"Lo kenapa liatin gue gitu?" tanyaku.

"Ga. Mata lo merah banget, kenapa? Abis nangis?" tanyanya—balik.

Aku tersenyum, "Biasa semalem, sama abang-abang gue. Makanya ngantuk banget gue, yaudah gue tidur aja lah. Lagian free, tapi nanti kalau ada guru bangunin gue oke?"

"Oke!" Dia membentu tanda 'ok' dengan jarinya.

Aku tersenyum dan mencari posisi nyaman untuk tidur pagiku ini. Tenang, aku bukan perempuan cengeng kok. Mata merahku ini memang kaarena ulahku semalam bersama dua laki-laki di rumah yang menonton bola hingga pagi menjelang.

Aku tidak lupa untuk memasang headsetku. Namun, baru saja aku terlelap dengan jelas mataku melihat Kay di ujung koridor sana sedang bersama perempuan itu, Vera.

Harus menyakitkan seperti ini kah?seandainya lo ngerti, batinku. Dan aku terlelap pada dunia dalam tidurku.

*

"Hoaaaammmm..."

Aku menguap sebentar sembari merenggangkan tubuhku yang terasa sedikit kaku. Aku mengucek kedua mataku, dan ketika aku sepenuhnya sadar.

loh? Kenapa aku bisa berada di sini? Ini kan kamarku. Aku berputar-putar melihat sekelilingku. Tidak salah lagi, ini adalah kamarku. Ga mungkin aku amnesia dan melupakan bagaimana tupa kamarku.

Jadi? Siapa yang mindahin aku? Kenapa aku ga bangun? Semua pertanyaan itu berputtar di dalam kepalaku.

1...

2..

3...

"BUNDAAAAAAAAAA!!!"

Oke, aku kira berlebihan berteriak memanggil Bundaku. Tapi anggap saja itu wajar karena aku tidak mengerti kenapa tiba-tiba aku bisa berada di sini. Terdengar langkah kaki yang terburu-buru. Tidak lama kemudian,

BRAK!

"Kenapa, kenapa sayang?" tanya Bundaku begitu ia sampai di dalam kemar. Kemudian tangannya mengecek tubuhku.

Oke¸ aku kira Bunda sedikit berlebihan. Aku tidak apa-apa.

"Bunda gapapa?" tanyaku balik, karena aku merasa Bundaku sedikit sesak nafas.

"Gapapa, tadi bunda lari. Loh? Kamu yang kenapa teriak begitu?"

Maaf bun, batinku.

"Kok aku bisa ada di rumah sih bun? Perasaan tadi aku lagi ada di kelas, terus aku tidur. Ini kenapa aku ada di dalam rumah tiba-tiba?

"Ya ampun, bunda kira kamu kenapa. Iya tadi, kata Riani, sekolah pulang cepet. Terus dia coba bangunin kamu. Tapi kamunya ga bangun-bangun, terus Riani telepon Bunda. Bunda suruh kakak kamu, tapi dia bilangnya ada acara. Yaudah, bunda telepon Renan. Dia deh yang jemput kamu, dan rela gendong kamu," jelas Bunda.

Aku hanya mengganguk. Setelah Bunda selesai menjelaskan, aku menyandarkan pada bahuku. Aku butuh sandaran, sangat.

"Kenapa sayang?" Tanya Bunda.

"Gapapa bun. Kok Renan tumben baik bun?" Tanyaku balik.

Bunda mendelikkan matanya ketika aku menyebut Renan tanpa embel-embal 'kak'.

"Kamu itu yah! Yang bener dong, Renan itu kakak sepupu kamu. Ga boleh gitu ah. Tapi, ngomong-ngomong kemana Kay? Biasanya kamu kalau kemana-kemana sama dia?" Tanya Bunda.

Ah, aku lupa. Kay mana lagi peduli sama aku. Dia tadi bilang akan pergi dengan gadis itu, Vera.

