"Kalian berdua sama-sama punya latar belakang buruk diem aja deh." Jaehyuk angkat bicara, malas dengan perdebatan, siapa yang punya masa lalu dan latar belakang terburuk di antara keduanya?

"Kak Jaehyuk, lo pikir masa lalu dan latar belakang lo bagus?" Haruto balik menatap Jaehyuk remeh, dan berusaha melepaskan cengkraman Jihoon pada lehernya.

"BANGSAT, MAKSUD LO APA—"

"UDAH CUKUP!"

Doyoung menggebrak meja kaca yang ada di sana, membuat ucapan Jaehyuk terpotong. Jihoon bahkan spontan melepaskan cengkramannya pada Haruto.

"Kalau kalian mau ungkit-ungkit soal masa lalu. Gue bisa ungkit semuanya, kalian nggak tahu kan?" Doyoung menatap remeh mereka semua yang ada di sana.

"Maaf, gue nggak punya pilihan selain bocorin hal ini ke kalian. Kalian sendiri yang minta."

"Doyoung, lo apa-apaan sih." Junkyu menyenggol lengan Doyoung, namun laki-laki itu mengabaikannya.

"Kak Jihoon, anak pembunuh berantai, Park Jiwon. Park Jiwon bunuh dua puluh orang tapi dua tahun lalu bebas bersyarat."

"Kak Yoshi, anak panti asuhan, orang kira." Doyoung terkekeh sebentar. "Pernah nyelakain teman-teman sekolahnya dulu pas berada di bangku SD dengan kayu."

"Kak Junkyu—"

"Doyoung." Junkyu menatap kesal Doyoung, namun lagi-lagi Doyoung mengabaikannya.

"Kak Junkyu, anak dari koruptor dan punya penyakit Empath." Doyoung menatap Junkyu yang hanya menatap kosong dirinya. Semuanya tentu saja terkejut bukan main, kecuali...

Jihoon.

Laki-laki itu menyayangi Junkyu bukan tanpa alasan.

"Kak Jaehyuk, lo anak dari seorang pedagang anak kecil kan?" tanya Doyoung tersenyum miring menatap Jaehyuk yang terdiam di tempatnya.

"Kak Jaehyuk, gue juga tahu lo suka nyimpen video-video rate."

Semuanya hanya diam, memang seharusnya dari awal tidak ada yang saling menghakimi.

"Kak Asahi, lo pikir lo bisa nutupin rapat dari semuanya. Tapi lo nggak akan pernah bisa nutupin dari gue."

"Lo korban pelecehan seksual saat lo duduk di bangku sekolah dasar. Terus lo sendiri yang melaporkan Ayah lo atas kekerasan terhadap Ibu lo," ujar Doyoung lagi. Asahi yang merasa masa lalunya dibongkar oleh Doyong hanya menatap laki-laki itu datar. Cepat atau lambat semua akan terbongkar. Jadi jika Asahi nanti memang ditakdirkan mati, setidaknya ia tidak menyimpan rahasia lagi.

"Lo sendiri?" Jihoon bertanya pada Doyoung.

"Gue cuman anak yang selamat dari peristiwa pembunuhan berantai yang dilakuin Park Jiwon di rumah elit di gang utara tengah kota," jelas Doyoung yang tentunya membuat semua orang terkejut setengah mati.

"Ayah gue?" tanya Jihoon tak percaya.

"Ayah lo atau bukan?" tanya balik Doyoung sembari terkekeh.

"Haruto, bunuh Ayahnya untuk perlindungan diri, katanya." Doyoung terkekeh sebentar sebelum melanjutkan, "padahal lo emang bunuh Ayah lo karena nggak suka doang."

Haruto terdiam.

"Dan Junghwan, lo cuman bocah polos yang disayang Jihoon dan dibawa ke sini. Gue pikir awalnya lo memang polos, tapi ternyata lo juga sama kayak kita-kita. Pengedar narkoba."

Junghwan hanya tertawa miris dalam hatinya. Ia merasa malu pada dirinya sendiri dan teman-temannya. Tak ada yang dapat ia bantah, Junghwan memang tidak sering memakai narkoba, tapi tetap saja, laki-laki itu menyalurkan narkoba dari si penjual ke teman-temannya.

"Gue cuman mau bilang kalau curiga satu sama lain karena masa lalu ataupun latar belakangnya. Itu bukan hal yang tepat, karena siapapun bisa juga jadi pembunuh."































"Termasuk lo?"































"Iya, termasuk gue."



































"Lo nggak bisa nebak dong habis ini siapa?"

Doyoung mengangguk lemah sembari menidurkan kepalanya dikasur. Menatap langit-langit kamarnya, entah sejak kapan lampu kamar Doyoung mulai redup. Ia bahkan tak pernah menyadari itu sebelum ini.

"Makanya gue minta lo sama Kak Asahi stay aja di rumah."

Junkyu ikut mendudukkan dirinya di atas kasur milik Doyoung. "Kalau misal Asahi bukan orang yang bisa dipercaya gimana?" tanya Junkyu khawatir.

Doyoung terkekeh pelan. "Lo kan paling bisa nentuin ekspresi orang, Kak. Harusnya lo tahu Kak Asahi kayak gimana."

"Muka dia datar doang kayak pantat monyet. Gue bahkan kadang susah bedain dia sedih apa seneng," ujar Junkyu. Seumur-umur, hampir lima tahun Junkyu tinggal sama Asahi, bisa dihitung pakek jari berapa kali Asahi tersenyum.

Oke, itu lebay.

Tapi memang selebay itu, kata Junkyu sih.

"Sebenernya gue khawatir satu hal, Doy."

"Apa?"

"Kenapa coba Asahi bohong kalau waktu Yoonbin jatuh gue nggak ada di kamarnya? Padahal jelas gue ijin sama dia buat numpang tidur, dia bahkan yang nyelimutin gue."

Doyoung menghela napasnya. "Ya lo tanya aja lah sama dia, lo pikir gue cenayang apa, Kak."

"Itu salah satu hal yang bikin gue kurang percaya sama Asahi."

"Tapi waktu itu kita udah bocor sama Kak Asahi tentang semuanya. Nggak ada guna juga sekarang kita baru curiga sama Kak Asahi," ujar Doyoung santai. Dalam hati ia hanya tertawa melihat tingkah parno Junkyu.

"Iya sih, tapi waktu itu kan lo yang nyuruh gue untuk kasih pensil berisi pesan ke Asahi." Junkyu menyentuh dagunya, tanda ia berpikir keras. Ia kemudian menepuk keningnya, "Ah udahlah, pokoknya gue nggak boleh curiga sama Asahi. Nggak boleh, nggak boleh."

Doyoung terkekeh saja mendengar perkataan Junkyu. Ia lalu memindahkan kepalanya ke pangkuan Junkyu, menyamankan posisinya.

"Gini dulu ya, Kak. Siapa tahu ini terakhir kalinya gue bisa tidur nyenyak," ujar Doyoung. Junkyu sendiri tidak menjawab, ia malah menggumamkan sesuatu,

"Yoonbin, dibunuh tanggal 17 September 2013. Terakhir, Jeongwoo, 5 Oktober 2013."































































note : sejujurnya cluenya sudah banyak loh :)

Crafty | Treasure ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang