Terbangun hingga tengah malam, Sehun memutuskan untuk mengeluarkan beberapa senjatanya yang ada di dalam kardus ke atas kasurnya. Tangannya memilah ke empat senjata andalannya, sampai memilih satu yang terbaik untuk digunakannya malam ini.
Tiba-tiba, ponselnya berdering, memunculkan sebuah pesan dari Yunho.
— \Yunho\
Apa kau berhasil menyembunyikan senjatamu?
Ujung bibir Sehun tersungging. Yunho mengirimkan pertanyaan yang tepat waktu.
/Sehun/ —
Tentu. Dan aku akan
menggunakannya malam ini.
Setelah membalasnya dengan singkat, Sehun melempar ponselnya ke atas kasur. Mengabaikan balasan pesan dari Yunho yang dia yakini adalah berisi peringatan yang melarangnya untuk menggunakan senjata yang sudah ada di tangannya malam ini.
—
Kini Sehun sudah berada di rumah Luhan, kakinya mengendap-endap tanpa suara ke dalam kamar. Dia menarik pelatuk senjatanya saat mendapati Luhan yang sedang tertidur di kasurnya. “Aku akan membunuh anakmu malam ini, Hyunsuk.”
Sehun mengarahkan senjatanya pada kepala Luhan, jari telunjuknya menekan perlahan untuk menembak, hingga-- tak ada satu peluru pun yang keluar. “Apa?” Dia menarik senjatanya memeriksa isi pelurunya yang ternyata kosong. “Sial. Ternyata Yunho belum mengisinya.”
Gumamannya tersebut tanpa sadar membuat Luhan terusik. Sehun spontan melangkah mundur, keluar dari kamar Luhan. Kakinya berjalan terburu-buru.
—
Di siang harinya, Sehun menemui Yunho di markas. Mengeluarkan semua senjata di dalam kardus yang di bawanya di atas meja Yunho. “Apa-apaan semua ini? Kau sengaja mengirimku senjata tanpa peluru untuk membodohiku?”
Yunho mengeluarkan asap rokok dari mulutnya. “Kau pikir setelah aku mengetahui segala rencanamu, aku akan mengirimmu senjata berisi peluru penuh begitu saja? Aku tahu kau akan melakukan hal gila seperti yang kau katakan lewat pesan tadi malam.”
Jari Yunho menekan rokoknya yang menyala di dalam asbak. Dia beranjak dari kursinya untuk mendekat ke arah Sehun. “Kau harus ingat. Kau tidak boleh dikendalikan oleh emosimu. Karena sekali saja kau menembakan isi peluru itu kepada Luhan... kau akan kehilangan semuanya. Semua usahamu untuk mencapai hari ini akan terbuang sia-sia.”
Sehun mengacak rambutnya frustasi. “Aku sudah hampir mendapatkan nyawanya... Tapi kau--”
“Sudahlah... kau tidak perlu cemas memikirkan itu. Kau akan punya waktu yang tepat untuk membunuhnya.” Yunho melemparkan sebuah tas. “Lebih baik, sekarang kau siap-siap untuk pergi kuliah. Ternyata walaupun Luhan seorang pelacur, dia tetap menjalani kuliah. Ya... Memang akhir-akhir ini dia sering cuti. Mungkin karena dia malu karena sudah banyak yang mengetahui jati dirinya sebagai pelacur. Tapi jika dia mau, dia akan kuliah.”
Mata Sehun hanya menatap tas tersebut tanpa ada rasa ingin mengambilnya.
Yunho memberikan tas itu dengan paksa. “Hei, kuliah berlaku atas semua usia. Aku yakin otakmu itu pintar. Dan kau harus tahu, ini adalah perintah ayahku. Ayahku dan aku ingin memberikanmu balas dendam terbaik.” Kedua tangannya terlipat di dada. “Anggap saja ini adalah sebuah balas budimu terhadap ayahku yang sudah melakukan apapun untukmu. Dan... tolong jangan kecewakan kami.”
—TBC
YOU ARE READING
ASSASSIN
FanfictionAkibat menaruh dendam atas terbunuhnya sang ayah bertahun-tahun lalu. Oh Sehun nekat meneruskan pekerjaan ayahnya sebagai pembunuh bayaran agar bisa menemukan si pembunuh dan membunuhnya. Saat menemukan identitas si pembunuh, Oh Sehun malah terjerat...