"Dia lagi pergi sama gebetannya bun. Dia kan sekarang punyaa," jelasku.

Bunda mengusap pundakku. Aku hanya tersenyum,

"Yaudah, kamu juga harus cari," jelasnya "Bunda turun dulu, jangan lupa sholat, mandi terus nanti turun kamu belum makan soalnya."

Aku mengangguk. Bunda menunduk mengecup rambutku. Dan pergi meninggalkanku.

Aku mengambil bingkai foto di mana, ada aku bersama Kay. Persahabatan yang kita bangun, tidak ingin aku hancurkan dengan perasaan. Tapi bagaimana aku bisa lupa? Jika tiap hari saja aku selalu bersamanya.

Ah, rasanya lelah. Aku bergegas turun dari kasur, masuk ke kamar mandi.
Berharap, air dingin akan menenangka di---- bukan, tepatnya hatiku.

**

Tok, tok, tok

"Iya tunggu," sahuktu. Aku bergegas membuka memakai pakaian rumahku dan berjalan menuju pintu.

Huh, siapa sih? batinku.

Ceklek.

"ARAAA!!!"

Aku langsung menutup mataku. Oh, astaga, aku sangat hafal dengan teriakan seperti ini. Dan tentu saja aku hafal sumber suara ini.

Aku membuka mataku, terlihat di depan wajahku. Kay dengan sebuah kantung di tangan kirinya sedang tersenyum tidak jelas. Bagaimana aku ga melting kalau dia senyum aja begitu?

"Lo gapapa kan?"

Kay bertanya, dan nyelonong masuk begitu saja ke kamarku.

"KAY!" Aku menjerit ketika dia, dengan seenaknya langsung tiduran di kasurku tanpa melepas sepatu.

"JOROK IH! IH! ITU BARU DIGANTI SPREINYAA!" Aku kembali berteriak, sambil menarik-narik kakinya. Tapi Kay malah semakin memeluk gulingku.

"Diem ah. Gue capek, tuh gue bawan jus alpukat," ucapnya dengan menunjuk sesuatu di samping kasurku.

JUS ALPUKAT? Aku langsung melupakan hal pertama yang tadi ingin aku lakukan dan membuka bungkusan putih berisi jus. Lalu, aku menaikkan tubuhku ke atas kasur. Dan bersender, tak menghiraukan Kay yang masih nyaman dengan memeluk guling di sampingku.

"Kay, lo tadi kemana?" Tanyaku. Aku tahu, pertanyaan ini adalah pertanyaan yang secara tidak langsung membunuh.

"Habis nganterin Vera ke toko buku, itu juga gue mintanya maksa. Haha," ketawanya seperti menunjukkan bahwa dia memang benar sangat-sangat bahagia saat ini.

Aku pun tidak berkata apa-apa lagi. Aku mengambil puh, boneka kesayanganku dari kak ori. Boneka dengan warna hitam-putih, yang pasti bisa kalian tebak. Dengan lingkaran hitam melingkar, ya, panda.

"Emang kenapa?" Kay berkata sembari bangun dari kasur, dan menjadi duduk bersama denganku.

"Gapapa." Aku menjawab, dan meluruskan badanku dengan dirinya yang berada di sampingku.

"Yakin lo gapapa?" Tanyanya.

"Yakin dong," balasku.

"Yaudah sini! Tidur," ajaknya.

Jangan berpikiran yang macam-macam ya. Ini adalah hal biasa. Aku pun tidur dengan berbantalkan paha Kay. Sementara, Kay mengelus lembut rambutku.

Mataku mulai sayup-sayup. Entah kenapa, hari ini aku begitu sangat mengantuk kembali. Seiring, waktu aku pun tertidur dengan luka hati yang sedikit terbuka.

-------------------------

Hai, finally bab ini udah aku edit. Okay, jadiii next chapter akan aku post kembali secepat mungkin.

See you.

Pandayusy.

(Not) FriendzoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang