(2/2) Special Part

Start from the beginning
                                    

Itu adalah pukulan yang tepat sasaran. Xiaojun bahkan kehilangan selera untuk berbicara dengan Hendery selama beberapa waktu setelahnya. Ia mendiami Hendery, pun tanpa memberikan alasan yang jelas. Keterdiamannya diliputi banyak hal; kesal tanpa alasan, rasa bersalah, serta kecemasan. Xiaojun takut untuk mengetahui apa yang Hendery pikirkan setelah membaca pesan itu. Bagaimana perasaannya? Apa yang pria itu rencanakan?

Meski Hendery tak menunjukkan reaksi yang Xiaojun takutkan seperti menimbang kembali hubungan mereka, namun perasaan negatif yang terlanjur Xiaojun rasakan sukar untuk dihilangkan. Xiaojun tak ingin Hendery digoyahkan melalui rasa bersalah. Namun di sisi lain, Xiaojun mempertimbangkan pula posisi Hendery yang telah mengenal Na Jaemin jauh sebelum pertemuan pria itu dengan Xiaojun. Bukan tidak mungkin perasaan Hendery kepadanya tidak sedalam ketika Hendery bersama Na Jaemin.

Sayangnya, Xiaojun bukanlah malaikat yang akan memikirkan perasaan setiap orang. Ia cukup egois untuk memprioritaskan perasaan dan keinginannya terhadap Huang Hendery. Karena itu Xiaojun lebih memilih diam alih-alih membahas hal-hal yang telah menjadi masa lalu. Sebagai imbasnya, Xiaojun merasa begitu sensitif setiap kali nama Na Jaemin dijadikan sebagai topik pembicaraan—terlebih, jika itu dari mulut Huang Hendery.

“Tapi kau tidak boleh memperlakukan Hendery seperti itu.”

Xiaojun melirik barista di hadapannya dengan setengah malas. Qian Kun sama sekali tidak terlihat terganggu dengan tatapan yang ia terima. Pria itu justru dengan tenang melanjutkan pekerjaannya untuk mengelap gelas kaca tanpa membalas kontak mata.

“Apa aku datang hanya untuk disalahkan?”

“Sebenarnya aku tidak bermakud menyalahkanmu. Tapi jika kau merasa seperti itu, maka anggap saja hal itu pantas untuk kau dapatkan.”

“Qian Kun.”

“Kekasihmu mungkin sengaja menunjukkan foto mantan kekasihnya untuk membantumu keluar dari kecemasanmu selama ini.” Qian Kun menggantung gelas yang telah sepenuhnya bersih. Ia meletakkan kain lap dan kini memutuskan untuk fokus kepada Xiaojun.  “Ketika manusia telah melampaui batas keegoisan, mereka akan menjadi serakah.”

“Aku serakah?”

“Ya. Egomu terlalu serakah. Kau menginginkan kenyamananmu sendiri tapi mengabaikan kenyamanan orang lain. Kau yang bilang bahwa pria Korea itu hanya masa lalumu dan kekasihmu. Lalu apa masalahnya? Kenapa kau terlalu membawa perasaan hal-hal yang seharusnya kau hadapi tanpa bersikap seperti pecundang?”

Xiaojun menghela napas panjang ketika menemukan dirinya tidak dapat membantah satupun kalimat yang dilontarkan Qian Kun. Xiaojun kini menyandarkan diri pada punggung kursi yang hanya setengah dari badannya. Pandangan Xiaojun terlihat kosong meskipun terarah lurus kepada gelas pendek di genggamannya. “Entahlah... aku hanya merasa... telah menerima sesuatu dengan cara yang tidak baik.”

“Xiaojun, dengarkan.” Qian Kun yang telah setengah kesal lalu sedikit membungkuk sembari menyandarkan kedua tangannya di ujung meja. “Mungkin, pertemuanmu dengan kekasihmu tidak dengan cara yang baik, pun proses hubungan kalian hingga seperti sekarang. Tapi kau tidak perlu bertanggung jawab untuk segala hal. Aku tahu semua kecemasan dan tingkah lakumu yang sekarang hanyalah salah satu bentuk dari pertahanan dirimu, mungkin alam bawah sadarmu yang memintanya. Percayalah, pria itu telah menemukan kebahagiaannya sendiri. Pun denganmu, dengan kekasihmu. Lalu apa yang kau permasalahkan? Waktu terus berjalan, tidak menunggu siapapun. Jika pria itu bisa melanjutkan hidup setelah dicampakkan oleh kekasihmu, maka kau juga harus melanjutkan hidup setelah mendapatkan kekasihmu sekarang. Ini sederhana. Aku tidak mengerti kenapa aku harus mengatakan semua ini, ck.”

Xiaojun menunduk, ia berpikir sejenak. Di hadapannya, Qian Kun menanti reaksinya.

Xiaojun mendongak dengan tiba-tiba. Sedikit membuat Qian Kun terlonjak karena kaget. Ketika Qian Kun berpikir bahwa Xiaojun akan mengatakan hal lain tentang pembahasan mereka, yang keluar dari mulut pria itu justru perintah seenaknya dengan kekehan tipikal orang mabuk.

