insiden ikat rambut

138 18 8
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jikalau diminta untuk mendeskripsikan apa itu konser atau festival musik cukup dengan satu kata, maka lekas akan saya menjawab; berisik.

Tidak, saya bukannya bermusuhan dengan acara yang melibatkan lautan manusia itu, tetapi harus ada momen yang tepat bagi saya untuk betul-betul tertarik menyatu dengan hingar-bingar keramaian. Situasi yang penuh sesak hingga membikin gerah bergelayut manja memeluk tubuh kerap memaksa saya untuk berpikir dua kali bila ingin berpartisipasi di dalamnya.

Oh, ayolah, saya yakin bukan cuma saya seorang diri yang demikian, kan?

Jadi, apa poinnya membicarakan opini saya barusan? Bukan apa-apa. Saya dan keramaian mungkin belum jadi teman akrab, namun justru pada acara seperti itu serta insiden tak terduga di dalamnya pula yang membuat cerita terkait sosok yang namanya selalu saya sebutkan di buku ini bermula.

Sebelumnya terima kasih untuk teman baik saya, Jovan, kalau bukan karena menyetujui ajakan nonton acara ulang tahun sekolahnya yang super meriah saat itu, barangkali saya dan Gema tidak punya riwayat berarti untuk diceritakan.

Gema Antariksa merupakan salah satu dari lima sosok baru yang saya kenal malam itu, yang rupanya berteman dekat dengan Jovan sejak lama. Berkaus hitam yang ditumpuk dengan luaran denim. Terlalu sering tersenyum, seperti ia memang dilahirkan untuk menebarnya terus-menerus.

Ia mungkin bukan seseorang yang langsung meninggalkan kesan kelewat hangat layaknya Bhanu, yang gemar membuat saya ikut ambil andil dalam percakapan. Bukan juga yang senang melempar guyonan serupa Wayan dan Mika, atau yang dengan tenang hanya mengulas senyum simpul sembari memperhatikan teman-temannya sibuk bersenda gurau sebagaimana Raksi. Gema nimbrung di beberapa kesempatan, lalu lebih banyak menghabiskan waktu untuk turut melepaskan tawa.

Atmosfer menyenangkan itu terus berlanjut sampai tiba saatnya pengisi acara yang dinanti-nanti oleh Jovan muncul di panggung. Band indie lokal yang namanya sedang melejit. Saya ingat menyimpan beberapa lagu mereka dalam playlist.

Suasana kian meriah. Semuanya hanyut seraya turut bernyanyi, terlebih Mika dan Jovan yang paling bersemangat, disusul Wayan yang suka rela membuat suaranya serak dengan segenap jiwa raga. Saya mendengus geli ketika mendapati Raksi cekikikan di belakang sambil menunjuk-nunjuk tingkah polah temannya.

Makin riuh acaranya, maka makin sesak pula situasinya. Saya mulai tidak nyaman. Apalagi kami berada tepat di tengah-tengah khalayak yang saling berjejal. Tidak bisa dipungkiri bahwa saat itu betul-betul panas, ditambah rambut saya yang sengaja dibiarkan tergerai. Bergeraklah saya mengumpulkan rambut untuk mengucirnya kemudian, hanya untuk menemukan ikat rambut, yang sangat saya yakini berada di pergelangan kiri, tidak ada di tempatnya tersemat.

Cepat saya memeriksa tas kecil yang saya bawa, mengubek-ubeknya hingga ke dasar; nihil. Beralih pada saku celana; tidak ada juga. Saya tundukkan kepala, siapa tahu benda itu terjatuh tanpa sengaja yang meski dilakukan hingga leher terasa pegal pun, tidak ada hasilnya.

Gema dalam Rekam IngatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang