Bab 6 - Seperti Matahari

47 11 1
                                    

6

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

6. Seperti Matahari

"Kiran, nanti siang mau ikut aku nggak?"

Zaara bertanya sambil memencet tombol angka delapan di remot televisi. Kirana yang sedang bermain handphone itu menoleh, lalu bertakata, "Ke mana emangnya?"

Angin berembus pelan masuk melalui celah-celah rumah. Lantas suasana menjadi sejuk seketika. Masih tentang pagi Minggu yang ceria, seperti kata laksana peri yang fana. Derap langkah mulai terdengar sahut menyahut di luar rumah.

Mendengar pertanyaan Kirana, perempuan dengan balutan hijab abu-abu itu menoleh menatap manik sepupu tengilnya itu. "Ke toko ayam," ucap Zaara beringsut dari duduk lalu melangkah menuju dapur pergi ke lemari es untuk mengambil sesuatu. 

"Ngapain?"

Kirana masih berkata dengan tanda tanya diujung dialognya. Sedetik kemudian, Zaara datang dengan membawa semangkuk biskuit beserta sebotol susu putih. Sadar akan sesuatu, sosok Kirana langsung beranjak duduk mengubah posisinya.

"Oh, no, no, no! Jangan-jangan kamu mau beli ayam jantan, ya?" tebak gadis berstyle cardigan merah jambu, kerudung pashmina, serta rok cokelat susu atau lebih akrabnya cappucino itu.

Kedua mata Zaara melotot dengan mulut yang penuh akan biskuit. Lantas detik kemudian dia meneguk susu hingga terlihat bercakan seperti kumis di wajah polos nan lugunya. "Ih, bukan!"

Kirana menautkan kedua alisnya. "Terus apa?"

Dengan malas Zaara #mengulurkan tangannya untuk mengambil remot televisi yang berada sedikit rentang darinya. "Ada deh, ikut aja ya nanti!" seru perempuan tersebut dibalas dehaman malas oleh Kirana.

Beberapa menit kemudian, suara ketukan pintu terdengar dari arah luar. Dua gadis itu menoleh ke sumber suara dengan sebelah alisnya sedikit terangkat ke atas.

"Assalamualaikum!"

Mendengar teriakan itu keduanya langsung mengelus dada. Lantas Zaara pun bangkit dari duduk. "Aku kira setan tadi!" ucap gadis bergamis hitam bunga-bunga itu dibalas tawa membelundak oleh Kirana.

Zaara merampas ransel kecilnya, kemudian melangkah menuju pintu sambil berkata, "Kiran bilang umi, Zaara pergi meraton, ya!" seru perempuan itu sedikit berteriak. Lagi dan lagi yang didapatkan olehnya hanyalah dehaman singkat.

"Bilang umi nggak jauh, kok. Cuma diputaran komplek aja," teriaknya lagi. Malas mendengar ocehan, Zaara langsung saja menutup pintu.

Dia tahu bahwa sahabat sekaligus sepupunya itu sedang tidak baik-baik saja, seperti bunglon, kadang ketawa seperti Tante Kun, kadang juga nangis seperti anak kecil. Sedetik kemudian, dia dapatkan sosok bersurai rambut dengan wajah putih sekaligus bulu mata lentik berdiri di hadapannya.

"Ini Kak Defasha, 'kan?"

Perempuan itu bertanya sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Defasha. Mendengar itu, sang pemilik nama mengangguk sambil tersenyum manis.

GulaliWhere stories live. Discover now