Ep. 01 - Si Cewek Pingsan

215 24 58
                                    

Matahari siang ini sangat terik, bahkan sampai membuat jalanan aspal memanas. Untung saja tidak kembali meleleh. Bahkan mungkin kalian juga bisa menggoreng telur diatasnya, atau bahkan memasak air.

Seorang wanita yang memakai bucket hat berwarna hitam tampak sedang berjalan lemas di trotoar. Berusaha melawan teriknya cahaya benda bulat berwarna kuning di atas sana.

Ia menghela nafas kasar. "Aduh, meuni paranas pisan ieu teh. Mana minumnya abis. Teu aya anu jualan es atawa Hadirmart kitu?" gerutunya seraya mengelap pelipis yang sudah dibanjiri oleh keringat.

Wanita itu sedang mencari sebuah tempat tinggal, atau yang biasa disebut kos-kosan karna ia baru saja pindah ke universitas lain dan berniat untuk mencari kosan baru. Yang tentunya dekat dengan kampus barunya itu. Wanita itu sudah merantau dari kampung hanya untuk menuntut ilmu di kampus impiannya.

Tak lama wanita itu merasakan rasa pusing yang sangat hebat di kepalanya dan tiba-tiba saja terjatuh pingsan. Tanpa ia ketahui, seorang pria yang kebetulan sedang lewat mengendarai motor, mengangkatnya ke atas motor dan membawa pergi entah kemana wanita itu.

* * *

"Lo bawa siapa sih, Lih? Dia kenapa?" tanya seorang wanita yang sedang menguncir rambut sepunggungnya karna mulai merasa panas.

Pria yang ditanya menggeleng singkat. "Gue ngeliat dia pingsan di pinggir jalan tadi. Yaudah, gue bawa kesini aja. Daripada diapa-apain sama orang," balas si pria.

"Yaudah gue ambilin minum dulu. Kayanya dia dehidrasi." kata wanita itu lalu pergi begitu saja.

Wanita pingsan itu terbangun dan berteriak begitu melihat si pria. Ia sudah berpikiran buruk saat melihatnya.

"SAHA MANEH? REK NAON SIA TEH?" teriaknya histeris.

Pria tadi—alias Galih, alias pria yang membawanya kemari saat pingsan—menutup kedua telinganya dengan tatapan datar dan senyum yang canggung.

"Kok nesu? Gue bawa lo kesini karna lo pingsan di jalan. Untung aja ada gue lewat, kalo engga?" jawabnya.

"Eh, aya naon ieu? Teteh tadi denger ada yang teriak," tanya seorang wanita lain dengan ekspresi bingung sekaligus panik yang baru saja masuk. Terlihat seperti berumur tiga puluhan.

"Ini, Teh. Saya tadi nemu cewek pingsan di jalan, nah cewek ini malah marah-marah curigain saya mau apa-apain dia," jelas Galih.

Wanita tadi yang disebut Teh oleh Galih itu mengangguk paham lalu tersenyum.

"Halo, kita kenalan dulu, ya. Saya Selyn. Pemilik kosan ini. Kalo ini Galih, anak kosan nomor—"

"Dua belas, Teh." sambung Galih. Dia tahu karna Teh Selyn tidak terlalu mengingat nomor kamar mereka.

"Nah, itu. Kamu siapa dan ada apa dateng ke Bandung?" tanya Teh Selyn.

"Umm ... saya Bulan. Saya teh kesini lagi nyari kosan yang deket sama kampus saya yang baru. Saya dari kampung." jawab Bulan.

"Ohh ... anak rantau. Kampus apa ya, kalo boleh tau?"

"INB, Teh."

"Kalo gitu mah semua anak kuliahan disini juga ngampus disitu. Galih juga disitu, 'kan?" Galih mengangguk mengiyakan.

"Ini minum—loh udah bangun?" tanya wanita yang mengobrol dengan Galih tadi saat melihat Bulan sudah terduduk.

"Gue Fany, salken." ujar Fany seraya mengulurkan tangannya. Bulan menerima jabatan tangan Fany.

Kosan Suara BaruOn viuen les histories. Descobreix ara