Isle Chamberway memilih hidup di luar bayangan Kerajaan Inggris sebagai wanita biasa, kendati statusnya sebagai tuan putri yang memang selama ini dirahasiakan keberadaannya. Semua orang tahu tentang Isle Chamberway, namun tidak dengan rupanya. Dan s...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Pandangan terfokus pada ponsel di tangannya, suasana hati Caleb jatuh ke dalam jurang. Pekerjaan hari ini yang sangat membuat otaknya panas, pesan dari Skye yang tiba-tiba, ditambah lagi panggilan telfon dari sang ibu, Jessica yang mengabari kejadian sore tadi.
Anastasya.
Wanita itu masih saja belum menyerah. Sampai-sampai mendatangi ibunya dan hampir membuat pusat perhatian di lobby International Daily yang sedang ramai akibat jam pulang kerja.
Ia benar-benar bingung kali ini, tampaknya Anastasya belum akan menyerah sampai beberapa waktu ini, bahkan bisa lebih. Caleb kira wanita itu akan berhenti dalam waktu dekat, mungkin saja, tapi kelihatannya tidak mungkin.
Anastasya memang cantik, tubuhnya proposional dan memiliki senyum yang indah. Walaupun bukan model ternama, Caleb yakin dalam beberapa tahun wanita itu akan meraih sukses.
Ini salahnya sendiri, Caleb tidak sadar akan bahaya yang bisa dilakukan Anastasya dan dampaknya terhadap reputasinya. Haruskah ia lakukan sesuatu? Tidak juga. Apakah cara pemutusan hubungannya kemarin terlalu jahat? Bisa jadi.
Toh pada akhirnya semua hubungan pasti akan berakhir. Caleb tidak mau memusingkannya, namun apa boleh buat, wanita itu sudah sampai berani datang ke ibunya kali ini.
Menghembuskan nafasnya kasar, Caleb menekan tombol di atas mejanya. "Wyland, I need you to do something."
Beberapa detik kemudian, asistennya itu pun masuk ke ruangannya. Sudah siap dengan segala tugas yang akan diberikan Caleb, Wyland mengerutkan dahinya dengan samar mendapati raut wajah atasannya yang muram.
"Ya, sir?"
"Tolong pastikan Anastasya tidak pergi atau masuk ke dalam International Daily lagi." Pintahnya, menolehkan kepala ke arah jendela besar yang menunjukkan kota Dallas di malam hari.
"Baik. Oh ya, tuan Maverick sedang menunggu Anda di ruang tunggu."
Ucapan Wyland barusan membuat Caleb sedikit kaget. Maverick Carson, sang ayah? Untuk apa ia datang kemari tiba-tiba tanpa memberitahunya terlebih dahulu? Terlebih hari sudah cukup larut malam, apakah ada sesuatu yang sangat penting sehingga tidak bisa disampaikan lewat telepon?
Berbagai pertanyaan tersebut berlalu lalang di kepala Caleb, membuatnya makin pusing. Tangan kanannya bergerak memijat keningnya, lagi-lagi menghembuskan nafas dengan kasar. "Katakan padanya untuk langsung masuk saja lain kali, tolong."
Setelah mendengar perintah dari atasannya, Wyland menganggukkan kepalanya sebelum akhirnya keluar dari ruangan Caleb. Beberapa saat kemudian pintu terbuka lagi, menunjukkan sesosok Maverick Carson yang masih gagah tak lekang oleh waktu. Usianya sudah hampir 60, namun gurat ketampanan pria itu masih terpampang jelas, hampir identik dengan putra sulungnya— Caleb Carson.
"Terlihat sepi." Maverick mengesturkan tangannya pada dinding berwarna putih polos yang berada di belakang sofa tamu disertai tatapan menilai akan kekosongan tanpa dekorasi yang menurutnya kurang menarik.
Caleb terkekeh kecil, mengingat selera sang ayah yang cukup nyentrik dibandingkan dirinya. "Kira-kira kehormatan apakah yang kuperoleh sampai membuatmu datang ke Dallas tanpa pemberitahuan sebelumnya?"
Mendengar pertanyaan putranya yang terus terang, Maverick tanpa segan langsung saja menjatuhkan bokongnya di atas sofa, melipat kedua lengannya di depan dada. "Undangan Charity Gala. Aku tahu kau sibuk dan blah blah alasan lainnya yang terus kau berikan setiap tahunnya, tapi kali ini... aku terus terang sangat mengharapkan kehadiranmu."
Baru saja Caleb ingin membuka mulutnya, Maverick langsung mengacungkan jari telunjuknya dan menggerakannya untuk menyela. "Ah, tidak ada alasan! Aku sudah pastikan dengan Wyland untuk menghapus semua jadwalmu pada Sabtu esok."
"Oke." Kata Caleb pelan, pikirannya berkelana membayangkan betapa membosankannya Gala nanti. Terlebih... pasti ada Mason. "Oke, lihat nanti."
"Jangan bawa wanita mainanmu, mengerti?"
Mengangguk mengiyakan, kali ini tak masalah bagi Caleb. Toh memang dia sedang single sekarang, dan tentu saja untuk apa ia membawa wanita mainan ke Gala keluarga Carson yang nyatanya banyak orang penting di sana? Terlalu riskan.
"Itu saja?"
"Ya, itu saja. Pastikan juga ibumu datang." Ujar Maverick, bangkit dari sofa yang nyaman dan kembali memakai kacamata hitamnya sebelum melangkah keluar dari ruangan putra sulungnya itu.
Langsung saja tangan Caleb bergerak mengendurkam dasinya, menyandarkan tubuhnya pada kenyamanan kursi yang empuk. Jujur saja, Caleb enggan rasanya datang ke Gala itu. Setiap tahunnya ia selalu beralasan dan kali ini sang ayah tampak muak dengan berbagai kebohongannya sampai-sampai datang secara langsung ke kantornya.
No more excuses.
Tentu Gala tersebut sangat berarti sebagai penggalangan dana untuk Carson Foundation yang menangani pelajar kurang mampu di luar sana untuk mengemban pendidikan terbaik. Walaupun tidak pernah datang selama beberapa tahun ini, Caleb tetap berpatisipasi di belakang layar, ia hanya tidak suka bersosialisasi di acara itu saja.
Otaknya berputar, mencari cara terbaik untuk meyakinkan sang ibu untuk ikut datang. Jemari-jemarinya mengetuk ujung meja, lagi-lagi otak jeniusnya kehabisan ide. Jessica dan Garcia memang tidak ada bad blood sama sekali, namun rasanya bagi mereka berada dalam tempat yang sama akan sedikit canggung. Apa itu hanya bayangan Caleb saja? Entahlah, sepertinya terakhir kali kedua wanita itu berada di tempat yang sama sudah lama sekali, mungkin hampir sepuluh tahun.
"Wyland." Panggilnya lewat intercom yang ada di depannya.
•••
Sesampainya di dalam apartemen, Isle langsung menghempaskan tubuhnya di sofa. Tubuhnya terasa remuk, pikirannya jenuh dan sepertinya tamu bulanannya akan datang sebentar lagi.
Mason Baccari, sepertinya memang orang yang terkenal— dengan gontai Isle meraih ponselnya di kantong blazer kemudian mengetik nama pria itu di laman pencarian.
Benar saja, ternyata pria itu adalah seorang pembalap mobil, NASCAR lebih tepatnya. Matanya biru sekali, bahkan lewat layar pun Isle hampir tenggelam di dalamnya. Oke, mungkin itu terdengar berlebihan tapi Isle tidak berbohong. Baru saja Isle hendak membuka laman wikipedia Mason Baccari ketika peringatan bahwa baterai ponselnya habis muncul. Menghembuskan nafasnya kasar, Isle bangkit dari sofa nyamannya itu dan bergerak menuju kamar tidur untuk mengambil kabel.
Setelahnya, ia langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Tampilan wajahnya di cermin benar-benar menggambarkan apa yang ia rasakan saat ini, lelah. Jet lag dan kurang tidur membuat kantung matanya menggelap. Warna pirang di rambutnya juga sudah terlihat tidak menarik, mungkin efek memiliki rambut pirang seumur hidupnya yang menyebabkan ia bosan sekarang. Dan benar saja, sebuah ide gila sepintas lewat di otak Isle.
"Merah, huh." Gumannya sambil memegang ujung rambut pirang gelapnya itu. Entah apa ini ide yang bagus atau gila, yang pasti akan datang kritik dari ibunya tercinta di Inggris sana. Tapi... tampil fresh sekali-kali tidak ada salahnya juga 'kan? Kali ini tidak tahu apa yang merasukinya sampai berpikir seperti itu. Senyuman pun terbentuk di bibir merahnya yang masih berlapis lipstick, ya mungkin itu ide yang bagus.
•••
haiiii!!! thank you for reading this chapter makasih yaaaa💚 semoga suka walaupun rasanya ini cuma filler chapter aja ehhehehe... jangan lupa vote yaa and maybe leave a comment??? stay tune! oh yaa, di atas itu ilustrasi kira-kira ruangan kantornya Caleb, foto Isle dannn ilustrasi kayak gimana sih apartemen barunya Isle <3