. Jangan menginjakkan kaki di istanaku, jika aku melihat kalian berada di sekitar istanaku, aku tidak akan segan-segan membunuh kalian saat itu juga!"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Pintu terbuka begitu saja tanpa adanya permisi ataupun ketukan disana. Haechan berjalan dengan cepat kearah raja Mark yang saat ini sedang mendudukan diri di singgasananya sambil memegang segelas anggur merah ditangannya.

"Apa yang ka-"

"Keputusanku sudah bulat, Ratu Haechan."

Bahkan belum selesai Haechan mengeluarkan kalimatnya, Raja Mark sudah lebih dulu memotong. Ia tau dengan sangat jelas apa yang ingin dibicarakan oleh ratunya itu.

"Tapi Raja, kau mengusir mereka!"

"Lalu? Seharusnya mereka bersyukur aku hanya mengusir mereka bukan memenggal kepala mereka."

"Raja, bukankah perdana menteri itu sahabatmu?"

"Kau tidak mengerti apa-apa, Ratu Haechan. Hukuman ini sudah yang paling baik untuk seorang pengkhianat, mengingat pengkhianat itu adalah sahabat sekaligus orang yang berjasa juga bagi kerajaan ini."

"Kau yang tidak mengerti, Raja!"

"Cukup! Pergi dari sini, Haechan. Aku sedang tidak ingin meladeni perkataanmu."

Tanpa banyak bicara lagi Haechan segera pergi meninggalkan penguasa Aludra itu sendirian. Ia harus menemui ratu Renjun sekarang.

Tapi sepertinya keberuntungan sedang tidak berpihak kepadanya. Baru saja ia keluar dari ruangan raja Mark ia sudah dihadapkan pada ratu Lisa yang tersenyum mengejek kearahnya. Sepertinya ratu itu juga ingin menemui raja Mark.

"Bagaimana? Suka dengan kejutanku, Ratu Haechan?"

"Oh tentu saja, ratu Lisa. Kejutanmu sungguh luar biasa."

Senyum mengejek dari ratu Lisa tentu dibalas juga oleh Haechan dengan senyum yang meremehkan.

"Jangan macam-macam, Ratu Haechan. Kau tau? Aku bisa melakukan apapun."

"Kalau begitu lakukanlah, aku tidak takut dengan apapun yang akan kau lakukan. Permisi ratu Lisa yang terhormat."

"Kau tunggu saja, Ratu Haechan."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Renjun, maafkan aku..."

"Tidak, tidak perlu, kau tidak salah Jaemin."

"Maaf Renjun, maaf..."

Kedua ratu itu saling berpelukan satu sama lain disertai dengan isak tangis keduanya.

Ratu Renjun atau sekarang kita hanya menyebutnya Renjun, ia harus segera pergi dari istana seperti yang diperintahkan raja Mark. Kabar tentang hal itu juga sudah tersebar tentu ratu-ratu lainnya juga sudah mendengar.

Jika Haechan langsung berlari menemui sang raja, Ratu Jaemin memilih berlari menemui sahabatnya. Ia merasa bersalah karena tidak bisa berbuat apa-apa, ia tidak mempunyai kekuatan untuk melawan perintah Raja.

"Kau harus berjanji untuk hidup dengan baik!"

"Haechan..."

Haechan berjalan memasuki ruangan Renjun dengan wajahnya yang memerah, bahkan matanya juga sudah meneteskan air mata.

"Berjanjilah untuk hidup bahagia, Renjun."

"Aku berjanji. Kalian juga, hiduplah dengan bahagia, jika ada kesempatan mungkin kita bisa bertemu lagi."

Haechan dan Ratu Jaemin langsung saja menerjang Renjun dengan pelukan mereka sesaat setelah pria mungil itu menyelesaikan kalimatnya. Mereka benar-benar tidak rela harus berpisah dengan sahabat mungilnya itu. Terlebih lagi dengan pangeran Jungwon, ia juga akan ikut pergi dari istana.

"Aku harus pergi, Lucas dan Jungwon sudah menungguku."

"Hati-hati ya, kami mendoakan kebahagiaan kalian."

"Tentu. Jaga diri kalian, terlebih kau Haechan, berhati-hatilah dengan ratu Lisa."

"Aku tau..."

Kalimat lirih Haechan hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri. Matanya mengawasi Renjun yang kini tengah berjalan diapit oleh dua pengawal sampai tubuh mungil itu benar-benar hilang dari pandangannya. Ratu Jaemin pun begitu, tangisnya kini bahkan semakin keras terdengar.






***

Dari 18 chapter yang aku tulis, chapter ke 18 ini yang paling bsjsbsjsbsh banget menurutku. Maaf ya😭

MARK✓Where stories live. Discover now