“Satu gelas lagi. Hehe.”

🔸️Seoul City🔸️

Hendery diliputi rasa penyesalan ketika ia mendapatkan perlakuan yang begitu dingin dari Xiaojun setelah hari itu. Xiaojun selalu mengabaikannya dalam tiap kesempatan. Berangkat lebih pagi dari biasanya dan pulang larut malam. Memperlakukan apartemen mereka tidak lebih dari tempat penginapan. Bukannya Hendery tidak tahu apa yang menyebabkan sikap Xiaojun menjadi sensitif seperti ini. Meski tidak sepenuhnya mengerti, setidaknya Hendery cukup sadar untuk tahu jika Xiaojun serius untuk menghindari pembicaraan tentang mantan kekasihnya.

Karena itu, setidaknya Hendery harus memberi penjelasan dan meyakinkan Xiaojun tentang kebulatan tekadnya. Hal yang paling tidak harus ia lakukan adalah berlutut untuk memohon pengampunan, membuktikan perasaannya dan memastikan apapun yang Xiaojun khawatirkan tidak akan terjadi.

“Apa yang kau lakukan?”

Hendery tersenyum masam. Diam-diam merasa tertohok dengan nada dingin yang Xiaojun ucapkan kepadanya. Hendery membenarkan jas yang ia kenakan. Mempersilakan Xiaojun—yang telah ia tunggu tepat di hadapan pintu apartemen sejak dua jam lalu—untuk masuk dan mengganti alas kaki.

Xiaojun memandang sekeliling dengan keheranan. Sebuah makan malam suasana romantis yang biasa ia dapati di film remaja kini terpampang di depan matanya. Hendery bukan tipikal pria yang ingin direpotkan hanya untuk memuaskan hati kekasih. Biasanya, jika mereka memerlukan suasana seperti ini, Hendery hanya akan mengajaknya ke restoran yang sebelumnya telah ia pesan.

Dari sini, Xiaojun telah sedikit mengerti jika Hendery memang memiliki maksud yang cukup besar.

Karenanya, Hendery bekerja keras begitu sesi pemotretan terakhir untuk proyeknya selesai. Hendery bersusah payah menyiapkan makan malam untuk Xiaojun, lantas menegaskan kepadanya bahwa Xiaojun lah orang yang Hendery pilih. Na jaemin telah menemukan kebahagiaannya, kalaupun tidak, Hendery tidak akan melakukan apapun untuk membantu menemukannya.

Dan di sinilah keduanya berakhir. Duduk saling menghadap dalam keterdiaman yang panjang. Hendery meremas celananya dengan gugup. Lantas mengambil ancang-ancang sebelum ia mengeluarkan suara.

"Aku minta maaf. Kau tahu, aku tidak bermaksud--"

"Lupakan." Xiaojun memotong dengan cepat. Membuang pandangan ketika ia melakukan kontak mata dengan Huang Hendery. "Qian Kun mengatakannya, kalau mungkin saja... aku bersikap terlalu egois."

"Tidak juga, wajar untuk kesal. Aku memahaminya."

"Siapa yang meminta dipahami?" Dengus Xiaojun. "Aku hanya mengatakan kalau aku akan mulai intropeksi diri dari sekarang. Jadi kau tidak perlu... menyiapkan hal semacam ini dan mengatakan kalimat-kalimat panjang hanya untuk meyakinkanku."

Tidak ada reaksi selama beberapa waktu. Sebelum pada akhirnya Hendery terkekeh sembari menutupi mulutnya.

"Benar-benar, Xiao Dejun, kau... sangat sulit ditebak."

"Lihat siapa yang mengatakannya?"

"Baru tadi pagi kau menganggapku seperti hiasan dinding, dan sekarang kau mengakui kesalahanmu?"

"Bukan sepenuhnya kesalahanku. Kau yang selalu memancing topik tentang bekas kekasihmu di depanku."

Hendery tertawa pelan, lalu mengangkat kedua tangannya sembari mengangguk-angguk. "Salahku.. ini semua salahku."

Xiaojun memutar bola matanya malas.

"Kalau begitu, sebagai permintaan maaf, aku akan melayanimu selama makan malam." Hendery membuat gerakan menunduk hormat dengan tangan kanan di dada kiri. Xiaojun merengut geli melihatnya. "Aku adalah pelayan Paduka malam ini."

"Urgh, sudahlah. Jangan berlebihan."

Keduanya berpandangan selama beberapa waktu sebelum terkekeh dalam satu sekon yang bersamaan.

Sangat sulit untuk menghindari permasalahan dalam menjalani sebuah hubungan, namun setidaknya, Xiaojun dan Hendery telah berhasil mengatasi permasalahan kecil mereka kala itu.

Mereka hanya perlu menerapkan metode yang sama ketika menjumpai permasalahan serupa. 

[2/2]

[Book 2] Seoul City ▪ HenXiao ☑️Where stories live. Discover now