entièrement contrôlé

1.2K 13 0
                                    

~~

Seorang gadis berpakaian formal terlihat melenggang santai menyusuri koridor bagian administrasi. Beberapa pegawai menoleh ke arahnya dengan tatapan ingin tahu. Paras cantik, pakaian trendi, dan make up tipis itu terlihat sesuai dengan wajahnya yang terlihat belia. Seorang pegawai wanita melihat tampilannya dengan pandangan sinis sekaligus iri. Kemudian beralih memandang cermin untuk memperbaiki riasannya.

Beberapa saat kemudian, semua berjalan normal. Tak ada yang mempedulikan. Tak ada yang bertanya siapa dirinya. Mereka sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Mungkin mengira gadis itu tak lebih dari seorang klien atau mungkin kerabat atasan mereka yang ingin bertemu.

Gadis itu berdiam sebentar di ujung koridor untuk melirik jam tangan Gucci yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, kemudian mulai menghitung mundur. Bersiap melakukan tugas yang sebenarnya sangat dibencinya. Tak ada pilihan lain. Jalan kembali telah ditutup. Dan yang bisa dia lakukan hanyalah tetap maju sesuai dengan perintah yang diberikan.

Manager Administration

Gadis itu membuka pintunya perlahan. Menatap seorang pria paruh baya yang sedang sibuk mengetikkan sesuatu di laptopnya. Dia juga tak terlalu memperhatikan gadis tak dikenal itu.

"Apa aku mengenalmu?" Tanya pria itu tanpa mengalihkan pandangan dari layar. Merasa terganggu walau dirinya terkesan tak peduli.

Seraya menyunggingkan senyum licik, gadis itu berjalan ke arah jendela dengan langkah yang dilambatkan. Tak berpaling sedikitpun dari si pria yang kini mulai menghentikan pekerjaanya, dan duduk bersandar di kursinya yang empuk.

Dengan sekali pukul, jendela ruang kerja yang terletak di lantai enam belas itu pecah. Pria itu terkejut dan tersentak ke belakang. Ingin berteriak, tapi dia sendiri terlalu shock dengan kelakuan gadis gila yang saat ini menyeringai kepadanya. Selain itu, satu-satunya alat yang membantunya berkomunikasi dengan pegawai-pegawainya di luar ruangan hanyalah sebuah intercom. Yang sayangnya terpasang di seberang ruangan. Berjarak lima meter dari tempatnya duduk saat ini.

Ada sesuatu dalam diri gadis yang ia anggap gila itu, yang membuatnya gemetar. Entah apa, mungkin perawakannya yang kecil namun tatapan matanya yang seolah menusuk. Ia menelan ludah. Mulutnya terkunci dan ototnya menegang. Tak mampu bergerak sedikitpun. Seakan dirinya memang diikat oleh tali baja tak kasat mata pada kursi yang didudukinya.

Sedetik kemudian, seringai yang terpasang pada wajah gadis itu telah menghilang. Digantikan dengan ekspresi datar yang terlihat lebih menakutkan dari sebelumnya. Tangannya yang halus terulur mengambil sesuatu berwarna hitam dari dalam tasnya. Tas Louis Vuitton putih bermotif kotak-kotak.

"Surprise!" Katanya dengan nada bersemangat yang dibuat-buat.

Pria itu mendadak pucat. Keringat dingin mulai bercucuran membasahi keningnya. Perlahan dia mengangkat kedua tangannya ke atas. Berharap sang gadis yang tak dikenalnya itu sudi menurunkan pistol yang diacungkan dalam jarak tiga meter di hadapannya. Dia tahu harapannya sia-sia saat kakinya melemas dan lututnya bergetar hebat.

"Apa salahku?"

Hening. Tak ada suara yang keluar sebagai jawaban.

Hanya perlu menghitung dua detik. Kemudian semua berubah gelap. Peluru itu menembus tepat di jantungnya tanpa seorang pun di luar sana tahu.

Dengan cepat gadis itu mengeluarkan tali tipis dari dalam tasnya. Kemudian tanpa menghiraukan pria yang sekarat di tempatnya itu, ia mulai melilitkan tali itu melingkari perutnya. Mengaitkan salah satu ujungnya pada sebuah tiang lalu menarik napas panjang. Ia hanya memiliki waktu sepuluh detik sebelum orang-orang di luar ruangan menerobos masuk karena suara tembakan.

entièrement contrôléWhere stories live. Discover now