3 | orang jahat

Mulai dari awal
                                    

**

Alaska

Untuk Thea,

Selalu ada banyak maaf yang gak akan pernah bisa termaafkan, dan maaf ini adalah salah satunya.

Mungkin ini akan jadi hadiah terakhir sebelum lo pergi, dan gue gak akan pernah punya hak untuk minta lo kembali.

Lewat buku ini, lagi-lagi gue cuma ingin menyampaikan maaf.

Maaf udah sebegitu mengecewakan lo, dan maaf harus mengambil keputusan seperti ini.

Maaf untuk menyakiti hati lo dan memilih untuk meninggalkan lo tanpa pamit lebih dulu.

Namanya berbeda. Perempuan yang tadi datang di kantor bukan bernama Thea. Melainkan Keira.

Dan buku ini gak diperuntukan untuk Keira, melainkan Thea.

Aku menutup buku berjudul Puisi-Puisi Cinta karya W.S Rendra ini sambil sesekali menyepitkan mata. Angin bertiup sangat kencang sampai membuat mataku sakit. Tapi sakit di mata ini gak menghentikan aku untuk terus kembali ke sini setiap pagi. Tepat di atap gedung hanggar untuk melihat pesawat-pesawat yang jadwal terbangnya pagi untuk bersiap di wilayah traffic mereka. Rambutku beterbangan ke sana dan ke mari, udara dengan sangat menyelekit menusuk-nusuk permukaan kulitku, tapi ketenangan yang bisa aku dapatkan di sini gak akan pernah bisa aku dapatkan di tempat lain.

Laki-laki.

Aku pernah dengar, ada banyak nama perempuan di kehidupan seorang lelaki. Tapi biasanya, hanya ada satu nama laki-laki di kehidupan seorang perempuan.

Laki-laki memilih, sedangkan perempuan dipilih.

Dan rasa-rasanya ada sedikit ketimpangan di kalimat-kalimat barusan yang membuat aku bepikir... Gak adil amat?

Tapi setelah aku ingat lagi, pada dasarnya gak semua laki-laki seperti itu. Salah satunya Om Thara, ayahnya Giandra. Sampai akhir hayatnya, cuma ada satu nama perempuan di hidupnya, walaupun dia sempat menikah dengan perempuan lain karena terpaksa. Dan aku yakin, di luar sana masih ada banyak laki-laki baik seperti Om Thara.

"Ska, itu cowok lo udah jemput!" kegaduhan suara Anka membuat aku sontak menoleh ke belakang, membuyarkan lamunanku yang panjang tentang masa lalu. Anka ngos-ngosan karena perjalanan naik 'tangga loteng' seperti yang dia maksud itu memang sangat melelahkan untuknya. Makanya dia selalu sebal kalau aku gak bisa ditemukan di manapun di bandara, karena artinya aku pasti ada di sini. "Duh, udah gue bilang berulang kali kalo bengong jangan di sini! Peer banget nyamperin lo nya!"

"Ah iya," dengan cepat aku langsung berlari, gak ingin membuat Giandra menunggu lebih lama. "Eh, gue ampir lupa..," aku tiba-tiba teringat sesuatu.

"Kenapa?" dengan keadaan rambutnya yang berantakan, Anka berusaha membuka matanya untuk menatapku.

"Emang di ATC ada yang namanya Selvi?"

"Hah?" Anka terlihat bingung. "Selvi? Kenapa si Selvi emang?"

"Itu.. Si Detrian-Detrian itu minta foto dia."

"Hah? Minta foto dia? Siapa tuh cewek? Kok fotonya disimpen-simpen?" penuh kesewotan, Anka hampir membuatku tertawa. "Eh ada deh! Mbak Selvi!"

"Mbak Selvi siapa?" seingatku benar-benar gak ada satu orang pun bernama Selvi di Air Traffic Control Angkasa Satu.

"Mbak Selvi! Yang jaga kantin!!" Anka dengan semangat berteriak. "Nanti deh gue yang fotoin Mbak Selvi.. Eh tapi kenapa Mas Trian minta foto doi ya? Anaknya udah tiga itu," aku lalu menaikkan kedua pundakku, tanda gak mengerti.

Langit AlaskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang