Bab 12 - Tragedi Detik Itu

16 3 0
                                    

12. Tragedi Detik Itu

Tekad. Satu kata, lima huruf, beribu arti percaya diri. Kening itu berkerut sebentar, dia seperti menenangkan pikiran sambil membuat strategi untuk melewati terjangan cobaan ini.

Suasana semakin panik, teriakan penumpang, tangisan bayi, suara-suara itu bercampur menjadi satu. Seolah ingin pasrah, tetapi kalimat itu secepat mungkin ditepis oleh sosok Dylan detik itu juga. Dia menggeleng-gelengkan kepala sebelum bibirnya berucap basmallah.

Jemari Dylan tampak memegang joystick, lantas sedetik kemudian dia menekan tombol pertama untuk mematikan autopilot. Kemudian setelah itu joystick atau yang dikenal dengan sebutan yuke itu diturunkannya ke bawah, petanda dengan pelan-pelan pesawat dikontrol untuk sedikit turun ke darat.

Di depan sana, sudah terdapat banyak sekali orang, termasuk pemadam kebakaran. Sepertinya pihak petugas menara control sudah mengetahui bahwa pesawat akan landing dengan keadaan darurat. Segalanya sudah dipersiapkan di depan sana. Suara pramugari pun tak berhenti berucap untuk menenangkan para penumpang yang ketakutan dan panik.

Juru mengemudi itu terus mengendalikan pesawat untuk terus berputar-putar di sekitar bandara. Hal itu pun dilakukan Dylan untuk menghabiskan bahan bakar guna bertujuan menimalisir ledakan.

Dua kali sang pilot mencoba melakukan pendaratan darurat, tetapi tak kunjung berhasil. Hingga di pukul 21.57 Dylan berhasil melakukan pendaratan darurat secara baik. Tidak ada korban, tidak ada ledakan sedikit pun, hanya saja moncong pesawat sedikit hancur di landasan.

Seketika semua orang yang berada di sana pun segera melakukan evakuasi. Sorak alhamdulillah diucapkan seketika. Seluruh penumpang sudah dievakuasi dan keluar dari pesawat. Kini, seluruh awak kabin ikut keluar dari burung besi bernuansa putih merah itu.

Sambutan hangat didapatkan Dylan oleh banyak orang. Semua orang bersorak riang penuh ucapan terima kasih kepada kapten muda itu.

"Kau sudah hebat Kapten Muda!"

Satu per satu tangan disalaminya, para lelaki lansia itu adalah pembimbing Dylan. Lelaki berambut gondrong dengan hidung mancung itu sangat sopan terhadap seorang guru, bahkan kepada kakek-kakek yang menengadahkan tangannya meminta-minta di tengah jalan pun disalami bahkan dipeluknya erat.

Dia pernah mendengar ceramah dari salah seorang ustaz. Hargai gurumu, menjaga adab di depan gurumu, berilah senyum terbaik di depan gurumu, niscaya seluruh ilmu yang kau dapatkan barakah sepanjang hidup. Namun, bila sebaliknya, terimalah kesusahan sepanjang hidupmu.

"Kuasa Allah tiada terkira, Pak. Terima kasih banyak atas ilmunya," kata lelaki itu dengan senyum manis. Ditatapnya sosok-sosok tua yang saat ini sedang menatap ke arahnya dengan manik berbinar.

Kemudian beralih ke sosok berkursi roda yang memakai kopiah hitam di sana. Tanpa berucap kita sedikit pun, Dylan segera membungkuk mencium kaki lelaki itu lantas langsung memeluk tubuhnya.

"Selalu sabar, Nak. Gunakan wawasanmu sebaik-baik mungkin. Selalu ingat Allah, sebut namanya, tanamkan di hati kokohmu!" bisik lelaki berkursi roda itu dengan suara serak basahnya.

"Terima kasih, terima kasih, Pak."

Beberapa saat setelahnya, netra lelaki itu tampak melihat ke arah brankar yang didorong cepat oleh para dokter. Semua orang yang berada di sana menatap ke arah Dylan yang saat ini sudah berlari cepat menuju brankar tersebut.

Beberapa wartawan mengelilinginya untuk melontarkan pertanyaan dan menerima jawaban dari lelaki tersebut. Namun, dia menggeleng dan semakin cepat melangkah menuju brankar tersebut.

"Kapten bagaimana bisa kejadian ini terjadi?"

"Kapten bisa kasih mot---"

"Maaf semuanya, saya tidak punya waktu banyak. Saya harus pergi, permisi, assalamualaikum," kata lelaki itu langsung menyelip celah dari banyaknya orang-orang tersebut.

GulaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang