"Sabtu"

802 116 5
                                    


"Loh, George?" tanya Helen dari jendela perpustakaan tempat biasanya ia dan Lucy bertemu. "Kau.. bukankah hari ini lombanya?"

George mengangguk. "Memang benar, tapi aku harus bertemu dengan Lucy."

"Harus sekarang juga? Bagaimana dengan perlombaanmu? Oh ngomong-ngomong aku tidak bisa hadir. Aku ada acara keluarga." Helen mengusap keningnya. "Lagi pula ada masalah apa kau dengan Lucy?"

"Kami—aku melihat Lucy di apartemen milik temanku. Sungguh, aku tidak tahu kalau dia tinggal disana. Saat itu aku menyapanya, lalu.. Lucy sepertinya marah padaku. Kenapa?" George merasa bingung, sepertinya dia tidak melakukan kesalahan apapun. "Dan tidak masalah jika kau tidak bisa hadir."

Helen mendesah lega. "Temanmu seorang wanita?"

"Ya, apa itu salah?"

Helen tersenyum jahil. "Sepertinya aku mengerti.."

George mengerutkan keningnya. "Mengerti apa Helen? Apa aku salah?"

"Ya, kau salah." Helen menggelengkan kepalanya.

George menelan ludah. "Oke, aku salah apa?"

"Kau tidak menghargai perasaan Lucy." Helen kembali menggelengkan kepalanya, ditambah dengan desahan di akhir.

"Tidak menghargai perasaannya? Kenapa?"

"Sepertinya Lucy menyukaimu." Helen kembali tersenyum jahil.

Jantung George seperti ditekan keras, apa benar? "Sungguh? Kau berpikir seperti itu?" George mengusap keningnya. Berarti.. "Sebaiknya aku harus menjelaskan sesuatu padanya. Apa Lucy ada?"

"Sayangnya dia libur setiap hari sabtu dan minggu." Helen mengangkat bahunya, "Menjelaskan apa? Kau juga menyukainya?"

Wajah George mulai panas. Jantungnya serasa ingin meledak. Dia merasa.. senang, bingung, dan.. panik.

Helen mengangguk-anggukkan kepalanya. "Terlihat dari wajahmu."

George tersenyum kikuk. "Diamlah Helen."

Helen tertawa. "Jika aku jadi kau, aku akan langsung pergi ke apartemennya saat ini juga, tidak peduli Lucy sedang mandi atau apa, aku akan langsung menemuinya."

"Kau benar." George membereskan pakaiannya. "Aku harus kesana."

George menekan bel apartemen kecil itu dengan gugup. Perkataan Helen yang mengingatkan perasaannya pada Lucy semakin membuatnya gugup. Lagipula, George lebih gugup saat memikirkan ada orang lain yang menyapanya selain Lucy.

Salah satu pintu apartemen di lantai bawah terbuka. Seorang wanita paruh baya tersenyum hangat pada George, yang entah kenapa membuat George merasa sedikit nyaman. "Ya?"

George berdeham pelan. "Permisi, saya mencari Lucy."

"Maaf dengan siapa ya? Aku baru melihatmu."

George mengelap tangannya, lalu mengulurkan tangannya pada wanita itu. "Maaf saya tidak sopan. Saya George, teman.. Lucy."

Wanita itu tertawa. "Tidak perlu seformal itu. Jadi kau yang bernama George?" Wanita itu tersenyum. "Anak-anak yang tinggal disini sering memanggilku Bibi Em. Lucy ada di atas.. entah kenapa dia belum keluar dari pagi. Biasanya dia yang menyiram tanaman setiap sabtu dan minggu pagi.." Bibi Em mendesah. "Ayo masuk. Aku yakin Lucy sudah bangun, kau langsung ke atas saja."

George masuk sambil menutup kembali pagarnya, ia menunduk sopan pada Bibi Em. "Terima kasih, Bibi Em."

[✓] I Love You in 10 DaysWhere stories live. Discover now