First Love - 02

28 2 0
                                    

Pengeras suara berbunyi tepat pada pukul 12 siang. Seperti biasa akan dilakukan doa bersama yang dilaksanakan di lapangan.

"Baik anak - anakku semuanya. Kali ini seperti biasa kita akan melakukan doa bersama. Silahkan yang bertugas untuk memimpin langsung doa ini."

"Baik semuanya, mari tenang dan bersikap yang baik. Saya akan pimpin doa. Berdoa dilakukan sesuai dengan kepercayaan masing - masing. Berdoa dimulai."

Semua peserta didik berdoa dengan tenang. Dan setelah sesi doa selesai. Selanjutnya, ada beberapa pengumuman kejuaraan yang dibacakan. Tradisi ini memang setiap Senin dilakukan karena seminggu sekali ada saja yang meraih prestasi dari sekolah ini.

Dimulai dari prestasi akademik hingga non akademik. Suasana tepuk tangan yang meriah diiringi dengan tertawa riang. Yang paling ditunggu - tunggu adalah sesi pengumuman kejuaraan basket. Seperti biasa, pemain basket putra paling banyak digandrungi. Entah karena apa, masih menjadi misteri atau mungkin itu menjadi sebuah tradisi? Entahlah, mungkin dari pembaca ada yang bisa menjawabnya.

"Selamat kepada grup A putra telah berhasil memenangkan medali emas di tingkat kabupaten. Silahkan kepada kapten bakset atau yang mewakili untuk maju ke panggung menerima penghargaan."

Suara riuh tepuk tangan dan sorakan bahagia terdengar di halaman sekolah.

"Yaya, tuh mantan lo disana," bisik Ayu.

"Liat tuh songong banget mukanya. Kesel gua liatnya," tambahnya.

"Bukan mantan gua," jawab Yaya singkat.

"Dih gitu doang dibanggain! Modal jabatan tapi gak punya hati. Ya rugilah!" cerocos Lia.

"Udahlah. Bisa diem ga sih lo berdua? Yaya aja tenang, kenapa kalian berisik? Udah diem. Toh juga dia yang nyesel ninggalin Yaya. Gak selamanya ya yang ditinggalin yang sedih. Lo cukup diam ditempat kalau memang dia serius, dia pasti akan datang. Lo gak perlu sok manis dan sok cantik, ibaratkan lo udah cape - cape ngejar pelangi dan lo kasi ke orang yang buta warna. Ujungnya apa? Gak dihargai kan? Ya jelas, dia aja gak bisa liat lo ada. Jadi gak usah berisik. Biarin dia jalanin kehidupan dia, lo jalanin kehidupan lo. Toh masih banyak yang ngejar Yaya," jelas Mayra.

"Dan buat lo Yaya. Lo gak usah bad mood karena dia. Lo gak usah ikut buta. Liat aja besok waktu pementasan teater. Kan lo jadi pemeran utama. Gua yakin pasti banyak yang datang dan buat dia bungkam," tambah Mayra meyakinkan.

Ayu dan Lia menatap Mayra yang kembali asyik dengan ponselnya. Meraka menatap Mayra seolah tak percaya dengan apa yang dilontarkan tadi.

"Sepertinya Mayra lagi kerasukan setan baik," kata Ayu menatap Lia.

"Lo kalau mau bilang setan, ga usah natap gua juga ogeb!" sahut Lia.

"Ya lo juga biasa aja dong, ga usah ngegas gitu, anoa!" sahut Ayu yang tak terima.

Yaya meringis sambil sesekali mengangguk meminta maaf kepada semua orang yang menatap mereka. Memang kalau sudah Ayu dan Lia dijadikan satu, suara warga sekampung pun kalah dengan mereka. Entah apa yang mama mereka idamkan dulu. Atau mungkin sempat mengidam untuk menelan toa?

Yaya sungguh pusing melihat kedua sahabat yang kini terlihat siap untuk diajak tarung derajat.

"Sayang banget gua sama kalian. Besok - besok kalau mau gila, bisa kali ya ditengah jalan raya itu," kata Yaya jengah.

"Boleh juga tuh! Buatin pamflet buat pertunjukannya ya," kata Ayu dengan riang menatap Mayra.

Mayra menoleh sekilas. "Iya, nanti gua buatin desain gratis buat lo berdua. Kali aja kan ada yang sukarela ngegiles kalian berdua biar makin rame."

First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang