Benar, aku merasa badanku tidak enak. Panas-dingin, dan kepalaku tiba-tiba sakit. Dan langsung terlelap, begitu lagu "the man who can be moved" berputar.

*
Triiiingggggggg....

"Ra, ra, bangun! Udah bel, upacara."

Aku mendengar Riani yang menepuk pundakku, dengan berat hati aku pun langsung bangkit. Baru saja ingin keluar dari meja, aku merasa tubuhku hampir limbung. Tapi ada sebuah tangan menahanku.

"Lo sakit ra? Mending ga usah ikut upacara," suara Mozi membuatku menoleh.

"Gue gapapa kok. Makasih," ucapku dan berdiri di depannya. Laki-laki ini, namanya Mozi. Sebenernya kita sudah temanan lama, tapi entah kenapa aku tidak terlalu dekat dengannya.

Aku pun langsung berjalan ke luar, menuju lapangan. Benar-benar kepalaku serasa berputar, dan rasanya cukup dingin. Padahal matahari sudah mulai naik dari tempat berpijak. Aku langsung berjalan ke arah Riani yang melambaikan tangannya.

"Lo yakin ikut upacara?" Tanya Mozi yang kini sudah di sampingku.

"Gue strong kaleee," tukasku yang mendapat hadiah tawanya. Hanya datar.

"Berisik, lo mau kita dihukum?" Ucap Riani dan menoleh ke belakang.

Aku hanya menggeleng, sangat--ingin--tidak--dihukum. Jika aku dihukum, mungkin yang ada nanti aku pingsan dengan kondisi tubuh seperti ini. Dan sisa upacara itu aku habisnya untuk menoel lengan Riani, atau bercanda dengan Mozi yang berada di sampingku.

Setelah waktu yang cukup lam--tidak lama untuk upacara. Akhirnya seluruh siswa siswi pun dibubarkan. Aku memilih untuk berjalan paling belakang menuju ke kelas. Riani dan Mozi sudah duluan, karena latihan untuk hafalan nanti. Aku melirik ke jam tangan, 08:15 menit.

Bruk!

"AW!" Aku menjerit ketika tubuhku ditabrak oleh sesuatu. Aku merasakan nyeri di pantat yang langsung dicium oleh lantai.

"LO KALAU JALAN PAKE MATA DONG!" Aku berteriak dan hendak bangun, baru ketika aku mendongak...

"Ara?" Suara ini. Aku hafal. Dan benar saja, yang tadi menabrakku ternyata Kay. Dan di sampingnya? Vera?

"Lo gapapa ra? Sakit?" Tanya Kay perhatian dan membantuku berdiri.

"Gue gapapa. Lo kalau jalan yang bener!" Sergahku dan sedikit mendorong tubuhnya sebagai candaan.

"Lo kemarin kemana? Tiba-tiba ngilang, emang ada urusan apa?" tanya Kay.

Aku mengalihkan pertanyaan Kay, dan memilih untuk mengulurkan tanganku ke Vera, yang langsung disambut baik.

"Happy birthday, sorry kemarin Kay ngajak gue ke pesta lo tapi gue ga bisa datang. Tapi suka kan sama kadonya? Itu gue loh yang milih," Ucapku sembari tersenyum menutupi sesakku.

"Iya makasih ra, aturan lo juga datang biar seru. Kadonya juga bagus bangett," balasnya dengan senyuman yang membuat pipinya memerah.

"Udah sana lo balik!" Kataku dan langsung berjalan ke arah belakang Kay dan mendorongnya.

Kay tersenyum, dan mengecup dahiku lalu memberantakan rambutku. Biasanya aku akan membalas dengan memarahinya karena kalau sampai ketahuan guru akan be-ra-be, tapi sekarang tidak. Hatiku bergemuruh.

Aku terus memperhatikan mereka, hingga menghilang dibelokkan lorong depan, tampak begitu serasi. Yang bisa aku lakukan hanyalah menghela nafas panjang dan melanjutkan lagi jalanku, ke arah kelas. Dengan tertatih aku berjalan, rasanya duniaku berkeliling. Begitu sampai di kelas, yang aku ingat..

(Not) FriendzoneWhere stories live. Discover now