Kembali ke 1910

1.5K 137 5
                                    

KEMBALI KE 1910

"LARI! LARI! TIARAP!" jeritku terus kemudian tiarap di atas rerumputan lahan kosong menurun dari rumah Luke dengan dua yang lain. Sementara laser baru saja melintas di atas kami dan mungkin saja akan menghapus setengah dari tubuh kami jika kami lamban.

Kami terus menuruni bukit rendah ini dengan hati-hati tapi cepat. Berkali-kali kami nyaris beda sesenti dengan laser dan tergelincir. Sampai Luke tergelincir sungguhan, dia berputar-putar seperti roda bergulir di atas rerumputan sampai mendaratkan punggungnya pada aspal.

"Aw!" keluhnya sesaat.

"Lari Luke! Cepat!" Emily memperingatkan.

Ingin sekali aku memarahi Luke untuk tembak saja orang itu supaya semua ini tuntas. Tapi membayangkan jika aku ada di posisinya aku tidak akan tega melakukannya meski keadaan sudah segenting ini dan pria penjelajah bulan ini jahat. Tetapi tetap saja dia manusia. Aku tak berhak untuk mencabut nyawanya selama aku bukan algojo.

"Bung, cepat gunakan mesin waktunya dan hancurkan mesin waktu di masa lalu!" seru Luke di tengah napasnya yang terengah-engah.

"Aku tidak bisa meninggalkan kalian seperti ini dalam keadaan tak bertanggung jawab!" balasku selantang mungkin.

"Asal kau bisa cepat kami pasti akan aman! Lagi pula kalau aku mati dan kau hancurkan mesin itu, aku yakin aku akan kembali hidup! Tapi sayangnya terima kasih aku tidak mau mencobanya!"

Aku pun menoleh kesal pada mesin waktu yang kutenteng seperti briefcase berisi jurnalku. Fred, kau harus menyaksikan semua ini supaya kau tidak berani melanjutkan proyekmu lagi!

"Aku masih belum berpisah dengan benar dengan kalian ...," gumamku berharap mereka semua mendengar, tapi setengah dariku berharap tidak. "Mungkin setelah ini kita tidak akan bertemu lagi."

"T-tunggu!" Em langsung menyela.

Aku mulai melanjutkan kombinasi angka sesuai dengan yang ditunjukkan arlojiku supaya aku bisa kembali di waktu yang tepat setelah hilang selama beberapa saat. Alias, sesuai dengan alur.

"Bawa ini, Em," aku menyerahkan mesin waktu padanya, "antisipasi jika aku mungkin kembali untuk mengatakan sampai jumpa yang sesungguhnya."

"Don, tidak! Tunggu!"

"Sampai nanti," aku pun menekan tombol START pada mesin waktu dan seketika gravitasi kembali melumatku dengan pemandangan yang mendadak berubah seratus delapan puluh derajat.

Kemudian mataku terpejam secara otomatis dan kembali terbuka setelah aku berani yakin. Semerbak oli dan mesin, bengkel tua yang sangat kukenal kembali menusuk pernapasanku.

Ini adalah tempat di mana harusnya aku berada.

"Woah! Don! Kau kembali?!" Fred dengan semangat menyeru. Dia tampaknya sedang menyibukkan diri membuat mesin lain di tangannya.

"Fred-! Ah!" Aku lupa dengan kokpit gila yang berada empat kaki di atas permukaan. Aku langsug jatuh terperosok dengan indahnya di atas permukaan dan Fred menertawaiku.

"Aku tidak bisa membawamu kembali lagi! Sudah kuperbaiki berulang-ulang, tapi sepertinya ada masa-"

"Masalah!" dalam satu kali sentakan aku langsung berdiri dan menyambar bahu Fred sembari mengguncangnya, "kau harus hancurkan mesin waktu ini secepatnya sebelum masa depan hancur! Atau akan terjadi invasi dari masa depan ke masa ini dan-"

"Don! Tenang! Tenangkan dirimu!" Fred langsung menyanggah lebih lantang supaya aku sadar untuk diam. Baru setelah itu kusadari aku sudah terengah-engah bagai akan dicabut nyawanya. Aku ... aku panik!

"Pelan-pelan ceritakan padaku apa yang terjadi, oke? Duduklah. Teh hangat akan membantumu, ngomong-ngomong."

Aku dan Fred duduk di sofa lalu aku menjelaskan segalanya sambil menyesap teh yang menguarkan aroma menyegarkan. Berutungnya Fred langsung percaya sehingga kami tak butuh debat panjang lebar lagi. Lagi pula menurutnya juga masuk akal akan terjadi. Bahkan dia memahami harus menghancurkan mesin waktu itu sebelum semuanya terlambat.

"Aku mengerti. Aku tidak akan melanjutkannya lagi. Lagi pula kehilanganmu tadi sebentar saja sudah membuatku panik."

"Wow, aku tersanjung mendengarnya," ujarku agak kaget. Bisa juga dia merasa kehilanganku? Kukira aku hanya seorang pembantu di matanya.

"Kau sobatku dari remaja, Don! Mana mungkin aku bisa diam saat kukira kau akan hilang selamanya?!" Fred pun langsung merangkulku dengan ramah kemudian terbahak-bahak. Aku pun jadi ikut terbahak-bahak.

"Hahaha, kau benar ...," lalu sejenak aku menjeda untuk menarik napas dan menghembuskannya. "E = MC2 (kuadrat) itu, bagaimanapun aku merasa rumus itu memang ditakdirkan jadi misteri selamanya ...."

"Yup, kau benar bung," Fred pun mengangguk setuju.

"Ngomong-ngomong, sebelum dihancurkan, bisakah aku minta waktu sebentar untuk kembali ke sana ...?"

"Demi gadis muda itu? Kau mencintainya ya?" Fred menaik-turunkan alisnya dengan gaya mengusik.

Aku langsung memutar bola mata. "Aku tidak mau mencintai anak muda. Lagi pula bosan aku dituduh sebagai selingkuhannya."

Fred pun tertawa. Dia menepuk punggungku tiga kali sembari bangkit. "Kutunggu kau dan kita hancurkan mesin ini sama-sama."

"Baiklah."

Maka, aku kembali lagi pada tahun 2015.[]

105 Years [2015]Where stories live. Discover now