Victoria

295 30 8
                                    


"Pagi, cinderella."

Niana malas menanggapi sapaan Mila, ia menarik kursi, duduk menghadap Bee yang kini nikmat melahap dua bugel roti. Sesaat Niana dan Bee saling melihat. Bagaimana cara Bee meliriknya, membuat Niana membatin, tapi hal itu berlalu secepat Niana membalikkan piring di hadapannya. Mengisi perut, semacam misi penting daripada segalanya.

"Aku sering makan bugel, tapi bugel dengan campuran kismis berry ini, sesuatu yang briliant." puji Bee. "Lihatlah semua hidangan ini, kita benar-benar tamu spesial."

Niana tak minat dengan menu lain, ia melirik Poutine, menu utama sarapan di meja makan. Masakan itu populer di Kanada, pilihan aman untuk para tamu, terutama bagi Niana yang gabung di meja makan paling terakhir.

Komentar-komentar sarapan mengiringi satu suapan poutine masuk ke mulut Niana. Seketika kedua alisnya naik ke atas. Enak. Poutine itu mirip buatan Yin dan Yang. Perpaduan Kentang dan toping dagingnya seimbang, lidah termanjakan.

"So, usai ini kita lihat-lihat kebun Tanner." kata Mila. "Ana, tadi pagi kau sepedaan kan? asik? bagaimana jika kita coba juga?"

"Ide bagus." jawab Tami. "Aku melihat mereka tadi pagi." ia menunjuk Niana. "Kau dan tuan Tanner cepat sekali akrab."

Mendadak daging ngadad di tengah tenggorokan. Niana segera menyaut gelas minuman. Mila tersenyum singkat melihatnya.

"Kai, kau bonceng aku ya?" pinta Tami.

Yang ditanyai diam saja, malas menjawab.

"Ok. Kuanggap kau setuju."

"Aku tidak boleh terlambat." Kai menyeka mulutnya dengan serbet dan langsung beranjak, meninggalkan yang masih sarapan.

"Tami, sebesar apapun kau mengidolakannya, Kai datang ke sini karena dia mau magang." kata Mila.

"Aku ke sini karena ingin mendukungnya." jawab Tami.

"Kau perlu strategi nak, kurasa Kai cukup sulit ditakhlukan." ucap Bee. "Dia bagaikan samudera Hindia."

"Apa cinta tak mampu menakhlukan Samudera?" kalimat Tami membuat ekspresi orang-orang berubah, di jaman sekarang, gombalan itu masih ada yang pakai?

"Aku bukan hanya penggemar, tuan Bee, aku jatuh cinta." ucapan Tami tegas, sengaja agar Mila pun mendengarnya. Siapa sangka? yang menjadi saingannya adalah boss nya sendiri. Ini lebih berat daripada menyelesaikan satu chapter tulisannya. "Aku akan membuatnya jatuh cinta padaku sebelum waktu liburan kita habis." Tami cukup percaya diri.

"Bukannya kau ke sini karena mau menemaniku?" protes Mila. "Bagaimana pun juga, jangan lupa kalau aku prioritasmu."

Tami meletakkan sendok dan garpunya, "Tenang saja, aku cukup profesional." setelah menjawab, gadis itu cabut dari meja makan.

"Cinta menjadikannya pekerja keras." Mila meneguk minumannya sambil menusuk pipi Niana. "Belajarlah dari Tami." entah apa maksudnya, Niana malas mencerna.

"Aku masih heran." celetuk Bee. "Sampai kapan anak itu jadi asistenmu? sebenarnya, dia bisa mendapatkan apapun yang dia mau."

Mila mengelap mulutnya dengan serbet makan. "Urusan keluarga itu rumit." ucapnya santai. "Asalkan dia nyaman. Terserah dia kan..." 

RED BERRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang