Rintihan Sang Prolog

36 10 13
                                    

"Kamu jangan pura-pura tidak tahu!" bentak seorang pria.

Didepannya terlihat tumpukan kertas dan seorang wanita berdiri dengan wajah yang tertunduk takut. Kertas-kertas berserakan dengan kumpulan tinta merah di setiap sudutnya. Hanya menyisakan sunyi diantara keduanya.

Pria itu menatap tajam di posisi duduk dan menghela napas.

"Kamu tahu?" tanyanya sedikit menahan bara api dalam amarah.

"Pokoknya aku tidak mau tahu! Bagaimanapun caranya, masalah ini harus sudah selesai."

"Ini bukan salahku Pak!" tegas wanita itu.

Wanita dengan kacamata dan rambut terurai panjang. Dia tampak berusaha menahan air matanya, dan berharap saja Bos itu tidak marah padanya.

"Ini sudah yang terakhir kalinya, kamu harus keluar dari sini Via!"

"Adikmu itu hanya menjadi beban hidupmu! Sementara orang tuamu hanya diam saja."

"Tolong Pak! Saya tahu, selama ini kehidupan saya bukanlah wujud dari sikap profesional," jawab Via, "tetapi saya berjanji untuk menjaga adik saya apapun yang terjadi."

"Pekerjaan ini jangan kau ikut campurkan dengan masalah pribadi!"

Pria dengan jas hitam itu segera bangkit dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan ruangan tanpa berkata apapun lagi. Via hanya tertunduk sedih, menatap kertas berserakan dengan tinta merah yang masih basah.

****

Tidak ada orang yang hidup tanpa menyalahkan. Dia tak akan tahu bagaimana rasanya, sekalipun kamu mengatakan bahwa hatimu rapuh. Kegelapan malam membawa setitik tinta hitam yang di tulis, Via dalam diamnya. Dengan tariannya yang lembut diantara selembaran putih, ketajaman itu berjalan di atas kertas yang tipis dan rapuh. Seringan hati yang telah terbiasa kehilangan, lagi dan lagi.

Aku datang bukan untuk membunuh tetapi kau sendiri yang akan datang untukku. Tiba-tiba mengangkat senjatamu dan berdiri di hadapanku. Via, bila hari ini adikmu menangis, karena kelaparan. Diary malam ini biarkan saja.

Angkat teleponnya, pelan-pelan saja. Mereka tidak perlu tahu sayang, bahwa kamu tidak sendirian. Jika tidak, semuanya akan berakhir lebih cepat.

Adikmu menangis terus malam ini. Padahal masih ini sudah tengah malam, apa itu karena bos mu yang terlalu menyebalkan?  Hari ini Via merapikan kertas-kertas di kantor dan berjalan pergi. Dalam perjalan sore menjelang gelap, ia bertemu dengan adiknya.

Wajah Via tersenyum dan berjalan pelan padanya. "Erin, adikku sayang ...."

"Ayo kita pulang bersama

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Ayo kita pulang bersama."

"Kak, jangan!" teriakku.

Mataku jangan melihatnya.  Lakukanlah padaku saja, kamu adalah adikku. Kamu tidak akan mengerti, bahwa bahasaku terlalu sulit untukmu. Sejak kapan keluarga ini lupa bahwa ada kamu dan aku?

Who Are You On My Memories?Where stories live. Discover now